Dark/Light Mode

Menggagas Potensi Adaptasi Sistem Penanganan Sampah Indonesia

Jumat, 6 Januari 2023 13:44 WIB
Ilustrasi pengangkutan sampah dengan truk. Sumber foto: Zibik-Unsplash
Ilustrasi pengangkutan sampah dengan truk. Sumber foto: Zibik-Unsplash

Penanganan sampah sesungguhnya adalah cerminan evolusi kehidupan manusia, sekaligus sebuah representasi menarik tentang bagaimana perkembangan kualitas kehidupan sesungguhnya diilustrasikan oleh kurva fluktuatif yang menunjukkan ketidakberaturan, bukan kurva pertumbuhan yang menunjukkan peningkatan stabil. 

Manusia pertama kali menangani sampah mereka dengan menelantarkannya tertimbun di sembarang tempat, sebelum kemudian "memperbaikinya" dengan membuang sampah di lubang terbuka jauh dari perkotaan.

Kurva metode penanganan sampah ini mengalami penurunan pada Abad Pertengahan, ketika penelantaran sampah di sembarang tempat oleh manusia kembali terulang, bahkan ada yang sekadar membuangnya keluar rumah meski sudah terdapat peraturan yang melarang.

Seiring berjalannya waktu, perlahan lahirlah sistem pengelolaan sampah terpusat, termasuk pengembangan penggiling sampah, truk sampah, dan sistem pengumpulan sampah pneumatik, yakni sistem pengelolaan sampah yang menggunakan pipa bawah tanah untuk menyalurkan sampah ke titik pengumpulan pusat, tempat di mana sampah kemudian dipilah dan diolah.

Namun, sistem pengelolaan sampah terpusat ini masih belum sempurna. Di banyak negara, termasuk Indonesia, mayoritas sistem pengelolaan sampah terpusat masih menjadi sekadar "tempat pembuangan sampah". Sampah yang terkumpul tidak benar-benar "dikelola" dan hanya sekadar ditimbun belaka. Bahkan, kapasitas beragam TPA di Indonesia sudah melebihi batas dan hanya akan terus bertambah. Seperti misalnya, TPA Sarimukti Bandung Barat yang sebetulnya hanya berkapasitas 2 juta ton, tetapi kini justru terisi dengan 14 juta ton sampah.

Padahal, mengingat jenis sampah yang dihasilkan manusia menjadi lebih kompleks seiring berkembangnya urbanisasi, dibutuhkan pendekatan yang berbeda dalam mengelola dan menangani sampah yang bisa terurai dan tidak bisa terurai. Selain itu, jumlah sampah yang dihasilkan manusia setiap harinya menjadi semakin banyak jumlahnya. Di Indonesia sendiri, jumlah total volume sampah di Indonesia pada tahun 2022 meningkat menjadi 70 juta ton.

Apabila ditelaah lebih dalam, budaya berbelanja dan kesalahan dalam mengelola sampah di Indonesia berkontribusi pada tingginya figur tersebut. Berdasarkan data KLHK, lebih dari setengah total sampah nasional pada tahun 2020 berasal dari aktivitas rumah tangga dan pasar tradisional, yang mana masing-masing berjumlah sekitar 25,2 dan 11,1 juta ton.

Baca juga : RI Masih Kekurangan Dokter Spesialis, Pak

Saat ini saja, para pedagang di pasar dan para pembelinya sangat bergantung pada kantong plastik. Biasanya, pedagang sayur segar akan menggunakan kantong plastik yang berbeda untuk membungkus setiap barang yang dibeli. Katakanlah Ibu Yuni hari ini akan memasak sayur sop dengan tempe, pindang tongkol, dan soto ayam untuk sarapan, makan siang, dan makan malam. 

Artinya, paginya beliau harus membeli paling tidak tempe, wortel, kentang, tomat, kol, buncis, bawang putih, bawang merah, ikan pindang, dan daging ayam, dengan asumsi ia sudah memiliki bumbu-bumbu dapur lainnya. Biasanya, kedai sayur akan menggunakan kantong plastik yang berbeda untuk membungkus setiap bahan masakan yang dibeli. 

Sehingga, hari ini Ibu Yuni akan membawa pulang paling tidak sepuluh kantong plastik yang tidak memiliki masa depan lain selain teronggok menjadi limbah dalam timbunan sampah. Dengan asumsi kasar bahwa setiap keluarga membawa pulang jumlah kantong plastik serupa setiap harinya dari pasar, apabila dikalikan dengan jumlah keluarga di Indonesia pada tahun 2022, itu artinya setiap harinya setiap keluarga di Indonesia menyumbang paling tidak 889 juta kantong plastik ke tempat sampah.

Jumlah tersebut belum termasuk sampah lainnya yang dihasilkan di pasar serta sisa makanan yang dihasilkan setiap orang setiap harinya. Misalnya, penelitian menemukan bahwa terdapat hingga 34 ton sampah diangkut setiap harinya dari pasar tradisional Kemiri Muka Kota Depok, dan setiap orang juga diperkirakan menghasilkan sisa makanan sebanyak ½ kg per hari, menyumbang hasil riset KLHK tentang sisa makanan sebagai komposisi sampah terbanyak, yakni 29,1% dari total sampah yang dibuang.

Ukuran "gunung es" menjadi terlihat semakin besar apabila kita memasukkan jumlah sampah pengemasan yang dihasilkan setiap harinya dari pembelian di perdagangan elektronik (e-commerce).

Segala permasalahan ini melahirkan dua buah tantangan bagi Indonesia. Pertama, yakni mengolah sampah yang sudah terlanjur teronggok di TPA, dan kedua, yakni menyusun strategi mitigasi produksi sampah. Indonesia dapat belajar dari keberhasilan penyelesaian masalah serupa yang telah diterapkan di Swedia dan Singapura dan mengadaptasinya agar sesuai dengan kebutuhan. 

Swedia, pada tahun 1994, mewajibkan program pemilahan sampah yang mengharuskan rumah tangga untuk memilah dan membersihkan sampah mereka, sebelum mengumpulkannya berdasarkan kategori di tempat sampah daur ulang yang telah ditentukan.

Baca juga : Silmy Karim Mau Percantik Gerbangnya Indonesia

Apabila seseorang tidak memilah sampah mereka, tarif mendaur ulang yang dikenakan akan lebih tinggi, sementara untuk sampah organik, tarif yang dikenakan hampir gratis.

Pengelolaan sampah rumah tangga ini diawasi oleh pemerintah setiap kota yang juga ditugaskan untuk menyusun rencana mitigasi sampah kota, yang memuat perkiraan tentang situasi yang memengaruhi jumlah dan komposisi sampah, serta penilaian perkembangan aliran sampah di masa mendatang.

Selain itu, edukasi terkait mendaur ulang sampah dan menghargai lingkungan juga telah diajarkan sejak dini di Swedia. Seorang penulis Swedia, Kicki Lind, mengungkapkan bahwa ia dibesarkan dengan kampanye “Keep Nature Tidy” dan bagaimana sekolah mengajarinya untuk tidak meninggalkan sampah dan memungut sampah apabila ada yang tertinggal. Bahkan, ia mengatakan, "[kesadaran] untuk menjaga kebersihan alam mengalir di nadi mereka.

Singapura sendiri memiliki metode yang cenderung unik dalam mengurangi timbunan sampah yang mereka miliki. Mereka mengumpulkan sampah dari semua tempat pembuangan sampah, kemudian dibawa ke pabrik insinerasi untuk dibakar dengan suhu tertentu hingga hanya tersisa abu. 

Abu ini kemudian dibawa ke perairan buatan manusia yang tidak menyentuh air laut, hingga endapan abu yang dikumpulkan secara berulang membentuk sebuah pulau. 

Sementara itu, gas beracun yang dihasilkan dari pembakaran disaring agar mengeluarkan udara yang bersih, dan panas yang dihasilkan dari pembakaran dimanfaatkan untuk kebutuhan listrik rumah-rumah mereka.Aspek terakhir ini serupa dengan Swedia, yang juga membakar sampah mereka di insinerator rendah karbon menjadi bahan bakar biogas ramah iklim.

Indonesia dapat mengadaptasi metode-metode serupa. Pertama-tama, kita harus memulai dengan membentuk budaya serta mentalitas baru dengan menyusun regulasi yang mendukung terbentuknya kebiasaan memilah serta mengelola sampah. 

Baca juga : Bos BI Tetapkan 26 Pemimpin Baru Bank Indonesia

Kemudian, sebagai permulaan, pemerintah Indonesia dapat memulai program pemilahan sampah dengan mensurvei pemukiman yang merupakan kontributor TPA terbesar, kemudian membangun stasiun daur ulang di dekatnya. Setiap keluarga kemudian diwajibkan untuk menyetor sampah rumah tangga mereka, dengan imbalan insentif maupun subsidi energi setiap bulannya apabila setoran sampah mereka memenuhi target. 

Selain itu, stasiun serupa juga dapat dibangun di dekat pasar dan kedai sayur, ditambah dengan penghargaan bagi pedagang dengan inovasi minim plastik terbaik. Edukasi sejak dini juga perlu diwajibkan bagi sekolah dengan melakukan program lingkungan, program mendaur ulang, hingga melakukan kunjungan belajar ke pabrik insinerasi untuk melihat bagaimana sampah dikonversi menjadi energi. 

Kampanye edukasi juga perlu dilakukan dalam kelompok ibu-ibu arisan, RT-RW, kelompok ibu-ibu PKK, warung kopi, dan organisasi masyarakat lainnya. Terakhir, seperti Singapura, Indonesia juga bisa memanfaatkan salah satu dari belasan ribu pulau yang ada di Indonesia untuk membuat perairan buatan dan dialihfungsikan sebagai sebuah tempat pengelolaan sampah.

Sesungguhnya, masa depan dimulai dari rumah. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.