Dark/Light Mode

MK Kabulkan Uji Materi UU No 1 Tahun 1974

Perkawinan Anak Kerap Terjadi Karena Hamil Duluan

Rabu, 19 Desember 2018 15:37 WIB
Mahkamah Konstitusi. (Foto : IG @mahkamahkonstitusi)
Mahkamah Konstitusi. (Foto : IG @mahkamahkonstitusi)

RM.id  Rakyat Merdeka - Akhirnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan atas gugatan UU Perkawinan. MK memutuskan, penentuan batas usia diserahkan kepada DPR dan eksekutif.

Seorang warga Tanjung Priok, Jakarta Utara, Ita menceritakan, perkawinan anak sudah jadi omongan sehari-hari di lingkungannya. “Sekarang, banyak yang pacaran terlalu bebas. Lalu hamil di luar nikah. Keluarga jelas malu. Makanya, anaknya dinikahkan,” katanya kepada Rakyat Merdeka. Mirisnya, anak-anak tersebut putus sekolah di tingkat SMP dan SMA. Ketika sudah menikah, apalagi hamil, sekolah tidak bakal dilanjutkan. “Malu lah. Udah jadi omongan orang,” imbuhnya. 

Setelah melahirkan pun masalah masih berlanjut. Misalnya, anak yang sudah  menikah sulit mencari pekerjaan. Termasuk tidak kompeten mengurus rumah tangga dan anak hasil pernikahan. Ditambah lagi, pasangan anak yang menikah by accident bakal terus ditempeli stigma. 

Baca juga : Ngurus IMB Bisa Lewat Online

“Pernah anak tetangga ke-gep lagi mesum sama pacarnya. Warga heboh. Lantas dinikahkan. Padahal, yang perempuan umurnya masih 15 tahun. Nggak sampai setahun, udah brojol (melahirkan). Lakinya masih kerja serabutan. Buat hidup aja masih bergantung pada keluarganya,” ungkap Ita. Warga lainnya, Nur menambahkan, tidak hanya anak perempuan. Anak laki-laki pun juga banyak masalah ketika menikah di usia anak-anak. “Sekolah kepaksa ditinggal. Sekarang musti cari kerja. Apalagi kalo istrinya hamil,” katanya. 

Menurutnya, keluarga si anak dan warga cukup tahu sama tahu saja kalau ada pernikahan tersebut. Jika yang perempuan hamil duluan, keluarga cenderung menutup-nutupi pernikahan tersebut. “Mau gimana lagi, udah kejadian. Kita mikir baiknya ke depan ajalah,” sebutnya. Seorang pekerja kontraktor, Ade menceritakan, ketika dapat proyek di Banten, dirinya kaget dengan pengakuan kuli bangunan mau menikahkan anak perempuannya yang baru lulus SMP. “Gue tanya, ‘apa sekolahnya nggak diterusin dulu?’. Malah dijawab ‘Nggak Pak, keenakan suaminya’,” tuturnya. 

Kuasa hukum Koalisi 18+, Anggara Suwahju mengatakan, Pasal 7 ayat (1) sepanjang frasa 16 tahun Undang-Undang Perkawinan telah menimbulkan pembedaan kedudukan hukum dan diskriminasi terhadap anak perempuan di dalam hak kesehatan dan pendidikan. Serta risiko eksploitasi anak. 

Baca juga : Sungai Cileungsi Kotor, Baunya Pun Menyengat

Padahal Pasal 26 ayat 1(a) UU Perlindungan Anak menyatakan, kewajiban orang tua adalah mencegah perkawinan pada usia anak. “Kewajiban ini mustahil dilaksanakan bila Undang-Undang Perkawinan masih membuka peluang praktik perkawinan anak di bawah usia 16 tahun. Ini masih merupakan subjek dari Undang-Undang Perlindungan Anak,” terangnya. Dia menyayangkan putusan MK yang memberikan waktu 3 tahun bagi DPRuntuk merevisi UU Perkawinan. “Seharusnya, MK mampu melihat kedaruratan praktik perkawinan anak di Indonesia,” sebutnya. 

Data UNICEF per 2017 menunjukkan, Indonesia menduduki peringkat 7 angka perkawinan anak terbanyak di dunia dan posisi ke-2 di negara-negara ASEAN. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016, 17 persen anak Indonesia sudah menikah. Lewat putusan MK menjadi jelas, perkawinan anak khususnya anak perempuan bertentangan dengan HAM.

“Pemerintah harus segera mengubah UU Perkawinan Anak dengan mengatur batas usia perkawinan anak. Sesuai UU Perlindungan Anak,” kata Anggara. Sebelumnya, MK dalam pertimbangan putusannya menyatakan, UU Perkawinan tidak sinkron dengan UU Perlindungan Anak. UU Perlindungan Anak mengatur, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun.

Baca juga : Perda Rokok Di Bogor Tabrak Aturan Nasional

“Perkawinan yang dilakukan di bawah batas usia yang ditentukan dalam UU Perlindungan Anak adalah perkawinan anak,” kata hakim MK IGede Dewa Palguna. Menurut Palguna, batas usia 16 tahun bagi perempuan juga berimbas terhadap hak anak mendapatkan pendidikan. Aturan ini, ujarnya, potensial melanggar kewajiban konstitusional warga negara untuk mengikuti pendidikan dasar. 

Meski begitu, MK menyatakan tak memutuskan batas minimal usia perkawinan. MK berpandangan penentuan batas usia minimal perkawinan merupakan kewenangan pembentuk undang-undang yakni DPR. MK bahkan memerintahkan DPR merevisi undang-undang tersebut paling lama tiga tahun. [OSP]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.