Dark/Light Mode

Catatan Prof Indriyanto Seno Adji 

Delik Penghinaan terhadap Presiden Hindari Politisasi Hukum

Sabtu, 31 Agustus 2019 12:58 WIB
Prof Indriyanto Seno Adji (Foto: Istimewa)
Prof Indriyanto Seno Adji (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Munculnya rumusan pasal penghinaan terhadap Presiden pada Rancangam KUHP tidak perlu dikhawatirkan. Sebab, format pasal penghinaan ini sangat moderat dan masih dalam batasan dan dinamika prinsip hukum pidana.

Bahkan, pada negara-negara dengan sistem demokrasi yang liberal, baik sistem hukum pidana bercorak common law maupun civil law, selalu dicantumkan “Guarding Law for Protection of State”, yaitu ketentuan tentang perlindungan terhadap simbol-simbol kenegaraan. Termasuk Kepala Negara. Hanya saja, yang berbeda adalah tentang tata pola penempatan pada bab Keamanan Negara (Security of State) ataukah pada bab Ketertiban Umum (Public Order).

Baca juga : Pelajaran Mahal dari Timor Timur

Pemerintah sudah menjalankan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu memperbaiki redaksional delik, sehingga jauh dari makna Haatzaai Artikelen (Pasal Penabur Kebencian) yang tidak demokratis sifatnya. 

Secara hukum pidana, tim Rancangan KUHP sudah benar merumuskan delik dengannya tidak mencantumkan unsur Ridicule (cemooh), Hatred (kebencian), and Contempt (penghinaan) yang mengandung di dalamnya sebagai rumusan unsur yang tidak demokratis sifatnya. Sehingga pernyataan-pernyataan yang dilakukan dengan cara keras tapi obyektif, zakelijk, dan konstruktif tidak dijadikan dasar pemidanaan.

Baca juga : Lawatan Perdana Mancanegara Usai Terpilih Kembali, Presiden Jokowi Kunjungi Malaysia

Karena itu, rumusan Tim terhadap ketentuan menyerang kehormatan, martabat, dan harkat Presiden tetap berbasis delik yang demokratis dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan HAM. Bahkan dirumuskan pula sebagai delik aduan sehingga bisa terhindar dari politisasi hukum.

Rumusan pasal Tim sudah tepat dan tidam bertentangan dengan prinsip Demokratis dan HAM. Sehingga tetap menjaga hak-hak warga negara dalam menyampaikan pendapatnya secara bebas, walaupun dipahami juga bahwa tidak ada suatu legitimasi adanya kebebasan absolut secara universal.

Baca juga : Tingkatkan Daya Saing Nasional, Jonan Berharap Tarif Listrik 2020 Turun

 

Prof Indriyanto Seno Adji, Wakil Ketua Pansel KPK

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.