RM.id Rakyat Merdeka - Pemerintah bakal menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun 2025. Kebijakan ini dikhawatirkan bakal menurunkan daya beli masyarakat.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan tarif PPN jadi 12 persen bisa mengakibatkan penjualan produk sekunder seperti elektronik, kendaraan bermotor, sampai kosmetik/skincare melambat.
“Ini akan berimbas ke omzet dan akhirnya ada penyesuaian kapasitas produksi dan jumlah tenaga,” kata Bhima kepada Rakyat Merdeka, Jumat (15/3/2024).
Dampak paling mengkhawatirkan dari itu semua adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor, karena pengusaha melakukan penghematan.
Baca juga : Jakarta Global City,Bukan Gombal City
“Ini harus dipikirkan Pemerintah, jangan hanya mengejar peningkatan pendapatan dari pajak saja,” ujar Bhima.
Kebijakan menaikan pajak tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UUHPP). Awalnya, ditujukan untuk meningkatkan pendapatan negara dari pajak.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai, kenaikan pajak PPN itu bukannya untung, tapi malah banyak buntungnya.
“Karena, antara pendapatan negara yang meningkat dengan pelemahan konsumsi akibat peningkatan PPN, lebih besar pelemahan konsumsi. Sehingga ini malah bisa berdampak negatif ke perekonomian nasional,” kata Tauhid kepada Rakyat Merdeka, Jumat (15/3/2024).
Baca juga : Transaksi Di E-commerce Diramal Naik 90 Persen
Hal tersebut, kata Tauhid, berkaca dari peningkatan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022.
Berdasarkan studi yang dia lakukan saat itu, kenaikan PPN tidak hanya melemahkan konsumsi masyarakat, tapi dampaknya juga terjadi pada sektor ritel. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan.
“Kalau kenaikan PPN tahun depan kembali dilakukan, gejalanya akan sama seperti 2022. Artinya, oke penerimaan negara bisa naik, tetapi pertumbuhan ekonomi nggak akan tinggi. Apalagi 2025 banyak yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan di bawah 5 persen,” katanya.
Tauhid meminta Pemerintah tidak terburu-buru menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen. Pemerintah harus menunggu momentum yang tepat.
Baca juga : DKI Siapin Anggaran KJMU Rp 171 Miliar
Berbeda, pengamat ekonomi dari Universitas Riau Edyanus Herman Halim menila, kebijakan Pemerintah menaikan tarif PPN menjadi 12 persen akan berefek positif terhadap penerimaan negara.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.