Dark/Light Mode

Ketidaksempurnaan Upaya Pemerintah dan Pihak Pengembang Pembangkit Listrik Mengaburkan Target Rasio Elektrifikasi

Selasa, 10 Januari 2023 18:07 WIB
Rural Electrification, sumber: shutterstock
Rural Electrification, sumber: shutterstock

Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Keuangan telah menerbitkan kebijakan APBN di tahun 2011, yang berisi capaian target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) tahun 2025 sebesar 23 persen, sebagai pemenuhan kebutuhan jaringan tenaga listrik masyarakat di kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar. 

Saat ini, terdapat 346 desa yang belum terakses listrik, dan banyak daerah yang persentase rasio elektrifikasinya rendah seperti Kabupaten Nunukan di angka 58,34 persen.

Kita tidak bisa menutup mata dengan fakta ini. Kita butuh upaya lain, agar Indonesia bisa mencapai target bauran energi dan peningkatan rasio elektrifikasi, sehingga taraf hidup masyarakat dapat meningkat.

Upaya Pemerintah dalam Peningkatan Rasio Elektrifikasi

Pengembangan pembangkit EBT bukan perkara gampang. Salah satu aspek yang menghambat adalah biaya teknologi yang terbilang mahal. 

Merujuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), untuk dapat menghasilkan 1 MegaWatt listrik diperlukan biaya sebesar 4 sampai 5 juta dolar Amerika Serikat. Sebanyak 40 persen total investasi dihabiskan untuk drilling, dengan kondisi titik yang bahkan tidak bisa dipastikan potensinya. 

Pemerintah mengatasi persoalan ini melalui pelaksanaan program government drilling. Dilakukan preliminary slim hole drilling, untuk menurunkan risiko kegagalan eksplorasi. Demi menambah daya tarik investasi.

Investor akan bisa mengakses data akurat mengenai ketersediaan panas bumi di titik pengeboran. Sayangnya, realisasi tidak sesuai tujuan awalnya. Alokasi APBN untuk drilling jadi berakhir sia-sia. 

Beberapa pengeboran dilakukan di lokasi yang memang sudah diketahui potensinya. Pemerintah diharapkan bisa lebih berani dalam pemilihan lokasi. Kemajuan pengembangan EBTKE di Indonesia bisa dibilang tidak ada, jika government drilling masih dilaksanakan di tempat yang sudah diketahui potensinya.  

Baca juga : Pemilu 2024 Pakai Sistem Proporsional Terbuka, Titik!

Pengeboran di wilayah yang ternyata tidak berpotensi, sudah pasti akan mengeluarkan biaya eksplorasi tanpa hasil.

Tapi, hal tersebut masih lebih memberi pencerahan untuk kemajuan pengembangan EBTKE di Indonesia, demi dapat menemukan wilayah potensial lain dan meminimalisir kesalahan pembangunan. 

Tantangan Pembangunan Pembangkit EBT

Pembangkit EBT belum kompetitif, jika dibandingkan dengan pembangkit konvensional berbahan bakar fosil. Sifat intermittent dari pembangkit EBT harus dikembangkan lebih lanjut, demi menjaga kontinuitas pasokan listrik. Jenis pemasok listrik yang lebih stabil dengan cost rendah memiliki akses pendirian dan pengembangan yang sulit, karena kendala geografis berupa lokasi rawan bencana (keadaan kahar). Sementara pembangkit berbasis bioenergi, lumayan rumit pelaksanaannya karena butuh pasokan feedstock yang terjaga.

Pembangkit intermiten akan mengalami perubahan signifikan, setiap terpenuhi dan tidak terpenuhinnya sumber daya. Ketidakseimbangan sistem antara pembangkit dengan beban. 

Variabel yang tidak stabil ini dapat diatasi dengan pemahaman yang baik mengenai lingkungan pembangkit EBT. 

Banyak proyek pembangkit listrik EBT masih kesulitan mendapatkan dana, karena investor melihat banyak risiko kegagalan. Tentunya, risiko kegagalan muncul dari ketidakpastian data yang tersedia. 

Sebagai contoh, diperlukan data intensitas sinar matahari untuk memprediksi ketidakstabilan energi. Mulai dari data terbit dan terbenamnya, kapan  matahari tertutup awan, kapan hujan turun, bahkan efisiensi solar panel yang berdasar pada intensitas sinar matahari di hari-hari tertentu, akan membantu pemilihan lokasi pembangkit. 

Contoh lain, pada Pembangkit Listrik Tenaga Bayu, hal-hal seperti  kecepatan, intensitas, suhu, bahkan variasi sudut angin, akan sangat memengaruhi efisiensi produksi listrik. 

Baca juga : Sukseskan Transisi Energi, PLN Siapkan Sistem Pembangkit Listrik EBT yang Fleksibel

Meskipun variabel-variabel tersebut sulit diprediksi secara akurat, setidaknya pengembang dapat menghubungkan variabel satu dengan yang lainnya. 

Dibutuhkan lembaga dengan fungsi seperti kebijakan government drilling, yaitu menyediakan data eksplorasi bagi pembangunan pembangkit untuk mempersempit kemungkinan penanggungan risiko gagal yang besar. Dengan penganggaran biaya yang lebih kecil, guna mempermudah pengembang melakukan pinjaman. 

Di Indonesia, banyak data yang sulit diakses khalayak umum. Salah satu contoh yaitu data kemiringan tanah. Banyak jalanan ambles disebabkan oleh aspek tersebut, di mana mudahnya akses data yang diinginkan akan memperkecil kemungkinan bencana terjadi di wilayah-wilayah pembangkit listrik EBT. Selain itu, tidak jarang terjadi kesalahan penentuan potensi sumber daya yang tersedia di daerah tertentu. Maka, pengadaan data juga dapat memperkecil kesalahan pengembang dalam memilih jenis pembangkit. 

Produsen listrik swasta mengalami kesulitan untuk melakukan pembangunan, dengan kondisi bank yang tidak mampu menetapkan bunga di bawah 11 persen. 

Dengan tarif listrik yang masih rendah, bunga sebesar itu tidak mungkin bisa dikembalikan, Apalagi, kondisi pembangunan yang akan memakan waktu sekitar tiga tahun sendiri. Seharusnya, dibuat regulasi tersendiri untuk pembangunan dengan kondisi-kondisi khusus seperti ini. 

Pengembangan pembangkit harus lebih gencar lagi saat negara dituntut harus berkembang lebih cepat. Bisa dengan regulasi yang memadatkan besar bunga, atau mempertimbangkan perhitungan penerapan persentase bunga pinjaman berdasar pada estimasi lamanya pembangunan.

Tantangan lain ada di perizinan. Pembangkit listrik dengan nilai lebih dari Rp 10 miliar membutuhkan lebih dari setahun untuk bisa disetujui  Presiden. Dengan fakta ini, pemerintah harus mempermudah perizinan. Agar pembangunan dapat dilakukan segera. Apabila waktu pembangunan dapat dipersingkat, permasalahan dana diharapkan dapat teratasi.

Upaya pihak pengembang

Pemenuhan rasio elektrifikasi tidak hanya dilakukan dengan pembangunan yang menambah jumlah pembangkit di Indonesia. Dalam hal ini, kita tidak boleh melupakan tujuan awal berupa pemenuhan kebutuhan masyarakat. 

Baca juga : ADB Dan Indonesia Sepakat Suntik Mati Pembangkit Listrik Batu Bara

Banyak pembangkit tidak beroperasi dengan alasan kesulitan pemeliharaan. Entah karena proyek yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) tidak dikelola dengan baik, atau karena tidak adanya anggaran operasi. 

Sebenarnya, semua masalah ini mengacu pada penyusunan dokumen perencanaan yang kurang baik. Sehingga, implementasi tidak sejalan dengan tujuan awal pembangunan dan menyebabkan kerusakan. 

Meski waktu perizinan harus dipersingkat, bukan berarti pemerintah menurunkan level selektifnya. Dokumen perencanaan harus diperiksa dengan teliti, sebelum diloloskan pengajuan pembangunannya. Karena kerusakan pembangkit pasti memerlukan dana lagi. 

Jangan sampai, kejadian tahun 2017 terulang kembali. Sebanyak 68 dari 126 pembangunan pembangkit Ditjen EBTKE mengalami kerusakan dengan kerugian Rp 305 miliar. Sebanyak 55 unit rusak ringan dan sisanya mengalami kerusakan berat, hingga tidak dapat beroperasi. 

Jika sistem seleksi tidak diubah, peristiwa yang sama dapat terulang kembali. Banyak pemeliharaan dan operasi proyek yang diserahkan kepada Pemda bersumber dari APBN dan APBD, bukan dari investasi swasta. 

Sehingga, apabila kerusakan-kerusakan seperti ini dapat diminimalisir, pengalokasian dana dapat dialihkan ke proyek yang lebih terjamin seperti lembaga pengadaan data di poin sebelumnya.

Kendala lain adalah penolakan masyarakat terhadap pembangkit bertenaga nuklir dan PLTP. Warga masih memegang stigma nuklir dan imbas penggalian panas bumi. 

Dalam hal ini, selain sosialisasi yang harus gencar dilakukan, perencanaan operasi pun harus disempurnakan. Tercapainya target pemenuhan kebutuhan masyarakat, akan membuat pemberian kepercayaan warga kepada pihak pengembang akan mudah.

Tak sedikit tantangan dalam meningkatkan rasio elektrifikasi. Telah banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah dan pihak pengembang pembangkit EBT. Sayangnya, tantangan ini tidak hilang sepenuhnya. Banyak hal dapat dilakukan untuk mengatasinya dari berbagai bidang dengan pengalokasian untuk manfaat terbaik.  ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.