Dark/Light Mode

DMO-DPO Bikin Harga TBS Rontok, Petani Sawit Teriak

Sabtu, 29 Januari 2022 14:12 WIB
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung. (Foto: ist)
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemberlakukan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) Crude Palm Oil (CPO) untuk menurunkan harga minyak goreng malah bikin harga Tandan Buah Segar (TBS) Petani Sawit rontok. Mengetahui, hal itu petani sawit pun teriak.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan, sejak awal Apkasindo sudah menyampaikan usul dan syarat soal DMO dan DPO. Jika syarat tersebut terpenuhi maka kami mendukung kebijakan pemerintah tersebut.

“Kami sudah wanti-wanti resiko dan syarat yang harus terpenuhi untuk antisipasi kegaduhan, karena memang sangat rentan,” ujarnya kepada RM.id, Sabtu (29/1).

Misalnya soal harga DPO sebesar Rp 9.300. Menurut dia, harga tersebut jangan menjadi patokan pembelian harga TBS petani. Faktanya semua Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sudah menggunakan itu sebagai rujukan.

Baca juga : Joe Biden Calonkan Wanita Muslim Jadi Hakim Federal

“Maka rontoklah harga TBS kami petani sawit sejak Jumat (28/1), karena teorinya seperti itu, nendang ke bawah,” keluhnya.

Karena itu, Gulat meminta, Satgas Pangan Kemenko Perekonomian segera turun gunung. Ini sangat terkait dengan kenyamanan investasi dan stabilitas ekonomi. Menurut dia, Presiden Jokowi sudah dengan tegas mengatakan bahwa kebijakan harus pro rakyat. 

“Pembatasan ekspor sangat baik dalam menjaga stock dan hilirisasi dalam negeri, namun juga harus cermat melihat kondisi dunia,” ujarnya.

Menurut dia, sebenarnya Bea Keluar (BK) dan Pungutan Ekspor (PE) yang tinggi sudah mewakili pembatasan tersebut. Kata dia, saat ini yang perlu dicatat bahwa ekspor CPO juga sangat kecil. Tidak lebih dari 14 persen, dimana 3 tahun yang lalu berkisar 60-80 persen.

Baca juga : Lazada Ajak UMKM Toko Bibit Infarm Tangkap Peluang Saat Pandemi

Meskipun kecil, jika sama sekali di tutup ekspor CPO juga akan membuat tanki timbun CPO full. Hal ini akan berdampak juga ke petani sawit karena PKS akan mengurangi kapasitas produksinya.

Menjaga stabilitas harga minyak goreng tersebut cukup dengan menjaga kebutuhan masyarakat menengah ke bawah. Sedangkan yang kelas ekonomi ke atas tidak usah. “Masak semua kelas minyak goreng disama ratakan, ya babak belurlah Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan TBS petani sawit jadi sasaran,” ujarnya. 

“Sama seperti bensin premium, pertalite dan pertamax, semua itu ada konsumennya. Kan gak mungkin Mercy pakai premium atau pertalite? Kan harga pertamax lebih mahal gak ada yang protes,” tambahnya.

Menurut dia, DMO tidak perlu sampai 20 persen. Untuk kebutuhan masyarakat ekonomi menengah cukup dikisaran 7-10 persen. Sehingga bebannya tidak terlampau berat.

Baca juga : Kenaikan Harga Pupuk Bebani Petani Sawit

Dia juga mengamati bahwa Kementerian Pertanian sama sekali tidak dilibatkan dalam rancangan dan resiko regulasi DMO dan DPO ini. Indikasi ini jelas dari keterangan yang Apkasindo tanyakan kebeberpa Kadis Perkebunan Provinsi, bahwa mereka juga kebingungan saat akan rapat penetapan harga TBS hari Senin (31/1) karena belum ada arahan dari Kementerian Pertanian.

"Kisruh ini sudah semakin menyadarkan kami untuk segera memasuki lini industri CPO dan minyak goreng. Sangat rentan posisi kami sebagai petani jika hanya berada disektor hulu. Pemerintah harus membantu kami menuju ke hilir, atau hal seperti ini akan menjadi langganan," tutup Gulat. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.