Dark/Light Mode

Waspada Serangan Siber Hingga Pencurian Data Jadi Ancaman Transformasi Keuangan Digital

Senin, 29 November 2021 18:10 WIB
Seminar Nasional yang diselenggarakan The Finance di Jakarta, Senin (29/11). (Foto: Istimewa)
Seminar Nasional yang diselenggarakan The Finance di Jakarta, Senin (29/11). (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Sementara, kasus pencurian saldo nasabah atau pengguna yang diakibatkan oleh lemahnya sistem elektronik pelaku usaha di sektor keuangan.

Hal ini disebabkan oleh upaya percepatan transformasi digital, namun tidak diiringi oleh upaya pengamanan yang memadai terhadap sistem elektronik. Pencurian saldo atau uang elektronik nasabah adalah upaya phising atau cyber fraud yang kerap terjadi di masyarakat.

"Insiden ini lebih dikarenakan minimnya kesadaran terhadap keamanan informasi atau siber di masyarakat," kata Edit.

Sementara Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Teguh Supangkat meminta perbankan, untuk terus memperkuat tata kelola dan manajemen risiko teknologi informasinya (TI).

Terutama di tengah bisnis perbankan yang sedang mengalami transformasi dari arah old banking system menuju digital banking.

Menurut Teguh, ada tantangan yang perlu diantisipasi perbankan seperti perlindungan dan pertukaran data nasabah, risiko kebocoran data nasabah terkait dengan fraud, kemungkinan ketidaksesuian investasi teknologi dengan strategi bisnisnya, dan lainnya.

“Risiko serangan siber menjadi salah satu risiko utama yang perlu diwaspadai dan dimitigasi oleh perbankan di era digital, mengingat perkembangan digitalisasi di perbankan meningkatkan timbulnya risiko keamanan siber bagi bank,” kata Teguh.

Baca juga : Airlangga Pastikan Pemerintah Terus Jalankan Agenda Reformasi Struktural

Untuk mengantisipasi risiko tersebut, OJK telah mengeluarkan roadmap pengembangan perbankan Indonesia sampai dengan 2025 yang menjadi acuan dalam kebijakan dan pengaturan ke depan.

“Dalam hal ini OJK akan mendorong perbankan untuk terus memperkuat terkait dengan tata kelola dan manajemen risiko TI (teknologi informasi), mengadopsi teknologi terkini, kemudian melakukan kerjasama terkait TI dan mengimplementasikan advance digital banking,” papar dia.

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Retno Ponco Windarti pun mengungkapkan, bahwa dampak dari kebocoran data cukup fatal dan harus dibereskan secepat mungkin.

“Kita memberikan waktu maksimal 1 jam dari kejadian harus lapor. Lalu, kita lakukan pembahasan, audit untuk mencari apa penyebab sebenarnya,” jelasnya.

Selain itu, ia menegaskan, pihaknya juga akan memberikan sanksi pada Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP), yang teledor dalam melakukan kewajibannya.

Dari sisi industri perbankan, Bank DKI selaku Bank Daerah memiliki langkah-langkah untuk menangkal serangan siber salah satunya dengan pendekatan IT Security Cyber Architecture.

Direktur Teknologi dan Operasional Bank DKI, Amirul Wicaksono mengatakan, dengan langkah tersebut, sejauh ini Bank DKI masih aman dari risiko serangan siber karena, bank memiliki regulasi yang ketat.

Baca juga : Komisi IV Nanya Penerimaan Negara Dari Sektor Kehutanan

“Di bank ada regulasinya, seperti Peraturan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi (MRTI). Dari OJK juga selalu mengaudit fungsi mitigasi risiko dan fungsi untuk menangkal serangan siber,” katanya.

Ia menambahkan, Bank DKI sudah mempunyai produk-produk digital, seperti mobile banking, kartu uang elektronik, server based, serta Mobile Point of Sale (MPOS) yang bertujuan untuk mendigitalisasi masyarakat menengah ke bawah.

Sementara, CIMB Niaga Finance sebagai perusahaan pembiayaan telah menerapkan dua hal untuk memitigasi risiko cyber crime.

“Terkait cyber crime, bagaimana bisa kita mitigasi, pertama di CIMB Niaga Finance kita membentuk satu divisi yang fokus terhadap IT security yang ada bagiannya sendiri,” jelas Presiden Direktur CIMB Niaga Finance Ristiawan Suherman.

Ke depannya, ia mengungkapkan jika CIMB Niaga Finance sudah siap menjadi sebuah multifinance digital, yang tentunya dengan persetujuan OJK.

"Karena infrastruktur kita sudah siap, kita sudah punya digital customer service, penjualan unit kita bisa dilakukan secar online, kredit assesment secara online, BPKB sudah kira sentralisasi di Jakarta,” ungkap dia.

Di sisi lain, Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC menghimbau Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP) perlu semakin hati-hati.

Baca juga : Menkominfo: Presidensi G20 Perkuat Agenda Transformasi Digital

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha mengatakan, pihaknya turut berpartisipasi dalam penyusunan RUU Perlindungan Data Pribadi dan menjelaskan konsekuensi bagi para pelanggarnya.

“Hati-hati, nanti kalau sudah diundangkan, ada ancaman hukuman badan dan ancaman denda, perdata dan pidana kalau ternyata terjadi kebocoran data di platform yang anda miliki,” ucap Pratama.

Ia mengungkapkan, aturan ini akan menyasar setiap penyelenggaran pembayaran sistem elektronik baik pemerintah maupun swasta tanpa pandang bulu. Dengan demikian, keamanan data nasabah akan semakin meningkat nantinya.

Saat ini, Pratama mengakui memang belum ada aturan yang menghukum kasus kebocoran data PJP dan PIP. Ia menilai, selama aturan ini masih dikaji, setiap institusi jasa keuangan harus hati-hati dan tetap mengutamakan keamanan data digital di platformnya masing-masing. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.