RM.id Rakyat Merdeka - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia selaku penyelenggara Presidensi B20, sukses mengadakan pertemuan kedua International Advocacy Caucus (IAC), Selasa, (12/7). IAC terdiri dari sekelompok Chief Executive Officer (CEO) global terkemuka, dan pemimpin bisnis negara-negara G20.
Pada pertemuan yang digelar secara daring tersebut, hadir 30 CEO. Pada Presidensi B20 tahun ini, IAC memiliki tiga topik prioritas yang sejalan dengan Presidensi G20 Indonesia. Yakni akses kesehatan yang setara, green transition dan pertumbuhan yang inklusif.
Baca juga : Indonesia Dan Perancis Perkuat Kerja Sama Pertahanan
Chair of B20 Indonesia Shinta Kamdani menjelaskan, pertemuan kedua IAC membahas tiga isu yang berkaitan dengan tiga topik prioritas tersebut. Yaitu, mencegah krisis kesehatan di masa depan melalui kolaborasi, mengakselerasi green financing dan mendukung peran perempuan dalam bisnis.
“B20 Indonesia berkomitmen mendukung upaya kolaboratif negara-negara G20. Melalui penyusunan rekomendasi konkret yang dapat ditindaklanjuti oleh Pemerintah negara G20,” kata Shinta dalam keterangannya, kemarin.
Baca juga : Moeldoko Dorong Pertanian Berbasis Digital Hadapi Krisis Pangan Global
Menurutnya, dalam mencegah krisis kesehatan di masa depan, IAC melihat pandemi Covid-19 menjadi pelajaran penting. Karenanya, untuk mengantisipasi munculnya krisis kesehatan di masa depan, diperlukan kolaborasi dari semua pihak. Utamanya Pemerintah dan swasta.
Terkait kesehatan, CEO GAVI-The Vaccine Alliance, Dr Seth Berkley, menyoroti kolaborasi sektor swasta menjadi kunci meningkatkan kesiagaan bangsa dalam mengantisipasi krisis kesehatan di masa depan.
Baca juga : Segera Diterapkan Kemenkeu, BKI Dukung Penerapan Pajak Karbon
“Semua pihak perlu beralih dari skenario bertindak dalam keadaan darurat yang pengawasannya kurang merata, menjadi sistem pengawasan yang selalu aktif. Dengan kapabilitas deteksi penyakit yang lebih handal untuk mencegah wabah berkelanjutan,” jelas Berkley.
Sedangkan dalam diskusi tentang green transition, Managing Partner McKinsey and Company, Bob Sternfels mengatakan, untuk membiayai transisi ekonomi ke net zero, dibutuhkan modal untuk aset fisik selama transisi. Rata-rata 3,5 trilliun dolar AS pengeluaran baru per tahun, hingga tahun 2050.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.