Dark/Light Mode

Kisah Perempuan Hebat Pilot Helikopter Pembom Air APP Sinar Mas

Rabu, 9 Maret 2022 20:42 WIB
Pilot perempuan helikopter pembom air APP Sinar Mas. (Foto: Ist)
Pilot perempuan helikopter pembom air APP Sinar Mas. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Tak banyak yang mendapatkan kesempatan menjadi pilot, apalagi pilot helikopter waterbombing yang tugasnya melakukan pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Kesempatan emas itu nyatanya menghampiri tiga perempuan tangguh yakni Velyn Angelica (22), Jeanette Febrina (34) dan Indria Pujiastuti (34). Hal tersebut mereka ceritakan saat menjadi pembicara pada acara talkshow live Instagram yang diselenggarakan APPStoryID. Ketiganya rela melepaskan embel-embel perempuan untuk tetap profesional dalam bekerja.

Indri salah satunya. Polwan yang sempat berdinas di Polres Metro Jaya ini sebenarnya sudah mengecap karir yang baik saat terpilih menjadi pramugrasi VIP Polri. Namun, keinginannya untuk menjadi pilot tak terbendung lantaran menilai menjadi pilot itu jauh lebih menantang dibandingkan sekadar awak kabin.

Setelah diberikan kesempatan untuk menjadi pramugari di maskapai penerbangan swasta, Indri pun mulai mengejar mimpinya itu. Berbekal pundi-pundi uang hasil kerja kerasnya sebagai pramugari, ia pun mengenyam sekolah penerbangan pada 2013.

Baca juga : Dukung Pendidikan Perempuan, Glow & Lovely Gelar Program Beasiswa

Kini, ibu satu putra itu bergabung dengan APP Sinar Mas untuk mengamankan daerah-daerah yang rawan karhutla seperti di Kalimantan dan Sumatera. “Saya ingat, saat jadi awak kabin sering pura-pura merasa menjadi pilot seperti announce (umumkan) sendiri ke penumpang bahwa saya pilotnya, ternyata ini kesampaian,” kata Indri.

Lain pula halnya dengan Jeanette Febrina (34). Jika Indri memiliki latar belakang sebagai polwan, Jeanette merupakan mantan pramugari Garuda Indonesia. Selama beberapa tahun sebagai awak kabin, ternyata membuat perempuan berkulit sawo matang ini merasa perlu menapaki karir yang lain. Pilihan pun jatuh pada profesi pilot, yang menurutnya sangat menantang.

“Sebenarnya saya yakin saja, yang tidak mungkin itu bisa saja terjadi asal mau berusaha. Tak ada yang menyangka saya bisa jadi pramugari di Garuda karena kulit saya gelap, tapi saya bisa,” kata mahasiswa jurusan Manajemen Transportasi Universitas Trisakti ini.

Kisah lebih unik lagi justru diungkapkan Velyn Angelica (22). Pilihannya menjadi pilot ini tergolong nekat, hanya karena ingin cepat bekerja dan cepat mandiri. Gadis asal Pontianak, Kalimantan Barat ini selepas lulus SMA, berangkat seorang diri ke Jakarta untuk melamar menjadi siswa di Sekolah Penerbangan Ganesa Dirgantara. Selama proses itu, ia sama sekali tak didampingi keluarga hingga menyelesaikan studi selama 1 tahun empat bulan di saat usia masih sangat belia. Namun, baginya dukungan orangtua sangat luar biasa karena harus mengeluarkan biaya pendidikan hingga Rp 1 miliar.

Baca juga : Apa Yang Salah? (2)

Berselang satu tahun, ia mendapatkan tawaran menerbangkan helikopter waterbombing oleh APP Sinar Mas sehingga harus mengeyam pendidikan lanjutan selama enam bulan lagi. “Saya pikir waktu itu, enak ya jadi pilot. Keren. Tapi setelah dijalani tidak mudah juga,” kata dia.

Helikopter Waterbombing

Menerbangkan helikopter pembom air, tak bisa dikatakan mudah. Apalagi, ketiganya memiliki basic sebagai pilot pesawat bersayap tetap (fixed wing). Tapi tuntutan tugas membuat para perempuan tangguh ini harus bekerja keras untuk mempelajari teknik menerbangkan pesawat jenis baling-baling (helikopter).

Kepiawaian menjadi keharusan karena saat bertugas, helikopter itu bukan hanya membawa ribuan liter air tapi juga personel Tim Reaksi Cepat. Terkadang, pilot dituntut untuk menurunkan personel TRC di titik lokasi tertentu yang berdekatan dengan titik api (hotspot).

Baca juga : Apa Yang Salah? (1)

“Saya sempat di fixed wing ikut private lesson, tapi waktu dikonversi ke helikopter benar-benar sulit. Setiap pulang training nangis. Harus diapakan heli ini,” kata Indri.

Senada dengan Indri, dua rekannya Jeanette dan Velyn juga merasakan hal yang sama. Bahkan Jeanette sempat sebal karena helikopter memiliki karakter yang sangat berbeda dengan pesawat fixed wing.

Namun, beragam rintangan itu dapat dilalui karena keteguhan hati untuk bekerja secara profesional sebagai pilot. Dengan helikopter, ketiganya melakukan patroli udara untuk memantau lokasi-lokasi yang rawan mengalami karhutla. Terkadang, mereka terpaksa melakukan pendaratan di sekitar titik api untuk menurunkan personel Tim Reaksi Cepat (TRC). [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.