Dark/Light Mode

Estimasi Stok Karbon Sistem Agroforestri dalam Mitigasi Perubahan Iklim dengan Manfaatkan Transformasi Indeks Vegetasi

Rabu, 28 Desember 2022 14:14 WIB
Indeks vegetasi dalam citra penginderaan jauh (Foto: Istimewa)
Indeks vegetasi dalam citra penginderaan jauh (Foto: Istimewa)

Perubahan iklim dewasa ini menjadi istilah yang tidak asing bagi masyarakat secara global. Perubahan iklim berkaitan dengan ketidaktentuan kondisi cuaca dan kejadian iklim ekstrem yang menjadi penyebab adanya bencana seperti badai, banjir, kekeringan, dan sebagainya. Perubahan iklim diyakini diakibatkan adanya pemanasan global (global warming). Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), pemanasan global dipicu meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer sehingga terjadi peningkatan suhu atmosfer. Salah satu gas rumah kaca adalah karbondioksida (CO2). Berdasarkan data International Energy Agency pada tahun 2021 emisi karbon global mencapai 36,3 gigaton. Oleh karena itu, dilakukan berbagai upaya dalam menangani permasalahan tersebut. Salah satunya adalah melalui kesepakatan Reduce Emissions From Deforestation and Degradation (REDD+), dengan hutan memegang peran yang penting dalam mengatasi perubahan iklim sehingga pengurangan emisi karbon dapat dilakukan dengan mengurangi emisi dari kegiatan deforetasi dan degradasi hutan, konservasi hutan, serta penggelolaan hutan lestari dan peningkatan stok karbon hutan.

Indonesia sebagai negara yang turut berkontribusi dalam penurunan emisi sebagaimana telah disampaikan dalam Nationally Determined Contribution tahun 2016 dengan target pengurangan emisi di tahun 2023 sebesar 29 persen (dengan usaha sendiri) dan 41 persen (dengan bantuan asing). Kekayaan sumber daya alam di Indonesia dapat dikatakan menjadi potensi yang besar dalam mendukung target tersebut. Salah satu upaya dalam memaksimalkan potensi tersebut adalah degan menerapkan sistem agroforestri. Agroforestri merupakan model pengelolaan hutan yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan berupa hasil hutan, hasil pertanian atau peternakan atau perikanan sehingga masyarakat dapat memperoleh memperoleh hasil dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang (Butarbutar, 2011).

Agroforestri dapat menjadi model dalam mitigasi dengan mempertimbangkan keberadaan dan jenis vegetasi terkait stok karbonnya sehingga mampu mengurangi efek dari gas rumah kaca. Salah satu alasan mengapa sistem agroforestri dikatakan sebagai mitigasi sekaligus adapatasi dalam perubahan iklim adalah ketika dilakukan pencampuran tanaman dari berbagai umur untuk mengidentifikasi tanaman siap dipanen (miskin riap atau tidak melakukan penyerapan karbon yang tinggi lagi) sehingga tanaman dengan umur relatif lebih muda mampu tumbuh dengan mendapat cahaya lebih banyak dan mampu menyerap karbon lebih banyak. Kemudian Sanzech (2000) berpendapat bahwa kegiatan agroforestri dapat menyerap tambahan karbon 57 x10 gram (Mg C) per hektar (nilai ini 3 kali lebih tinggi dari pada lahan pertanian atau padang rumput).

Sistem agroforestri sebagaimana telah dijelaskan memiliki prinsip keseimbangan lingkungan, ekonomi, dan sosial dengan mempertimbangkan tanaman yang dibudidayakan di dalamnya. Penentuan jenis tanaman yang tepat dengan tujuan untuk memperbesar peluang stok karbon yang dimiliki oleh vegetasi dapat dilakukan dengan lebih efisien dengan menggunakan bantuan teknologi penginderaan jauh berupa pengolahan citra satelit untuk menghasilkan indeks vegetasi yang akan dibudidayakan sehingga dapat dilakukan estimasi stok karbon dari suatu sistem agroforestri yang dibuat. Penggunaan indeks vegetasi dinilai lebih efektif dikarenakan kajian secara terestrial atau secara langsung di lapangan memiliki kendala dalam biayanya yang besar, cakupan wilayah yang luas, dan membutuhkan waktu yang lama. Dengan menggunakan citra satelit dalam teknologi penginderaan jauh mampu menekan kendala tersebut dengan melakukan kajian terhadap nilai pantulan spektral dari vegetasi menggunakan transformasi indeks vegetasi.

Baca juga : Anies Pakai Jurus Makan Nasi Padang

Indeks vegetasi digunakan untuk menilai tingkat kehijauan tutupan vegetasi pada citra penginderaan jauh. Terdapat berbagai macam transformasi indeks vegetasi dengan fungsi yang berbeda – beda. Salah satu indeks vegetasi yang umum digunakan adalah Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dikarenakan formulanya yang sederhana dengan hasil yang cukup efektif dalam menilai tingkat kehijauan dari suatu tutupan vegetasi. Tingkat kehijauan dari tutupan vegetasi sangat erat kaitannya dengan penggunaan lahan dikarenakan mampu membedakan penggunaan lahan untuk semak, padang rumput, perkebunan, hutan dengan kerapat rendah, hutan dengan kerapatan sedang, dan hutan dengan kerapatan tinggi. Indeks vegetasi tersebut digunakan dalam memetakan tingkat kerapatan tutupan vegetasi dari suatu wilayah.

Kota Salatiga memiliki hutan dengan kerapatan rendah, sedang, hingga tinggi yang ditunjukkan oleh nilai indeks vegetasi yang besar dan berbagai vegetasi perkebunan seperti pohon karet juga banyak dikembangkan di sekitar kawasan hutan di Salatiga. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sistem agroforestri telah diterapkan di Salatiga. Perbedaan tutupan vegetasi tersebut dapat diidentifikasi menggunakan citra penginderaan jauh dengan proses transformasi indeks vegetasi tanpa harus melakukan pengamatan secara langsung di lapangan. Berdasarkan hasil pengolahan citra Landsat 8 dengan menggunakan transformasi NDVI dihasilkan rentang dari nilai indeks vegetasi yang mewakili perbedaan kerapatan dari vegetasi. Vegetasi dengan kerapatan tinggi dapat diidentifikasi sebagai kawasan hutan ataupun perkebunan tanaman kayu. Sedangkan nilai indeks vegetasi yang rendah dapat mengindetifikasi tutupan vegetasi selain hutan dan perkebunan tanaman kayu. Perbedaan tersebut dapat diamati pada peta kerapatan vegetasi berikut ini.

Perhitungan stok karbon dilakukan dengan menghitung biomassa dari suatu tutupan vegetasi untuk diproyeksi ke seluruh wilayah dengan tutupan vegetasi yang sama. Perhitungan dilakukan dengan sampling lokasi yang mewakili kelas kerapatan vegetasi. Berdasarkan peta kerapatan vegetasi Kota Salatiga dapat dipilih lokasi pengambilan sampel di wilayah dengan tutupan vegetasi kerapatan tinggi yang ternyata berupa perkebunan karet. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengukur diameter pohon dengan ukuran area sampel disesuaikan dengan resolusi citra yang digunakan. Area sampel untuk citra Landsat 8 memiliki luas 20 meter x 20 meter pada titik koordinat 7°15’ 48.710” LS dan 110°27’ 34.380” BT.

Baca juga : Sekali Berperan Dalam Misi Perdamaian Dunia, Jokowi Langsung Mainkan Peran Strategis

Hasil dari pengukuran diameter batang Hevea brasiliensis atau pohon karet dengan tinggi 10 hingga 13 cm dilanjutkan dengan perhitungan dari biomassa pohon karet pada titik sampel dengan kerapatan vegetasi tinggi menunjukkan nilai 300,7649412 ton/hektare. Jumlah biomassa tersebut kemudian digunakan untuk mengestimasi jumlah stok karbon dengan hasil sebesar 135,3442235 ton/hektare. Selain area perkebunan, stok karbon di Salatiga juga dapat dihitung dari keberadaan hutan kota. Nilai stok karbon dari sampel kemudian digunakan untuk memproyeksikan nilai stok karbon seluruh wilayah. Misalnya jika dikatakan bahwa jumlah luas dari kebun karet di Salatiga adalah 10 hektare maka stok karbon yang dimiliki adalah 1353,442235 ton. 

Berdasarkan metode perhitungan biomassa dan stok karbon di atas dapat disimpulkan bahwa estimasi stok karbon dengan memanfaatkan transformasi indeks vegetasi pada citra satelit mampu menjadi pertimbangan dalam perencanaan agroforestri. Perencanaan agroforestri dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim perlu dilakukan dengan mempertimbangkan stok karbonnya sehingga mampu menekan emisi gas rumah kaca di atmosfer. Hal tersebut diharapkan mampu mengurangi efek dari bencana perubahan iklim dengan tidak mengabaikan produktivitas dari suatu lahan. 

Daftar Pustaka
Butarbutar, T. (2011). "Agroforestri untuk Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim". Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, Vol. 9, No. 1, pp. 1 -10. 

IPCC. Working Group Discussion: Climate Change 2007 : Working Group III : Mitigation of Climate Change.

Baca juga : Jaksa Incar Harta Pemilik Perusahaan Manajer Investasi

Sanchez, P.A. (2000). Linking climate change research with food security and poverty reduction in the tropics. Agriculture, Ecosystems & Environment, Vol. 82, No. 1, pp. 371-383 (13).

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.