Dark/Light Mode

Ganjil Genap Diberlakukan Lagi, Pro Kontra Muncul di DPRD DKI

Penumpang Bisa Numpuk

Selasa, 4 Agustus 2020 09:43 WIB
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Gilbert Simanjuntak
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Gilbert Simanjuntak

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi memberlakukan lagi kebijakan ganjil genap (gage) kendaraan, Senin (3/7) kemarin. Pro kontra pun muncul. Ada yang mendukung, namun ada yang khawatir, justru akan menimbulkan kepadatan penumpang di transportasi umum.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan, kebijakan gage resmi berlaku lagi. ”Kami berlakukan kembali, karena volume lalu lintas yang tinggi. Dari pengamatan di beberapa titik, volume lalu lintas sudah mendekati angka normal. Bahkan, ada beberapa titik yang volumenya melampaui kondisi normal,” terang Syafrin.

Kenaikan volume lalu lintas itu terjadi, karena masyarakat masih khawatir menggunakan angkutan umum. Mereka takut tertular Covid-19 jika naik kendaraan umum. Dia menerangkan, pemberlakuan kembali kebijakan gage mengacu pada Pergub 88/2019 dan Pergub 155/2018. Sesuai regulasi tersebut, kebijakan gage akan diberlakukan di 25 ruas jalan. ”Tidak ada penambahan dan pengurangan ruas jalan,” tambah Syafrin.

Selain lokasi yang sama, waktu penerapan gage juga tidak berubah. Yakni, mulai pukul 06.00–10.00 dan 16.00–21.00. Khusus Sabtu, Minggu dan hari libur nasional, tidak ada kebijakan gage.

Dia juga menyebutkan, kebijakan gage hanya diberlakukan untuk kendaraan bermotor roda empat. Sedangkan motor dan 13 jenis kendaraan lain, masih diperbolehkan. Misalnya, kendaraan bertanda khusus yang membawa penyandang disabilitas, ambulans, kendaraan pemadam kebakaran, angkutan umum dengan tanda nomor kendaraan bermotor berwarna dasar kuning, dan kendaraan pimpinan lembaga.

Atas kebijakan ini, beberapa pihak memiliki pandangan masing-masing. Seperti dari anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Gilbert Simanjuntak. Dia menilai, tidak perlu diterapkan ganjil genap saat ini. Justru dia khawatir akan ada penumpukan penumpang dan berpotensi besar jadi penyebaran Covid-19.

Sementara, dari Fraksi Partai Gerindra, Wakil Ketua DPRD Mohamad Taufik mengatakan, pihaknya mendukung penerapan ganjil genap. Menurut dia, dengan ditambahnya armada, seharusnya masyarakat tidak perlu khawatir tentang penumpukan penumpang. Berikut wawancara dengan anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Gilbert Simanjuntak:

Baca juga : Penumpang Numpuk di Halte Transjakarta dan Stasiun KA

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan aturan ganjil genap sejak kemarin, apa tanggapan Anda?

Apa tujuan Pemprov, harusnya mereka beritahu ke publik. Karena, keterbukaan alasan kebijakan tersebut penting. Masalah ada yang setuju atau tidak, hal itu adalah ekses yang harus mereka hadapi.

Pemberlakuan ganjil genap juga tidak efektif mengurangi jumlah karyawan yang masuk, hanya efektif mengurangi kemacetan dan polusi. Pemberlakuan ganjil genap membuat masyarakat menggunakan transportasi publik, dan menaikkan risiko penularan, dibandingkan kendaraan pribadi.

Bukankah jumlah pergerakan masyarakat akan berkurang?

Kalau tujuannya mengurangi pergerakan orang juga tidak efektif. Karena bisa dikontrol lewat absensi karyawan masuk. Saat ini kontrol pengunjung mal saja sudah minim atau hampir hilang.

Apakah langkah ini bisa menekan atau mencegah penyebaran corona?

Sebaiknya bebaskan saja, tidak usah gage. Selama sekolah belum dibuka, jalan tidak akan macet. Kalau untuk mencegah Covid, bukan dengan gage. Tapi protokol new normal.

Baca juga : Transjakarta Apa Sanggup Atasi Antrean Penumpang

Kabarnya akan ada kenaikan jumlah armada kendaraan umum, apakah langkah ini bisa menekan potensi penyebaran atau penumpukan penumpang?

Kalau jumlah armada bertambah, itu sesuai. Tapi armada mana yang dikorbankan? Karena, tidak ada pembelian baru. Ini artinya bukan penambahan armada, tapi modifikasi/pengalihan saja.

Kalau terkait perkantoran, sejauh ini langkah yang dilakukan Pemprov DKI seperti apa?

Langkah yang harus ditempuh untuk perkantoran adalah, inspeksi mendadak dan melakukan pemeriksaan jumlah karyawan dan status kesehatannya. Bila melanggar, perusahaannya ditindak sesuai peraturan yang ada.

Membatasi jumlah karyawan yang masuk secara seragam juga tidak pas. Ada perusahaan yang padat karya, sehingga karyawannya mesti masuk.

Apakah diperlukan pembatasan lebih ketat terkait jumlah karyawan yang masuk?

Usulan karyawan 30 persen itu mungkin tergantung usahanya. Bisa jalan tidak dengan jumlah segitu. Penularan di manapun berasal dari komunitas yang tidak tertib bermasker.

Baca juga : Driver Online Protes, Yakin Pendapatan Makin Melorot

Fraksi Gerindra menilai, langkah yang dilakukan Pemprov DKI sudah baik dan menunjukkan kemajuan. Jika saat ini jumlah kasus naik, itu karena Pemprov DKI rajin melakukan rapid maupun swab test kepada masyarakat. Apakah Anda melihatnya seperti itu juga?

Mengatasi penularan Covid-19 tidak cukup dengan tes massal. Virus corona hanya mampu bertahan dalam tubuh manusia selama dua minggu, bila daya tahan tubuh yang terinfeksi kuat, maka akan sembuh.

Penularannya sudah jelas, adalah sentuhan fisik, terutama melalui selaput lendir, menghirup virusnya lewat semburan nafas penderita di dekat kita (droplet).

Selama ini lebih sering diutarakan bahwa pemeriksaan PCR sudah dilakukan, seakan sudah maksimal upaya pencegahan yang dikerjakan. Pemeriksaan PCR hanya untuk menemukan pasien yang mempunyai virus di tubuhnya. (NNM)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.