Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pemerintah Diminta Jaga Harga Minyak Kelapa Sawit

Senin, 5 September 2022 15:43 WIB
Diskusi Gensaw Corner Eps. 4 yang diselenggarakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Senin (5/9). (Foto: Istimewa)
Diskusi Gensaw Corner Eps. 4 yang diselenggarakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Senin (5/9). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Minyak kelapa sawit alias Crude Palm Oil (CPO) memiliki peran sangat krusial untuk berbagai kebutuhan industri di Indonesia. Sebab itu menjaga harganya menjadi suatu keharusan.

Sampai saat ini CPO sangat dibutuhkan berbagai industri sebagai bahan baku produk pangan, oleokimia, dan bahan bakar nabati. Harga CPO domestik perlu dibuat untuk stabil.

Kepala Bagian Bursa dan Pengembangan Bisnis PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) Andrial Saputra mengatakan, pergerakan harga CPO ini turut berdampak pada pergerakan harga tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani.

"Naik turunnya harga CPO berlangsung harian. Cukup banyak faktor-faktor yang mempengaruhi harga CPO, terutama dari fundamental yang terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal," katanya dalam diskusi Gensaw Corner Eps. 4 yang diselenggarakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Senin (5/9).

Dalam diskusi bertajuk, Apa yang Mempengaruhi Harga CPO ini Andrial Saputra menjelaskan, penetapan harga komoditas di Indonesia, termasuk CPO yakni dengan menggunakan beberapa pendekatan utama.

Pendekatan itu di antaranya supply and demand approach; market approach; dan cost oriented approach. Data PT KPBN mencatat bahwa pergerakan harga CPO sepanjang 2019 hingga akhir 2021 cukup solid berada di tren penguatan, dengan harga agregat tiap tahun mengalami kenaikan yang cukup solid.

Baca juga : Sebelum Harga BBM Naik, Kepuasan Ke Jokowi 72%

Tren strong bullish CPO pada 2021, dijelaskan Andrial Saputra disebabkan, potensi produksi global yang melambat akibat kekurangan tenaga kerja di Malaysia.

Kondisi ekspor yang masih solid akibat beberapa negara melonggarkan kebijakan lockdown, kebijakan pemerintah India yang memotong pajak impor CPO, dorongan persaingan harga minyak kedelai, serta adanya prediksi dari para ahli bullish dunia terkait pergerakan harga CPO yang positif hingga 2022.

Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment INDEF Ahmad Heri Firdaus mengatakan, produk turunan minyak sawit merupakan produk turunan minyak nabati yang paling banyak diminati masyakarat dunia. Bahkan jumlahnya mencapai 33 persen terhadap produk minyak nabati dunia.

"Bagi negara-negara kompetitor penghasil minyak nabati di dunia, mereka juga ingin mengunggulkan produk minyak nabati yang terbuat dari sawit sehingga muncullah adanya perang harga, negative campaign," tutur Ahmad.

Padahal kenyataannya, banyak industri makanan di Uni Eropa menggunakan minyak sawit sebagai ingredients.

Dikatakan Ahmad Heri Firdaus, kendati Indonesia merupakan produsen dan eksportir terbesar minyak sawit di dunia, namun banyak mekanisme dan faktor yang menyebabkan Indonesia masih belum bisa menentukan harga CPO dunia.

Baca juga : Keputusan Sulit Demi Masyarakat Terbawah

Faktor yang dimaksud di antaranya adanya ketidakpastian pasar bursa, supply dan demand. Lalu dipengaruhi kebijakan pemerintah, serta lebih banyaknya permintaan CPO dari luar negeri dibandingkan konsumsi domestik. Kondisi itu mempengaruhi harga CPO Indonesia.

"Supaya kedepannya Indonesia bisa lebih mengendalikan harga sawit maka kita yang men-create demand nya," ucap dia.

Salah satu cara untuk kendalikan harga dengan memperluas potensi hilirisasi minyak sawit. Meskipun dari 2011 hingga saat ini hilirisasi sawit sudah cukup banyak, tapi masih bisa diperbanyak lagi.

Sementara itu, Sekretaris Eksekutif PASPI, Risnayanti Ulfa Aulia menyampaikan, harga tandan buah sawit (TBS) di tingkat petani juga dipengaruhi oleh harga CPO domestik dan harga CPO global.

"Adanya fluktuasi harga CPO domestik dan CPO global langsung ditransmisikan terhadap harga TBS sawit," katanya.

Formulasi harga TBS petani sawit mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun.

Baca juga : Pelaku Usaha Minta Pemerintah Antisipasi Dampak Kenaikan Harga BBM

Penetapan harga referensi di tingkat pabrik kelapa sawit (PKS) dilakukan oleh Tim Penetapan Harga TBS di Tingkat Provinsi yang terdiri dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Dinas Terkait, Perusahaan Perkebunan, Perwakilan Petani, dan instansi terkait lainnya yang diterbitkan melalui Peraturan Gubernur sehingga harga di tiap provinsi akan berbeda-beda.

Dijelaskan Risnayanti Ulfa Aulia, terdapat enam faktor yang mempengaruhi pergerakan harga TBS yaitu harga CPO dunia, kebijakan perdagangan yang ditetapkan Pemerintah Indonesia, rendemen minyak yang direfleksikan umur tanaman, biaya transportasi dari kebun ke PKS, rantai pasok (direct/indirect), dan mutu/kualitas TBS.

Hal ini juga turut mempengaruhi terjadinya perbedaan harga TBS yang diterima oleh petani plasma dan petani swadaya. Gelaran Talkshow Sawit Gensaw Corner Eps. 4 ini diselenggarakan BPDPKS berkolaborasi dengan komunitas GenerasiSawit.id.

Kegiatan yang digelar sejak Jumat (26/8) itu dipandu oleh host Chacha Annisa ini dilakukan secara hybrid yang dihadiri kurang lebih 100 orang peserta baik online maupun offline. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.