Dark/Light Mode

Melihat Urgensi Revisi UU Sisdiknas

Rabu, 31 Agustus 2022 22:58 WIB
Siswa SD sedang melakukan upacara bendera sebelum pandemi (Foto: Dok.Pribadi)
Siswa SD sedang melakukan upacara bendera sebelum pandemi (Foto: Dok.Pribadi)

Tantangan dunia pendidikan semakin berat. Dari mulai pandemi Covid-19 hingga derasnya perubahan zaman akibat lahirnya era digital. Revolusi industri 4.0 hingga adanya era masyarakat (society) 5.0 kerap menjadi topik pembicaraan masyarakat di tengah nasib kesejahteraan guru dus kesiapan generasi bangsa dalam memasuki lapangan kerja yang semakin kompetitif.

Dunia pendidikan sebagai laboratorium pencetak generasi bangsa untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul di tengah tantangan tadi, selalu dituntut untuk melakukan perubahan. Transformasi di dunia pendidikan merupakan suatu keniscayaan ketika bangsa ini masih tertatih-tatih dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah dan hanya sebatas menjadi penonton dan konsumen dari pasar global.

Sebagai contoh, dalam konteks industri halal internasional, Indonesia masih menjadi konsumen dan ‘tukang stempel’ dari produk halal yang diimpor (dari luar negeri). Lebih dari 50 persen lembaga sertifikasi halal dunia mendapat endorsement dari Indonesia. Hal itu disampaikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin ketika menjadi keynote speaker dalam Webinar Strategis Nasional “Indonesia Menuju Pusat Produsen Halal Dunia” yang diselenggarakan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), di Jakarta, 24 Oktober 2020.

Padahal, kata Kiai Ma’ruf, pasar halal global mempunyai potensi sangat besar. Misalnya, di 2018, konsumsi produk pasar halal dunia mencapai 2,2 triliun dolar AS, dan ini akan terus berkembang mencapai 3,2 triliun dolar AS di 2024. Permintaan produk halal dari konsumen muslim global juga mengalami peningkatan tiap tahunnya (Ekon.go.id, 2020).

Baca juga : Masyarakat Ngarep Revisi PP 109 Tahun 2012 Ditunda

Ikhtiar Perubahan 

Dalam beberapa tahun terakhir, Kemendikbudristek mencoba berikhtiar menjawab berbagai tantangan tadi dengan mengusung revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), sebagai formulasi masa depan pendidikan Indonesia. Sebab, UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas sudah cukup lama dan dianggap perlu adanya kebaruan peraturan yang relevan dalam kondisi dan situasi saat ini.

Mendikbudristek Nadiem Makarim menyampaikan, ada empat hal pokok yang diformulasikan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Sisdiknas. Pertama, kebijakan standar pendidikan yang mengakomodasi keragaman antara daerah dan inovasi. Kedua, kebijakan wajib belajar dilengkapi dengan kebijakan hak belajar. Ketiga, kebijakan penataan profesi guru agar semakin inklusif dan profesional. Keempat, kebijakan peningkatan otonomi serta perbaikan tata kelola pendidikan tinggi.

Sebagai contoh, dalam hal wajib belajar terlihat ada perluasan program belajar. Cakupan wajib belajar dalam UU Sisdiknas yang berlaku saat ini adalah pendidikan dasar 9 tahun. Dalam RUU Sisdiknas, wajib belajar menjadi 13 tahun, dimulai dari 10 tahun pendidikan dasar (prasekolah dan kelas 1-9) lalu tiga tahun pendidikan menengah. Perluasan ke pendidikan menengah dilakukan secara bertahap pada daerah yang kualitas pendidikan dasarnya telah memenuhi standar.

Baca juga : Mendag Zulhas Pimpin Misi Dagang Ke India

Contoh kedua, dalam hal kebijakan penataan profesi guru. Sebelum ada revisi, pendidik PAUD, pendidik kesetaraan, dan pendidik dalam pesantren formal selama ini tidak dapat diakui sebagai guru. Dalam revisi disebutkan bahwa individu yang menjalankan tugas selayaknya guru dan memenuhi persyaratan akan diakui sebagai guru. Dengan demikian, pendidik PAUD 3-5 tahun, pendidik dalam satuan pendidikan kesetaraan, dan pendidik dalam pesantren formal dapat masuk dalam kategori guru.

Terbuka pada Masukan Publik 

Selain dua contoh tadi, tentu masih ada beberapa perubahan yang terdapat dalam RUU Sisdiknas yang bisa kita anggap memiliki spirit dan gagasan besar untuk kemajuan dan mendobrak tantangan zaman yang semakin kompleks. Sebagai masyarakat, kita tentu harus terus mengawal proses ini agar tetap pada jalur yang tepat dan tetap pro pada kemaslahatan publik (public virtue).

Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo dalam berbagai kesempatan memang mengharapkan masukan dari publik sebagai bentuk pelibatan publik yang bermakna sesuai amanat undang-undang. Menurutnya, masukan masyarakat akan menjadi bahan pertimbangan dalam tahap penyusunan dan pembahasan RUU.

Baca juga : Wacana Revisi UU TNI Langkah Mundur Demokrasi

Anindito menambahkan, Pemerintah membuka kesempatan bagi masyarakat secara luas untuk ikut mencermati semua dokumen dan memberi masukan melalui laman https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/.

Di era keterbukaan seperti sekarang ini, mari kita manfaatkan seoptimal mungkin dengan terus mengawal berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemegang kebijakan (policy maker) agar mereka tegak lurus memperhatikan kemaslahatan publik, utamanya dalam dunia pendidikan sebagai jantungnya peradaban bangsa. Semoga RUU Sisdiknas ini menjadi salah satu ikhtiar dalam transformasi pendidikan nasional menuju lebih baik dan berkeadilan untuk semua.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.