Dark/Light Mode

Ini Omongan Luhut, Silakan Kalau Mau Bantah

Orang Gila Yang Bilang NKRI Seperti Sri Lanka

Minggu, 17 Juli 2022 07:44 WIB
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (Foto: Kemenko Marves)
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (Foto: Kemenko Marves)

 Sebelumnya 
Sebelumnya, sejumlah kalangan menyebut kondisi yang terjadi di Sri Lanka bisa juga terjadi di Indonesia. Salah satunya disampaikan pengamat politik Rocky Gerung. Mantan dosen di Universitas Indonesia ini menyampaikan, ada sejumlah faktor yang mendukung analisanya. Seperti pembangunan infrastruktur semacam pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang akan bikin ekonomi oleng. Menurut dia, gara-gara pembangunan infrastruktur ini, APBN selalu terkuras.

Ia lalu menyoroti soal kredit rumah yang tinggi sehingga orang makin susah beli rumah, dan harga kebutuhan pokok seperti bawang, cabe, dan ayam yang terus merangkak naik. Dengan kondisi ini, Gerung memprediksi, peristiwa yang terjadi di Sri Lanka akan berlangsung di Indonesia.

"Ini bukan provokasi. Memang ilmunya begitu, teorinya begitu, kejadiannya akan begitu," kata Rocky.

Baca juga : Kalau Mau Menang, PDIP Jangan Sendirian

Politisi Partai Ummat MS Kaban menyampaikan hal serupa. Ia menyoroti kenaikan harga BBM untuk jenis Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex. Menurut dia, kenaikan harga BBM untuk orang kaya ini, akan bikin rakyat susah. Ia lalu menyoroti petani sawit yang kesusahan karena harga tandan buah segar (TBS) anjlok. Dari situ, Kaban lalu menyinggung kondisi di Sri Lanka yang gara-gara krisis, menyebabkan amarah rakyat meluap dengan menguasai Istana Presiden.

Namun, padangan Gerung dan Kaban dipatahkan pakar ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Miguel Angel Esquivias Padilla. Dia menilai, kondisi Indonesia jauh beda dengan Sri Lanka. Krisis ekonomi di Sri Lanka disebabkan kombinasi beberapa faktor yaitu ekonomi, politik, dan sosial. Kombinasi faktor tersebut diperparah dengan tekanan kondisi Covid-19 serta ekses perang Rusia dan Ukraina.

"Dari dulu memang perekonomian Sri Lanka sudah memiliki beberapa kelemahan, yaitu punya utang yang cukup besar," kata  Miguel, kemarin.

Baca juga : KPK Siap Kalau Mardani Maming Ajukan Praperadilan

Pada 2005, lanjut Miguel, Sri Lanka sudah mengalami defisit yang bertambah dari tahun ke tahun. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, sepanjang 2005 hingga 2021, Sri Lanka mengalami 6 kali negatif. Sri Lanka juga mengalami transformasi dalam perekonomian manufaktur perindustrian yang menurun.

Kondisi itu diperparah dengan pandemi yang berdampak pada penerimaan valuta asing. Hampir 10 persen dari perekonomian Sri Lanka tergantung pada penerimaan uang dari luar negeri atau penerimaan dari aspek jasa pariwisata.

Sementara, perekonomian di Indonesia mengalami pertumbuhan selama 22 tahun secara berturut-turut. Nilai tambah dari perekonomian Indonesia juga jauh lebih solid dibandingkan dengan Sri Lanka. "Industri juga lebih berkembang dari aspek stabilitas masyarakat, aspek makro ekonomi, dan aspek politik," terangnya.

Baca juga : Kang Emil: Jasad Eril Wangi Seperti Daun Eucalyptus

Selain itu, kata dia, utang Indonesia saat ini masih dalam kondisi sangat aman. Indonesia memang membutuhkan dana tersebut untuk bisa membiayai proyek pertumbuhan dan proyek untuk masyarakat.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.