Dark/Light Mode

Setelah Siti Aisyah Bebas

Selamatkan WNI Lain Yang Berkasus Di Luar Negeri

Rabu, 20 Maret 2019 14:03 WIB
Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo. (Foto : Istimewa).
Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo. (Foto : Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Bebasnya Siti Aisyah dari dakwaan hukuman mati atas kasus pembunuhan terhadap Kim Jong Nam prestasi yang luar biasa. Penyelamatan WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri, harus terus didengungkan.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo mengatakan, pembebasan Siti Aisyah dari tuntutan maksimal hukuman mati akan menjadi energi baru bagi Pemerintah Indonesia untuk tidak menggendorkan daya advokasi pembebasan hukuman mati yang dihadapi oleh pekerja migran Indonesia. 

“Hingga saat ini tercatat ada sekitar 114 pekerja migran Indonesia di Malaysia dan 14 pekerja migran Indonesia di Saudi Arabia yang nyawanya diujung tanduk karena mereka berada dalam daftar hukuman mati,” ujarnya. 

Catatan kinerja 4 tahun pemerintahan Jokowi disebutkan pemerintah telah berhasil membebaskan 334 pekerja migran dari hukuman mati. Namun demikian, angka itu tentu tidak bisa diperbandingkan jika ada satu nyawa pekerja migran yang dieksekusi.

Migrant Care mencatat, dalam 10 tahun terakhir, ada enam pekerja migran Indonesia dieksekusi mati tanpa notifikasi. Mereka adalah Yanti Iriyanti, Ruyati, Siti Zaenab, Karni, Zaini Misrin dan Tuti Tursilawati. Semuanya adalah pekerja migran Indonesia yang bekerja di Saudi Arabia. 

“Migrant Care yang sejak awal memantau dan mendampingi kasus Siti Aisyah melihat dugaan adanya kriminalisasi dan viktimisasi Siti Aisyah yang terjebak dalam sindikat kejahatan transnasional,” ungkap Wahyu. 

Baca juga : KPU Tak Undang Menteri Di Dua Debat Terakhir

Berdasar hasil investigasi, diduga Siti Aisyah adalah korban human trafficking yang kemudian berada dalam kondisi yang tidak bebas ketika dipaksa melakukan perbuatan bersama rekannya dari Vietnam yang mengakibatkan kematian Kim Jong Nam. 

Dia menambahkan, pembebasan Siti Aisyah bukan hanya dari proses peradilan tetapi juga dari proses diplomasi pembebasan hukuman mati yang dilakukan oleh para petinggi Indonesia. Jalan diplomasi ini semakin terang ketika perubahan politik berlangsung di Malaysia. 

Perubahan ini menghasilkan kemajuan yang signifikan dalam pemajuan HAM di Malaysia, antara lain dengan penetapan kebijakan moratorium hukuman mati dan yang baru saja dilakukan adalah ratifikasi Statuta Roma. 

“Sebenarnya Siti Aisyah bukan penerima manfaat yang pertama dari kebijakan moratorium hukuman mati pemerintah Malaysia. Bulan Januari 2019 yang lalu, Malaysia juga membebaskan dua warga negara Indonesia dari pidana mati karena kasus narkotika, mereka adalah Siti Nurhidayah dan Mattari,” sebut Wahyu. 

Dari kasus-kasus tersebut, advokasi pemebebasan pekerja migran yang terancam hukuman mati tidak boleh tergantung pada proses hukum yang berlangsung. “Harus dikombinasikan pula dengan diplomasi mulai level diplomat, menteri hingga kepala negara,” imbuhnya.

Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Iftitahsari mengatkan, upaya pemerintah Indonesia yang memastikan Siti Aisyah mendapatkan fair trial selama proses persidangan di luar negeri hingga akhirnya dapat terbebas dari tuntutan hukuman mati, layak diapresiasi. 

Baca juga : Usut Tuntas Aset WNI Rp. 1.300 T di Luar Negeri

Di sisi lain, ICJR mendorong pemerintah agar juga berkomitmen untuk memastikan penerapan fair trial dan penghapusan penuntutan hukuman mati terhadap orang-orang yang diadili di dalam negeri. “Dalam kasus Siti Aisyah, prinsip-prinsip fair trial dalam proses peradilan di Malaysia telah diterapkan dengan baik dan dia akhirnya dapat terhindar dari hukuman mati,” katanya. 

Kedua hal tersebut seharusnya dapat pula diterapkan di Indonesia namun sayangnya komitmen pemerintah untuk mewujudkan penerapan fair trial dan penghapusan penuntutan hukuman mati dalam sistem hukum di Indonesia masih belum terlihat.

Dalam Laporan Penerapan Fair Trial di Indonesia 2018 yang disusun oleh ICJR juga ditemukan, bahwa pemenuhan hak-hak fair trial misalnya terkait pendampingan penasehat hukum masih bermasalah. 

“Masalah yang paling mendasar adalah mengenai kualitas dari penasehat hukum yang mendampingi tersangka atau terdakwa sehingga berpengaruh pada proses pembelaan yang kurang maksimal,” ungkap Iftitahsari. 

Selain itu, dalam kasus Siti Aisyah, salah satu aspek yang mendasari perolehan fair trial tersebut adalah adanya dukungan yang kuat dari pemerintah Indonesia dalam memberikan akses terhadap pedampingan hukum bagi Siti Aisyah.

Berdasarkan hasil penelitian ICJR tentang penerapan fair trial dalam kasus-kasus hukuman mati yang diluncurkan pada Januari 2019, jumlah penuntutan hukuman mati di Indonesia masih sangat tinggi meskipun eksekusi terpidana mati tidak dilakukan selama 3 tahun terakhir. 

Baca juga : Setelah Siti Aisyah, 13 WNI Lain Nunggu Dibebaskan

Penuntutan hukuman mati tercatat dilakukan terhadap sebanyak 59 orang pada 2016, 32 orang pada 2017, dan 48 orang pada 2018. Kemudian, per 1 Februari 2019 data dari Kemenkumham juga menunjukkan bahwa terdapat 235 terpidana mati yang sedang menunggu eksekusi atau yang berada dalam death row. Bahkan per Oktober 2017, terdapat 42 terpidana mati yang telah menjalani masa pidana di pemasyarakatan selama lebih dari 10 tahun. 

“Oleh karena itu, untuk menghindari adanya standar ganda antara upaya pemerintah dalam mendorong penerapan fair trial dan penghapusan penuntutan hukuman mati yang dialami oleh WNI di luar negeri, presiden perlu memerintahkan Jaksa Agung untuk melakukan moratorium terhadap penuntutan hukuman mati dan menghentikan eksekusi hukuman mati,” usulnya.

Khusus untuk fair trial, pemerintah harus memastikan standar tinggi bagi seluruh kasus utamanya kasus-kasus pidana mati harus mulai dipikirkan masuk dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Selain itu, Pemerintah juga harus mendorong mekanisme komutasi atau pengubahan hukuman terhadap terpidana mati yang telah berada dalam death row dalam waktu yang sudah cukup lama,” tandas Iftitahsari.  [OSP]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.