Dark/Light Mode

DMO Migor Naik Jadi 30 Persen, Pengusaha Protes

Jumat, 11 Maret 2022 22:20 WIB
Direktur Eksekutif Gimni, Sahat Sinaga. (Foto: Antara)
Direktur Eksekutif Gimni, Sahat Sinaga. (Foto: Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - Gabungan Industri Minyak Nabati (GIMNI) menolak kebijakan pemerintah yang menaikkan Domestic Market Obligation (DMO) produk minyak goreng menjadi 30 persen dari sebelumnya 20 persen. Kebijakan itu akan mengancam industri sawit.

"Kami keberatan dengan DMO di 30 persen, karena sebagaimana disampaikan bahwa pasokan dari hasil DMO sebelumnya sudah melimpah," kata Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga saat diskusi "Kemana Minyak Goreng Sawit DMO Mengalir”, Jumat (11/3).

Sahat mengaku bingung mengenai kebijakan pemerintah menaikkan DMO. Pasalnya, pemerintah sendiri sudah mengklaim berhasil mengumpulkan 415 Kiloliter minyak goreng dari kebijakan DMO sebelumnya. Sedangkan di Indonesia sendiri, masyarakatnya hanya membutuhkan 330 Kiloliter minyak goreng.

Baca juga : DMO CPO Naik 30 Persen, Pemerintah Perkuat Pasokan Bahan Baku Migor

Kata Sahat, kebijakan itu akan mempersulit eksportir, bahkan bisa membuat aktivitas ekspor macet. Sahat menyampaikan dengan perlakuan ini seolah-olah eksportir itu warga negara kelas nomor lima. Padahal mereka turut menyumbang devisa dan membayar pajak.

"Mereka sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan devisa, membayar pajak, dan lain-lain," tambah Sahat. "Dengan DMO 30 persen, membuat ada 48 persen tambahan margin yang harus dicari, dan itu tidak mudah,"  tambah Sahat.

Menurutnya, kelangkaan minyak goreng di pasaran bukan soal pasokan, tapi karena adanya alur distribusi yang perlu diperbaiki.

Baca juga : Amartha Siapkan Modal Untuk 1 Juta Mitra Perempuan Pengusaha Mikro Di Desa

Sahat juga mengatakan, dugaan terkait adanya penyelundupan minyak sawit hasil DMO tidak mungkin terjadi. Sistem pengawasan bea cukai juga dinilai sudah sangat ketat sehingga kebocoran minyak DMO untuk pasar dalam negeri pun tak mungkin dapat diekspor secara ilegal.

"Kami yakin tidak ada penyelundupan itu. Itu hanya sinyalemen, tapi dengan sistem Bea Cukai yang demikian ketat tidak mungkin ini terjadi," kata Sahat.

Sahat mengatakan, para produsen sekaligus eksportir CPO bahkan sempat kebingungan untuk mencari saluran pemasaran sawit demi memenuhi kewajiban DMO. Pasalnya, mayoritas industri minyak goreng tidak terhubung dengan produsen CPO di level hulu.

Baca juga : PSI Mengecewakan

Hal itu pun sempat berdampak pada rendahnya kinerja ekspor karena eksportir tak akan memperoleh persetujuan ekspor jika belum menjalankan DMO. "Hanya eksportir-eksportir yang berkaitan dengan pasar domestik (minyak goreng) saja yang bisa jalan lancar," kata dia. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.