Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Cegah Inflasi, Jangan Telat Buka Keran Impor Bawang Putih

Kamis, 8 September 2022 17:38 WIB
Bawang putih impor. (Foto: Istimewa)
Bawang putih impor. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pasca kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) harga sejumlah bahan pokok mengalami kenaikan. Berdasarkan tabel harga Bappenas dan Kementerian Perdagangan (Kemendag), dalam seminggu belakangan harga bawang putih juga cenderung naik.

Sedangkan, data BPS secara periodik mencatat bahwa bawang putih salah satu penyumbang signifikan untuk angka inflasi.

Untuk itu, sejumlah pengamat dan akademisi mengingatkan agar Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan proaktif membuka keran impor bawang putih dan komiditas hortikultura lain, guna mencegah bertambahnya angka inflasi.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas memprediksi jika Pemerintah terlambat mengeluarkan izin impor bawang putih, bisa dipastikan harga akan melonjak tinggi. Hal tersebut berkaca pada pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Saat ini, lanjut Andreas, kebutuhan bawang putih di Indonesia sekitar 600 ribu ton per tahun. Sehingga jika Kementerian Perdagangan (Kemendag) menunda impor, hampir dipastikan harga bawang akan bergejolak. 

"Saya amati terus sejak 2017-2019 kalau terlambat impor, pasti harga bisa diatas Rp 60 ribu per kilogam," katanya dalam keterangannya, Kamis (8/9).

Baca juga : Ketua Komisi Informasi Pusat Lakukan Pembinaan di UIN Bandung

Andreas mewanti-wanti agar Kemendag tidak terlambat membuka keran impor bawang putih. Karena, kenaikan harga komoditas holtikultura akan terjadi akibat kenaikan harga BBM. 

Menurut Andreas, besaran kebutuhan bawang putih sudah pasti, sehingga impornya sebenarnya sudah bisa dipastikan. Biasanya harga naik karena stok langka di pasaran. Apalagi, produksi bawang putih di Indonesia sangan rendah, hanya sekitar 10 persen dari kebutuhan, maka sisanya harus ditutup oleh impor.

"Bawang putih itu memang ketergantungan impor hampir 100 persen, kalaupun ada yang lokal, paling hanya bawang lanang di petani di Tawang Mangu, sedangkan hampir semua di pasaran dari impor," jelasnya.

Ia menilai, belakangan impor hortikultura sudah baik, Karenanya, hal tersebut harus dijaga agar tak mengulang kebijakan impor yang lalu, yang kurang baik.

"Karena swasembada itu pasti gagal, wajib tanam tidak menjawab persoalan sesungguhnya dari bawang putih," ujarnya.

Andreas menegaskan, dirinya bukan membela siapapun. Namun jika harga mahal, maka yang dirugikan adalah konsumen. Sebaliknya, citra dan kinerja Kemendag juga menjadi tidak baik, jika terjadi lonjakan harga.

Baca juga : Covid-19 Bakal Terus Bermutasi

Pengamat ekonomi Poltak Hotradero mengatakan, impor bawang putih diperlukan untuk menekan laju inflasi, terutama karena minimnya produksi bawang putih di dalam negeri.

Menurutnya, bawang putih cocok ditanam di tanah kering dan sejuk. Curah hujan penting buat bercocok tanam, tapi kalau terlalu banyak curah hujan, maka zat hara mudah hanyut sementara tanah yang terlalu basah bisa membuat akar mudah busuk.

"Itu sebabnya negara seperti Korea Selatan dan Taiwan bisa menghasilkan bawang putih dalam jumlah sangat besar dibandingkan Indonesia," ujarnya.

Sedangkan, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyebut harusnya ada kebijakan yang terkait dengan impor hortikulutra seperti bawang putih. Menurutnya, jika keran impor tetap ditutup, bisa saja terjadi inflasi yang lebih tinggi. Karena akan ada kelangkaan di pasaran.

"Nanti akan berdampak pada kestabilan pasar. Jadi memang harus ada kebijakan yang fleksibel demi menjaga kebutuhan dalam negeri agar tetap terjaga dan aman," tuturnya.

Artinya, impor untuk mengantisiasi perubahan-perubahan yang ada di dalam negeri seperti gagal panen dan permasalahan lainnya, maka keran impor perlu dibuka. Tapi harus dilihat stok yang ada di dalam negeri, kalau memang menipis maka perlu diantisipasi supaya tidak terjadi kerawanan pangan.

Baca juga : Singo Edan Waswas Main Di Kandang Barito Putera

Soal inflasi dan keterkaitannya dengan stok bahan pangan, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rahman mengungkapkan, sektor energi dan pangan menjadi penyumbang terbesar kenaikan inflasi. Pasca kenaikan harga BBM bersubsidi, diperlukan kebijakan untuk meminimalisir dampak kenaikan tersebut.

Salah satunya, menjaga ketersediaan stok pangan di masyarakat. Ia menekankan, jika inflasi pangan bisa dikendalikan, maka akan berpengaruh pada kenaikan inflasi secara umum.

"Sumber inflasi sampai Agustus 2022 ada di energi dan pangan. September 2022, energi akan naik seiring penyesuaian tarif BBM. Untuk meminimalisir dampak itu, inflasi pangan harus turun," ujarnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.