Dark/Light Mode

Ketika Ulama Ber-Ijtima

Senin, 5 Agustus 2019 06:58 WIB
BUDI RAHMAN HAKIM
BUDI RAHMAN HAKIM

RM.id  Rakyat Merdeka - Satu pihak, dari sisi pragmatisme politik, para kontestan demokrasi boleh menggaet siapa saja tokoh publik dengan basis massa ril. Termasuk, menggandeng para pemuka agama dengan basis jamaah yang besar dan solid.

Sejarah perpolitikan tanah air dan di berbagai negara menunjukkan adanya realitas tersebut. Di Indonesia, dengan penduduknya mayoritas Islam terbesar di dunia, para ulama, ustad, dai’, dan mubaligh, sudah punya sejarang panjang dalam keterlibatannnya di dunia politik praktis.

Sebagian memilih tetap di luar lapangan sebagai influencers atau endorsers, sebagian lagi gregetan dan tergoda masuk lapangan, jadi pemain politik. Mereka beradu kuat dengan simpul-simpul massa lainnya.

Di pesta demokrasi 2019 lalu, para pemuka agama Islam terbelah. Keterbelahan mereka tentu berdampak besar ke tingkat akar rumput, jamaah majelis-majelis binaan mereka.

Baca juga : OTT, Suap dan Success Fee

Dan pergerakan massa berbasis jamaah ini dipengaruhi oleh para pemuka panutan mereka. Santun, sejuk, kasar, beringas, sikap mereka, tergantung pemimpinnya. Oleh karenanya, berharap sekali para pemuka ini menunjukkan good manner.

Dunia perpolitikan kita, di tengah hiruk pikuk pesta demokrasi, sangat membutuhkan hadirnya ketela da nan. Keteladanan dalam bertutur, menunjukkan dukungan, dan mengambil langkah-langkah politik.

Hadirkan akhlaq berpolitik yang bisa merekatkan persaudaraan di tengah provokasi perbedaan pandangan dan sikap politik. Kubu-kubu politik sering tergoda untuk menunjukkan permainan yang keras, menyerang, dan total.

Mereka sering secara terbuka meluncurkan ujaran-ujaran yang bernada serangan ke tingkat yang paling personal. Bumbu-bumbu retorika turut memberi nuansa yang mengoyak-ngoyak emosi massa tingkat grassroots.

Baca juga : Amal Baik Nama Baik

Masing-masing selalu berusaha mendramatisasi setiap peristiwa yang bisa menguatkan dukungan dan memikat massa mengambang agar segera menentukan pilihan.

Kinerja para buzzers kubu-kubu politik terus meningkatkan serangan. Meme-meme semakin liar bertebaran. Plintiran-plintiran pernyataan tokoh semakin menjadi-jadi.

Video editan dengan segala aktivitas penggiringan opininya biasanya membombardir seluruh jaringan lini massa. Seluruh buzzers dibayar mahal agar setiap suntingannya terus menjadi trending topic.

Sementara itu, di tengah engineering opini publik seperti itu, sayup- sayup terdengar khotbah moral para Ulama dengan polosnya.

Baca juga : Manuver Pilpres 2024

Banyak di antara mereka tidak sadar bahwa mereka sering terombang-ambing dalam pusaran arus politik yang dimainkan para bajingan politik tengik. Mereka yang selalu bicara atas nama dan menangguk untung besar dari ketulusan doa’ seorang pemuka agama di suraunya yang hampir rubuh. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.