BREAKING NEWS
 

Menghemat Politik Identitas (30)

Mengelola Bahasa Agama

Rabu, 14 September 2022 06:30 WIB
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

 Sebelumnya 
Dalam peristiwa lain, diceritakan di dalam kitab Hadis Shahih Bukhari, kisah perundingan dan gencatan senjata antara umat Islam dan kaum kafir Quraisy. Nabi memimpin lagsung delegas­inya dan dari pihak kafir Quraisy dipimpin seorang diplomat ulung bernama Suhail. Sebagai preambul naskah perjanjian itu, Nabi meminta diawali dengan kata Bismillahirrahmanirrahim, namun ditolak oleh Suhail karena kalimat itu asing, lalu ia mengusulkan kalimat bismikallahumma, kalimat yang popular di dalam masyarakat Arab ketika itu. Sebagai penutup, perjanjian itu diusulkan dengan kata: Hadza ma qadha ‘alaihi Muhammad Rasulullah (perjanjian ini ditetapkan oleh Muhammad Rasulullah). Suhail kembali menolak redaksi ini dan mengusul­kan kata: Hadza ma qadha ‘alaihi Muhammad ibn ‘Abdullah (perjanjian ini ditetapkan oleh Muhammad putra Abdullah).

Baca juga : Politik Shalat Jamaah (2)

Pencoretan kata “Bismillahirrahmanirrahim” dan kata “Rasulullah” membuat para sahabat tersinggung dan menolak perjanjian itu, namun Rasulullah meminta para sahabatnya un­tuk menyetujui naskah itu. Konon Nabi mengambil alih sendiri penulisan itu karena sahabat tidak ada yang tega mencoret kata itu, yang dianggapnya sebagai kalimat yang mengandung per­insip ajaran agama. Nabi menyadari dalam kondisi tidak normal lebih penting mewujudkan substansi nilai ketimbang formalitas ajaran. Prinsip ini dikristalisasikan dalam kaedah usul fikih: Mala yudriku kulluh la tudriku kulluh (apa yang tak dapat diwujudkan semuanya jangan ditinggalkan semuanya).

Baca juga : Politik Shalat Jamaah (1)

Riwayat di atas menunjukkan betapa hebatnya Nabi men­gelola dan memainkan bahasa agama sehingga membuahkan win-win solution. Keyakinan Nabi tidak merasa tereduksi dengan penerimaan kalimat usulan golongan kafir Quraisy. Pihak kafir Quraisy pun juga merasa berhasil dengan penerimaan usul-usul mereka. Seandainya Nabi bersikukuh dengan pendirian sahabat­nya, maka peperangan terus berlanjut. Ternyata kemampuan dan keahlian memainkan bahasa agama bisa menyelamatkan semua. Pengalaman mengelola bahasa agama ini juga pernah dicontohkan oleh the founding fathers kita dengan rela mencoret ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi para peme­luknya” diganti dengan “Panca Sila”. Keutuhan bangsa Indonesia juga dibingkai dalam sebuah kata profan “Bhinneka Tunggal Ika”. Kalimat ini didukung oleh puluhan ayat dan hadis. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense