Sebelumnya
Berbeda dengan OJK, lanjut Deni, Bappebti malah menyatakan, akan segera meluncurkan bursa kripto Digital Future Exchange, bersama dengan perusahaan exchange yang dibawahinya. Tidak menutup kemungkinan pendirian bursa merupakan dorongan tekanan dari para anggota exchange. Dan, hal itu dilakukan tanpa koordinasi dengan lembaga pengawasan keuangan lain.
“Terutama terkait dengan kebijakan know your customer dan due diligence, bursa kripto dapat meningkatan risiko kejahatan keuangan seperti pencucian uang, penggelapan dana dan fraud,” ungkapnya.
Sementara BI, lanjut Deni, menyatakan tidak buru-buru menerbitkan mata uang digital yang disebut dengan Central Bank Digital Currency (CBDC), yang menggunakan teknologi yang mirip atau sama dengan aset kripto.
Baca juga : Bursa Zipmex Garap Potensi Kripto
Deni berharap, lembaga pengawasan keuangan segera duduk bersama untuk membuat regulasi bersama yang konsisten dan selaras. Demi menjawab perkembangan aset kripto yang lebih cepat dari kesiapan para regulator. “Khususnya dalam mendorong terbangunnya sinergidan koordinasi antara OJK, Bappebti dan BI,” imbuhnya.
Terkait ini, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK, Anto Prabowo tidak secara gamblang mengiyakan lembaganya ikut mengatur regulasi kripto. Namun ia menegaskan, wewenang utama berada di bawah komando Bappebti.
“Kripto ini bukan wilayah OJK. Kripto sepenuhnya wewenang Bappebti,” singkat Anto saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin
Baca juga : Raup Cuan Rp 10 M, Nobi Ramaikan Investasi Kripto Tanah Air
Terpisah, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengakui, Indonesia belum memiliki regulasi yang jelas mengenai aset kripto. Namun, menurutnya, Indonesia memang membutuhkan regulasi yang pasti mengenai aset kripto.
“Kami sudah bicara dengan Menteri Perdagangan maupun Bappebti, agar segera melakukan (pembicaraan soal regulasi).Ini kejelasannya bagaimana dan itu (kripto) mestinya harus diatur dalam Undang-Undang secara jelas,” ujarnya saat rapat bersama Komisi XI DPR, kemarin.
Wimboh menegaskan, meskipun Bappebti memberikan izin perdagangan aset kripto sebagai komoditas, namun BI tidak mengakuinya sebagai mata uang. Saat ini mata uang yang sah digunakan sebagai alat transaksi adalah rupiah.
Baca juga : Tok! Arab Saudi Batasi Penggunaan Speaker Masjid
Mantan Komisaris Bank Mandiri ini menggambarkan pengaturan aset kripto nanti, bakal serupa dengan perdagangan di pasar modal. Setidaknya perdagangan kripto memiliki Self Regulatory Organizations (SRO), settlement transaksi, hingga kaidah perlindungan konsumen. Hal ini lantaran perdagangan aset kripto sangat fluktuatif.
Menurutnya, sejumlah negara resmi melarang transaksi aset kripto. Sedangkan, sebagian negara melegalkannya, dan memilih tidak melarang alias tidak melegalkan.
“Beberapa negara ini yang masyarakatnya sudah well literated (literasinya sektor keuangan bagus). Sehingga kalau hilang duitnya, dia diam saja, tidak pernah komplain. Tapi kalau di Indonesia kayaknya beda, sehingga ini yang perlu kami bahas bersama,” ucapnya. [DWI]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.