Dark/Light Mode

Ahli ITB Sarankan Ada Kajian RIA Dampak Regulasi Pelabelan Pangan

Minggu, 23 Januari 2022 17:37 WIB
Pelabelan BPA/Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Pelabelan BPA/Ilustrasi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ahli teknologi pangan dan ahli polimer menyarankan perlunya kajian Regulatory Impact Assessment (RIA), termasuk di dalamnya analisis mendalam terhadap dampak ekonomi dan sosial yang disebabkan sebelum Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan kebijakan pelabelan Bisphenol A (BPA) terhadap galon Polikarbonat (PC). Pelabelan ini juga diminta tidak bersifat diskriminatif.

Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dedi Fardiaz menyarankan, label bebas dari zat kontak pangan tidak hanya berlaku untuk kemasan berbahan PC yang mengandung BPA, tapi juga produk lainnya. Seperti melamin perlengkapan makan dan minum, kemasan pangan plastik polistirene (PS), kemasan pangan timbal (Pb), Kadmium (Cd), Kromium VI (Cr VI), merkuri (Hg), kemasan pangan Polivinil Klorida (PVC) dari senyawa Ftalat, kemasan pangan Polyethylene terephthalate (PET), serta kemasan pangan kertas dan karton dari senyawa Ftalat.

"Tentang migrasi dari zat kontak pangan ke produk pangan sudah diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Di sana semua jelas sekali dipaparkan,” ujar Dedi.

Baca juga : Apresiasi Nakes, BNI Salurkan Bantuan Untuk Ratusan Perawat Dan Bidan.

Karenanya, ia menyarankan agar pengujian laboratorium tidak berlaku pada kemasan pangan berbahan PC saja, tapi semua jenis kemasan pangan yang mengandung unsur zat kontak pangan seperti yang diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019. Kemudian laboratorium yang mengujinya juga harus laboratorium yang terakreditasi, bukan laboratorium pemerintah saja. 

Menurutnya, tujuan mengatur standar keamanan pangan, selain untuk melindungi kesehatan konsumen, juga memfasilitasi perdagangan yang adil dan jujur. “Tujuan label adalah menginformasikan kepada konsumen, apa yang terdapat di dalam. Bukan apa yang tidak ada,” jelas Dedi. 

Pakar kimia dan ahli polimer dari ITB Ahmad Zainal menyampaikan, pelabelan mengandung BPA terhadap kemasan pangan berbahan PC sebenarnya tidak diperlukan. Sebab, sudah ada jaminan dari BPOM dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bahwa produk-produk air kemasan galon PC aman untuk digunakan.

Baca juga : Dubes Imam Sampaikan Capaian KBRI Caracas Selama 2021

Berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan BPOM, terbukti migrasi BPA dalam galon masih dalam batas aman atau jauh di bawah ambang batas aman yang sudah ditetapkan BPOM. Produk-produk itu juga sudah berlabel SNI dan ada nomor HS yang menandakan bahwa produk itu aman. Bahkan, kata Zainal, Kominfo juga sudah menyatakan bahwa isu BPA berbahaya pada galon itu hoaks.

Hal senada juga diutarakan anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Hermawan Seftiono. Pakar pangan dari Universitas Trilogi ini mengutarakan, semua produk pangan yang sudah memiliki ijin edar itu sebenarnya sudah memiliki label pada kemasannya.

“Semua produk yang sudah diedarkan itu sebenarnya sudah memiliki label dan sudah teruji keamanan pangannya, termasuk produk air minum dalam kemasan. Jadi, menurut saya sebenarnya tidak perlu lagi pelabelan lainnya,” ucapnya. [SAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.