Dark/Light Mode

Soal Anjloknya Harga Ayam

Peternak Menjerit, Tim Investigasi Jalan Di Tempat

Senin, 1 Juli 2019 06:01 WIB
Ilustrasi peternak ayam
Ilustrasi peternak ayam

RM.id  Rakyat Merdeka - Tim monitoring dan investigasi mulai bekerja mencari penyebab besarnya disparitas harga ayam hidup (livebird) di tingkat produsen dan daging ayam di konsumen di daerah. 

Tim diterjunkan di tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. “Tim menyikapi harga livebird pada Jumat, 28 Juni 2019, dimulai pelaksanaan pengurangan DOC FS (day old chicken final stock) melalui penarikan telur tertunas umur 19 hari pada hatchery, di 3 perusahaan pembibitan PS ayam ras broiler di Jawa Tengah,” ujar Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Kementan, Sugiono dalam keterangan tertulisnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin. 

Adapun 3 perusahaan dimaksud yaitu PT Charoen Phokphand Indonesia, PT Japfa Comfeed Indonesia, dan PT Sumber Unggas Jaya. 

Sugiono menjelaskan, tim ini langsung turun ke lapangan setelah mendapatkan Surat Perintah Tugas Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan No. 26030/ TU.040/F/06 2019 tanggal 26 Juni 2019, untuk menyikapi terpuruknya harga livebird dengan menugaskan tim monitoring dan investigasi. 

“Kegiatan ini akan dilakukan selama 2 minggu pada 26 perusahaan pembibit PS yang mendistribusikan DOC FS ke Provinsi Jawa Tengah” ujarnya. 

Baca juga : Peternak Menjerit, Biaya Pakan Lebih Mahal Dari Harga Jualnya

Sebagai bentuk transparansi, proses penarikan telur tertunas dilakukan pengawasan silang (cross monitoring) antar perusahaan, yang mana setiap perusaan akan diawasi oleh 2 perusahaan lain. 

Pengawasan ini juga melibatkan unsur Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi/kabupaten/kota, Satgas Pangan, GPPU, GOPAN, PPUN, dan PINSAR. 

“Rata-rata distribusi DOC FS ke Provinsi Jawa Tengah setiap bulannya sebanyak 42,79 juta ekor. Dari kegiatan ini akan terjadi pengurangan DOC FS ke Jawa Tengah sekitar 6,85 juta ekor dalam 2 minggu, atau 3,43 juta ekor per minggunya,” ungkapnya

Langkah kedua yang dilakukan untuk mendongkrak harga livebird menuju harga acuan Kemendag adalah melalui afkir ayam ras pedaging (Broiler) yang berumur di atas 68 minggu, sesuai Permentan No. 40 tahun 2011 tentang Pedoman Pembibitan Ayam Ras yang Baik, yang dipertegas dengan Surat Edaran Dirjen PKH Nomor 6878/SE/ TU. 020/06/2019 tentang Afkir PS Ayam Ras Pedaging (Broiler) dan Peningkatan Kapasitas Pemotongan livebird pada 2019. 

Untuk efektivitas pelaksanaan afkir ayam ras broiler dimaksud, akan dilakukan pengawasan pemotongan livebird ayam ras broiler dalam 2 shift per hari, sesuai kapasitas per-jam di Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Integrator di Pulau Jawa. Setelah itu, lanjutnya, dilakukan pengawasan penyimpanan produk karkas hasil pemotongan livebird ayam ras broiler yang disimpan di cold storage, sesuai jumlah pemotongan per hari setelah dikurangi distribusi, dan evaluasi pelaksanaan afkir ayam ras broiler akan dilaksanakan satu minggu setelah 9 Juli 2019. 

Baca juga : Ada Honor Tambahan Untuk Menteri Lukman, Saat Isi Materi di Jatim

“Apabila hasil evaluasi harga livebird ayam ras broiler di farm gate belum sesuai dengan harga acuan Kemendag (Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2018 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Perjualan di Tingkat Konsumen), maka akan dilakukan afkir ayam ras broiler yang berumur 60 minggu serta dievaluasi setiap bulan” jelasnya. 

Peternak Di Ujung Tanduk

Sejumlah peternak kecil menutup usahanya seiring dengan jatuhnya harga ayam di tingkat peternak. Anggota Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN) Guntur Rotua mengatakan, bila ada peternak kecil yang masih bertahan, usahanya tertolong oleh perpanjangan utang yang jatuh tempo. 

“Misal, seharusnya bayar 60 hari, jadi 100 hari. Artinya peternak yang masih menjalankan bisnis, itu sebenarnya sudah kehabisan nafas,” katanya. 

Menurutnya, jatuhnya harga ayam kerap terjadi setiap tahun. Hal ini berdampak pada penurunan jumlah peternak dibandingkan 2017 lalu. Salah satunya, jumlah peternak tingkat menengah sempat berjumlah 150 peternak pada 2017. Namun saat ini, jumlah peternak di Bogor, hanya mencapai 30 peternak. 

Baca juga : Menkeu Pede Investasi Kuartal Dua Menguat

Selain itu, ia juga menyebutkan sejumlah perusahaan non integrator di Jawa Tengah juga telah menjual ayam berusia 14 hari. Ini dilakukan untuk mengurangi kerugian yang dialami perusahaan. Sementara itu, sejumlah pemilik usaha ayam juga diperkirakan sudah memutuskan hubungan dengan pekerjanya guna menekan kerugian.“Beberapa tenaga kerja saat ini jadi pengangguran,” ujarnya. 

Guntur memperkirakan, penutupan usaha juga dapat terjadi pada peternak mandiri besar bila masalah anjloknya harga ayam tak ditangani. Bahkan berdasarkan prediksinya, hal tersebut dapat terjadi pada tahun ini. [KPJ]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.