Dark/Light Mode
RM.id Rakyat Merdeka - Belum kering luka akibat aksi bom bunuh diri di Makassar, tiba-tiba kita dikejutkan lagi oleh aksi teror di Mabes Polri.
Teroris, jelas, perlu dikutuk. Aksi bom bunuh diri, juga tidak dibenarkan. Agama apa pun, negara mana pun, tidak membenarkannya.
Baca juga : Mencari Pemburu Rente
Teroris di Indonesia, di Timur Tengah, di Selandia Baru, di Amerika, di mana pun, sama saja: tidak ada alasan pembenar.
Aksi-aksi teror tentu tidak tumbuh dalam ruang kosong. Ada penyebabnya. Seperti kata para ulama, ada “paham yang salah” dan ada “salah paham” dalam kasus-kasus yang sekarang kembali merebak ini.
Baca juga : Siapakah 'Dewa-dewa'?
Karena itu, semua pihak perlu berperan dan mengevaluasi diri, introspeksi, terutama untuk mengatasi “paham yang salah” dan “salah paham” ini.
Jangan panas-panas tai ayam. Karena aksi-aksi teror seperti ada periodesasinya. Ketika tampak aman, tiba-tiba meledak. Karenanya, perlu siaga satu setiap saat.
Baca juga : Setelah Heboh Beras, Lalu Apa?
Di era media sosial seperti sekarang, teknologi justru menjadi tantangan luar biasa. Kalau dulu ada semacam perkumpulan, sekarang prosesnya berlangsung di dunia maya. Sangat cepat. Bisa langsung berinteraksi. Tak perlu tatap muka langsung.
Anak-anak muda yang sangat familiar dengan dunia maya bisa menjadi target. Kasus bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar dan aksi teror di Mabes Polri menjadi bukti nyata bagaimana kaum milenial bisa masuk ke kelompok-kelompok teror. Mereka masih muda-muda.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.