Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Perda RZWP3K Memihak Siapa Sih

Nelayan dan Masyarakat Pesisir Semakin Dijorokin Ke Pinggir

Senin, 24 Juni 2019 14:42 WIB
Ilustrasi Nelayan. (Foto : Istimewa).
Ilustrasi Nelayan. (Foto : Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Sebanyak 21 provinsi sudah mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Sementara 13 provinsi lainnya, termasuk DKI Jakarta, masih membahasnya.

Setelah pada 2010 Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal-pasal yang mengatur Hak Penguasahaan Perairan Pesisir (HP3) dalam UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, kini ancaman perampasan ruang hidup rakyat muncul lewat RZWP3K.

Nelayan kecil dan masyarakat pesisir terus terancam lantaran ruang hidup dan wilayah tangkapan ikan kian menyempit. Pemukiman mereka terus tergusur. Menangkap dan membudidayakan ikan juga makin sulit. Sementara investor yang bergerak di sektor pariwisata, pertambangan, dan industri, semakin leluasa menguasai wilayah perairan dan pesisir.

Di Jakarta sendiri, Raperda RZWP3K belum ada kejelasan. Sampai saat ini Pemprov belum menyerahkan Raperda tersebut ke DPRD. Namun rasa pesimis sudah dialami kalangan nelayan dan masyarakat pesisir Teluk Jakarta.

Baca juga : Wiranto Imbau Masyarakat Tak Terpengaruh

Koordinator Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) Muara Angke, Iwan mengaku, sejak adanya putusan MK soal penghapusan HP3, kondisi nelayan tidak ada perubahan sama sekali. Kini mereka harus berhadapan dengan ancaman perampasan ruang hidup.

“Ruang hidup kami semakin tidak ada, yang ada perampasan mata pencaharian nelayan, yang digembar-gemborkan malah pariwisata,” katanya di Jakarta. Di Teluk Jakarta, untuk bertahan sebagai nelayan tangkap dan pembudidaya kerang sudah berat.

Mereka kalah dengan kepentingan pengembang yang terus membangun wilayah pesisir dengan reklamasi. Hak nelayan atas wilayah tangkap juga tidak diberikan. “Di tengah kesengsaraan nelayan ini, lingkungan juga sudah rusak. Pencemaran air sudah luar biasa. Mau nangkap ikan di laut susah,” keluhnya.

Warga Pulau Pari, Sulaiman alias Katur menuturkan, dirinya adalah generasi ke-empat yang tinggal di pulau yang merupakan wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu itu. Meski ber-KTP DKI Jakarta, warga setempat merasa terpencil dan diasingkan oleh pemerintah.

Baca juga : Pembahasan RUU P-KS Masih Panjang, Silakan Masyarakat Kasih Masukan

Hampir semua warga Pulau Pari berprofesi sebagai nelayan. Itupun harus ditambah profesi tambahan agar kebutuhan hidup bisa dicukupi. “Dulu kami juga berkebun kelapa, ketika harganya surut, kami juga membudidayakan rumput laut, belakangan harganya juga surut, sampai akhirnya kami melihat Pulau Tidung lalu kami membikin wisata mandiri secara kolektif di Pulau Pari,” paparnya.

Bukannya perekonomian warga yang membaik, kini mereka malah terancam diusir dari Pulau Pari yang sudah diklaim investor pariwisata. Pada 2015 saja ada SHM dan HGB yang diterbitkan pemerintah tanpa sepengetahuan warga setempat.

Sekarang dalam Raperda RZWP3K DKI Jakarta di Pulau Pari dinyatakan tidak ada pemukiman nelayan. “Semua mau dibikin pariwisata, memang ada titik untuk wilayah tangkapnelayan, penelitian, dan konservasi, tapi pemukiman nelayan malah tidak disebut,” kata Katur. Dia khawatir, wilayah laut dan pemukimannya bakal dirampas lewat RZWP3K.

Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati menyebutkan, dari Perda RZWP3K yang sudah disahkan saja, nelayan kecil dan masyarakat pesisir tidak mendapatkan hak atas ruang dan laut.

Baca juga : Masyarakat Diberi Izin Pengelolaan

Misalnya di Perda RZWP3K Provinsi Lampung yang baru disahkan pada 2018. Luas zona wisata alam bentang laut mencapai 23.911,12 hektare, luas zona pertambangan 12.585,53 ha, dan luas zona industri 2.549,10 ha. Sementara luas pemukiman nelayan hanya 11,66 ha saja.

“Padahal jumlah nelayan di Provinsi Lampung tercatat sebanyak 16.592 kepala keluarga. Sekarang mereka sama sekali tidak mendapatprioritas kebijakan dalam Perda tersebut,” kritiknya.  [OSP]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :