Dark/Light Mode

Perempuan: Kunci Kesuksesan Implementasi Green Jobs di Indonesia

Kamis, 29 Desember 2022 22:20 WIB
Ilustrasi. (Foto: ist)
Ilustrasi. (Foto: ist)

“Tidak ada sarana pembangunan yang lebih efektif daripada pemberdayaan perempuan”

  • - Kofi Annan

Target bauran energi baru terbarukan dalam Rencana Umum Energi Nasional sebesar 23% di tahun 2025 memberikan efek domino pada peningkatan kebutuhan tenaga kerja ramah lingkungan. Di Indonesia, tipe pekerjaan ini—disebut juga dengan green jobs—digadang-gadang sebagai pekerjaan masa depan. Seakan menjadi respon dari psospeknya yang cerah, implementasi green jobs juga dibayangi pertanyaan pelik tentang apakah pasar kerja ini dapat menyelesaikan permasalahan yang sebelumnya sudah ada di sektor non-hijau, yakni kesetaraan gender. Bangkitnya sektor energi di Indonesia adalah tonggak penting dalam pembangunan ekonomi dan sosial negara, tetapi jika pembangunan ekonomi tetap buta gender maka perempuan akan semakin jauh tertinggal. 

Menurut Global Gender Gap Index (GGI) 2021 perempuan di Indonesia tertinggal sejauh 28,1% dalam partisipasinya dibandingkan dengan laki-laki, yakni hanya mencapai angka 56% saja. Hal ini menjadi satu lagi paku untuk peti mati bagi usaha Indonesia keluar dari label ”negara berkembang”. Bagaimana tidak? Dengan dua per tiga populasi perempuan saat ini berada di interval produktif (15-64) tahun, partisipasi perempuan krusial dalam pasar kerja masa depan, yakni green jobs dan berpeluang besar menjadi akselerator dalam implementasinya. 

Kegagalan untuk mempertimbangkan prespektif gender dalam implementasi green jobs di Indonesia menyia-nyiakan potensi dari setengah populasi masyarakat Indonesia; membuat visi ketahanan ekonomi dan ekonomi yang berkelanjutan menjadi sekadar mimpi. Contohnya saja, apabila Indonesia tidak mencapai partisipasi perempuan di angka 25% di tahun 2025 dalam bauran pekerja maka Indonesia akan kehilangan potensi sebesar 62 miliar dolar AS di aktivitas ekonomi dan kehilangan 2,9% akselerasi GDP. 

Kalau begitu, apa yang mencegah perempuan untuk berpartisipasi? Tiap langkah menuju kesetaraan gender dalam pasar kerja diberatkan oleh beberap faktor di antaranya adalah perspektif peran gender, komitmen terhadap keluarga, standar ganda bagi perempuan, dan praktik perekrutan yang berlaku.

Perspektif peran gender di masyarakat yang cenderung mengunggulkan laki-laki seakan memberikan penjelasan hitam putih terkait apa yang bisa dan apa yang tidak bisa dilakukan perempuan. Hal ini adalah sistem yang secara tematis lebih besar di negara berkembang daripada di negara maju. Favoritisme terhadap laki-laki memvalidasi berbagai opini tentang peran gender, contohnya tentang apa yang bisa dan apa yang tidak bisa dilakukan perempuan, serta apa yang diharapkan dari mereka dan apa yang tidak diharapkan. Dampak dari persepsi ini memengaruhi kepercayaan diri perempuan dan menanamkan sikap pesimis terhadap dirinya sendiri. Pahitnya, pesimisme adalah alat paling efektif untuk menutup peluang seseorang mencapai sesuatu.

Baca juga : Perkuat Kapabilitas Pemimpin, Kalbe Kerja Sama Dengan Monash University Indonesia

Hal lain yang menghambat partisipasi perempuan di sektor kerja, baik hijau maupun non-hijau adalah tuntutan untuk berkomitmen terhadap keluarga. Perempuan yang sudah memiliki keluarganya sendiri cenderung diwajibkan untuk mengurus keluarganya. Sebuah penemuan menyebutkan bahwa di sebagian wilayah Indonesia penghargaan masyarakat terhadap perempuan yang mengurus anak dan suami di rumah lebih tinggi dibandingkan penghargaan perempuan yang memiliki karier di luar rumah.

Musuh selanjutnya adalah standar ganda bagi perempuan dalam bidang pekerjaan. Menurut survei di Amerika, walaupun mayoritas orang percaya bahwa perempuan dapat melakukan pekerjaan sama baiknya dengan laki-laki, mereka masih terhambat oleh standar ganda yang ada di dunia kerja. Atas alasan femininitas dan komitmen untuk mengurus rumah tangga, perempuan cenderung ditempatkan di posisi yang lebih ”mudah” daripada laki-laki. Pekerjaan laki-laki dianggap maskulin dan sulit sehingga lebih dihargai. Perempuan lebih mungkin untuk dipekerjakan di posisi yang dibayar lebih rendah, non-teknis, administratif dan di hubungan masyarakat daripada di posisi teknis, manajerial atau pembuat kebijakan. Parahnya lagi, perempuan yang memilih untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang ”maskulin” menghadapi tantangan baru berupa standar ganda yang konyol ketika mereka dituntut untuk menunjukkan sikap ”feminim” seperti kelembutan, tidak terlalu ambisius, dan tidak terlampau menunjukkan emosi agresif seperti laki-laki—apa pun situasinya dan terlepas dari apa pun alasannya. 

Sementara itu, praktik perekrutan yang berlaku saat ini merupakan salah satu penghalang paling signifikan dalam kontribusi perempuan di sektor energi terbarukan menurut survei International Renewable Energy Agency (IRENA) pada tahun 2018. Untuk pekerjaan di sektor energi konvensional dan pekerjaan non-tradisional lainnya laki-laki cenderung melamar pekerjaan bahkan ketika mereka hanya memenuhi beberapa persyaratan sementara perempuan harus memenuhi seluruh persyaratan yang ada. 

Perempuan juga cenderung tidak menegosiasikan gaji dan manfaat dari perusahaan serta seringnya—dalam industri yang didominasi laki-laki—mereka harus mengungguli laki-laki hanya untuk menyesuaikan diri dan untuk naik ke jenjang yang lebih baik. Di industri ini, bias gender seringkali terjadi dan ketika proses seleksi, manager—biasanya pria—tidak melihat perempuan sebagai kandidat yang memadai. Selain itu, perempuan juga tidak memiliki akses yang memadai untuk jaringan pekerjaan. 

Solusi untuk kesetaraan gender dalam implementasi green jobs harus menjawab bagaimana cara menghapus hambatan-hambatan utama bagi perempuan untuk berpartisipasi di pasar kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa langkah. Pertama, edukasi kesetaraan gender serta netralitas dalam melihat kontribusi gender di sektor ketenagakerjaan harus digencarkan dengan cara memperumum kebijakan yang memiliki perspektif gender. Kebijakan-kebijakan tersebut harus memungkinkan untuk implementasi kesetaraan gender, menyamakan kedudukan melalui kebijakan gaji yang setara, dan memperkuat visibilitas peran penting yang sudah dimainkan perempuan di sektor hijau. Tindakan-tindakan nyata yang dilakukan akan mengubah perspektif peran gender dalam masyarakat sedikit demi sedikit.

Baca juga : Ruang Lingkup Gerakan Radikalisme Dan Terorisme Di Indonesia Semakin Menciut

Kedua, sektor ketenagakerjaan—terlepas dari siapa pemiliknya (pemerintah atau bukan)—harus mengedepankan prinsip work-life balance dan memperumum serta tidak mendiskriminasi perempuan yang bekerja. Dalam implementasi green jobs, perusahaan-perusahaan harus menjalankan kebijakan seperti cuti orangtua, jam kerja fleksibel, telecommuting, dan bekerja paruh waktu yang dikombinasikan dengan kesetaraan upah (terlepas gendernya), dukungan pengasuhan anak dan kesempatan maju ke jenjang profesional yang sama. Dengan adanya usaha ini, masalah perempuan terkait komitmen terhadap keluarga dapat berkurang. 

Ketiga, menghapus standar ganda bagi perempuan dengan memberantas diskriminasi gender di tempat kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat sistem pengawasan agar dapat dilakukan penegakan hukum dan pemberian sanksi terhadap diskriminasi. Solusi ini dapat membuat lingkungan kerja menjadi lingkungan kerja yang aman di mana siapa pun dapat membicarakan ketidaknyamanan dan menyuarakan ketidaksetujuannya tanpa pembalasan berupa diskriminasi atau hukuman yang tidak adil.

Keempat, mempraktikkan sistem perekrutan yang adil, khususnya dalam implementasi green jobs. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran atas hak kesetaraan gender bagi calom pekerja perempuan secara dini sebelum memasuki pasar kerja dan memperkuat pengetahuan akan hak-hak perempuan di dunia kerja. Dengan diimplementasikannya sistem perekrutan yang adil, perempuan tidak harus terhalang untuk berkontribusi dalam mengakselerasi implementasi green jobs. 

Kesetaraan gender dalam implementasi green jobs memang terdengar seperti jalan panjang yang penuh rintangan. Akan tetapi, apabila kesetaraan gender berhasil diterapkan dalam implementasi green jobs, banyak orang akan terbantu dan Indonesia akan semakin dekat dengan kesejahteraan yang ia damba-dambakan.

Baca juga : Petani Perempuan Ini Cegah Kebakaran Hutan Dengan Budidaya Jahe Merah


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.