Dark/Light Mode

Anggota Fraksi PSI DPRD DKI William Aditya Sarana Tak Merasa Melanggar Etika

Rabu, 6 November 2019 08:57 WIB
Foto: Facebook
Foto: Facebook

RM.id  Rakyat Merdeka - Warga DKI bernama Sugiyanto melaporkan anggota DPRD William Aditya Sarana kepada Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI Jakarta. Dia dianggap melanggar kode etik karena mengunggah rencana anggaran lem Aibon Rp 82,8 miliar.

Menurut Sugiyanto, hal tersebut harusnya tidak boleh dilakukan, karena rencana KUA-PPAS itu belum dibahas di forum DPRD, atau masih dalam pembahasan rapat komisi, atau rapat Banggar DKI Jakarta.

Namun William malah mengadakan konferensi pers, sehingga anggaran lem Aibon ini menjadi polemik di masyarakat. Banyak pihak yang mempertanyakan soal anggaran lem Aibon ini, karena jumlahnya yang cukup fantastis, mencapai Rp 82,8 miliar.

Dinas Pendidikan dan Gubernur DKI Jakarta sudah menjelaskan mengenai hal ini. Namun tetap saja masih banyak yang mempertanyakannya. BK DPRD DKI Jakarta sendiri telah melakukan rapat perdana, terhadap aduan pelanggaran kode etik tersebut.

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, William Aditya Sarana akan dipanggil untuk dimintai keterangannya. Apakah tindakan William tersebut dianggap melanggar kode etik oleh BK DPRD DKI? Apakah seorang anggota memang tidak boleh membuka rencana anggaran sebelum dibahas dalam forum DPRD DKI? Bagaimana pula pandangan William terkait masalah ini? Berikut penuturan lengkapnya.

Bagaimana tanggapan Anda soal rencana pemanggilan oleh BK DPRD DKI?

Soal rencana pemanggilan ke Badan Kehormatan DPRD DKI, saya kira semua anggota punya semangat yang sama soal anggaran ini. Jadi saya serahkan kepada teman-teman anggota DPRD.

Baca juga : Ada Defisit Anggaran, DPRD DKI Minta Anies Tak Korbankan Prioritas di Dinas Pendidikan

Anda nggak khawatir soal tuduhan pelanggaran etik tersebut?

Saya tahu risikonya. Sanksi terberat itu kan pemecatan, atau pemberhentian sebagai anggota Dewan.

Saya dalam hal ini siap untuk mempertaruhkan jabatan saya. Karena menurut saya, satu hal yang sangat logis dalam demokrasi, yaitu rakyat yang membayar pajak untuk membiayai DKI Jakarta ini, mengetahui penggunaan dananya itu.

Mereka harus tahu uangnya ini untuk apa saja. Itu sudah menjadi tugas saya sebagai anggota Dewan, yang telah melakukan sumpah jabatan.

Sebelum mengunggah soal anggaran itu, Anda paham nggak sih soal aturan mainnya?

Untuk Pasal 13 ayat 2 itu, saya belum lihat secara cermat ya. Salah satu isi ketentuan itu kan bilang bahwa kami harus kritis, profesional dan lain sebagainya. Jadi, memang saya secara konstitusional menjalankan tugas sebagai anggota DPRD DKI Jakarta.

Mengawasi anggaran itu kan salah satu fungsi anggota Dewan. Jadi menurut saya, saya tidak melanggar kode etik. Karena saya justru memenuhi ketentuan pada Pasal 33 itu.

Baca juga : Semoga Tata Kelola Keuangan Negara Jadi Lebih Baik

Anda merasa janggal nggak, diancam menggunakan pasal tersebut, padahal hanya menjalankan tugas sebagai anggota DPRD?

Sebenarnya itu hak si pelapor ya, untuk melaporkan saya ke Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta, karena saya membuka anggaran ke publik.

Tapi, dari saya sendiri, saya merasa tidak melanggar etika sebagai anggota DPRD DKI. Justru yang menurut saya tidak sesuai etika adalah, yang coba menutup-nutupi rencana penggunaan APBD, padahal APBD itu bukan uang dia, tapi milik masyarakat.

Justru itu yang menurut saya melanggar etika demokrasi.

Kalau begitu, bagaimana pandangan Anda soal pelapor ini?

Kita juga harus melihat apa motif dari si pelapor ini. Apakah memang murni melaporkan saya karena dugaan melanggar kode etik, atau ada motif politik tertentu. Jadi memang itu harus didalami.

Tapi terlepas dari itu, itu memang hak dia untuk melaporkan saya ke BK DPRD, dan juga menjadi kewajiban saya untuk menjalankan proses di BK dengan sebaik-baiknya.

Baca juga : Mantan Anggota DPRD Bengkalis Diduga Kecipratan Uang Suap Proyek Jalan

Sebelum Anda menggunggah anggaran tersebut, kepikiran nggak bakal jadi viral seperti ini?

Jadi saya tuh nggak memikirkan viral atau nggaknya. Karena itu memang bukan tujuan kami. Tujuan kami itu hanya satu, yaitu menekan eksekutif agar segera mempublikasikan APBD di website.

Karena menurut proses surat menyurat yang telah kami lakukan, dari Agustus sampai sekarang itu kan belum dibuka. Bahkan, kami langsung mengirimkan surat kepada Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) yang baru, supaya dibuka.

Jadi kami nggak mau nyari panggung, atau sensasi. Kami hanya ingin menjalankan fungsi sebagai legislator, yaitu menyisir anggaran. Sehingga transparansi anggaran bisa terlaksana, karena itu harga mati.

Apalagi berdasarkan jumlah anggaran yang sudah kami sisir itu, jumlahnya mencapai Rp 89 triliun. Sehingga dibutuhkan bantuan teknologi. Sudah ada sebenarnya e-budgeting. Langkah sederhana yang bisa dilakukan Pemprov DKI Jakarta, ya meng-upload anggaran tersebut ke website[NDA]

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.