BREAKING NEWS
 

Soal Pembubaran Ibadah Gereja Di Lampung

Saatnya Hati Nurani Rakyat Yang Berbicara

Reporter & Editor :
FAQIH MUBAROK
Selasa, 21 Februari 2023 15:01 WIB
Hengki Irawan, Wakil Ketua Bidang Organisasi DPP Partai Hanura. (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Indonesia, sebagai negara berdemokrasi, pastinya juga menjunjung tinggi kebebasan yang dijamin dalam semua aturan dasar konstitusi UUD RI maupun Deklarasi Universal HAM. Setiap warga negara harus menjunjung tinggi dan melaksanakan konstitusi.

Konstitusi menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama yang dipeluknya. Kelompok yang melarang, terlebih melakukan kekerasan terhadap umat beragama lain yang sedang beribadah, dapat dianggap melecehkan konstitusi.

Ini jelas melanggar hukum. Konstitusi Indonesia, yakni UUD '45 jelas menegaskan akan jaminan kebebasan beragama, dalam Pasal 28E ayat (1). Ditegaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”

Peran negara untuk itu juga dinyatakan pada Pasal 29 Ayat (2), yakni “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama”. Sayangnya, ketegasan serupa sepertinya absen dalam banyak peristiwa bernuansa sama; pembatasan bahkan pelarangan warga negara menjalankan ibadahnya.

Baca juga : Kita Punya Kekuatan Untuk Transisi Energi

Dalam isu yang sama, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) saja mencatat ada sepuluh jenis pelanggaran HAM yang dilaporkan sepanjang kurun tiga bulan; April hingga Juni 2015.

Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Komisi ini mencatat di antaranya ada penyegelan, penutupan dan pelarangan terhadap rumah ibadah dan kegiatan beribadah pada Masjid Al-Hidayah milik jemaat Ahmadiyah di Depok, Musala An-Nur di Bukit Duri Jakarta Selatan, penghentian pembangunan Masjid Nur Mushafir di Kupang, penutupan Musala As-Syafiiyah di Denpasar Bali.

Khusus kasus di Bukit Duri, yang ada di Jakarta, warga bersama lurah, ketua RW dan ketua RT setempat memaksa JAI Bukit Duri menghentikan seluruh kegiatannya. Polisi tak melarang pemaksaan tersebut.

Sementara itu, di Aceh Singkil, sejak 2012 penyegelan terhadap 19 gereja juga dilakukan pemerintah setempat. Peraturan Gubernur Tahun 2007 tentang Rumah Ibadah, juga disebut sebagai akar persoalan, mempersulit kelompok minoritas mendirikan rumah ibadah di sana.

Baca juga : Partai Garuda: Tak Ada Yang Kelola Provinsi, Bisa Berantakan!

Di Aceh, beberapa organisasi juga diadili, dengan tudingan “sesat”. Intoleransi juga terjadi di Provinsi Jawa Barat. Di sejumlah kasus di atas, negara terkesan menafikan hak asasi warganya.

Bahkan, pada kasus Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Bogor yang jemaatnya kerap beribadah di depan Istana Negara, hukum dan aparaturnya seolah menghilang. Gereja masih disegel, meski Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan bahwa bangunan GKI Yasmin legal.

Esensi kebebasan beragama memang bukan sebatas pada datang dan beribadah pada rumah ibadah. Hak dasar untuk beragama dan beribadah menurut ajaran agama adalah hak asasi yang dilindungi oleh konstitusi. Menghalangi orang lain beribadah artinya pelanggaran terhadap HAM dan konstitusi. Persekusi terhadap kegiatan ibadah adalah perbuatan pidana.

Setiap warga negara dilindungi haknya untuk beribadah menurut keyakinannya masing-masing oleh konstitusi negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, seterusnya tidak boleh ada lagi kejadian pembubaran kegiatan ibadah atas dasar apa pun.

Baca juga : Jamu Mendag Zulhas Di Al Ula, Mendag Saudi: Sejarah Baru Hubungan Dagang 2 Negara

Persoalan perizinan pendirian Gedung rumah ibadah adalah urusan pemerintah daerah bersama-sama dengan kementerian agama dan FKUB setempat. Sehingga tidak boleh ada warga yang secara serampangan melakukan pembubaran atas kegiatan ibadah orang lain.

Cendekiawan Nahdlatul Ulama (NU), Musdah Mulia berpendapat, ada sejumlah unsur dalam kebebasan beragama. Termasuk bebas berpindah agama atau kepercayaan, dan bebas memanifestasikan ritual agamanya. Ini berlaku bagi semua umur, gender, dan kelas sosial.

Berbagai penjabaran dari kebebasan beragama itu, juga seharusnya dilindungi, bukan sebatas pada rumah ibadah dan kegiatannya. Polri dan Kementerian Agama juga menjalankan fungsi-fungsi negara untuk itu. Negara harus hadir dan tidak boleh kalah dengan kelompok kecil intoleran dan teror.

Penulis adalah Hengki Irawan, Wakil Ketua Bidang Organisasi DPP Partai Hanura

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense