Dark/Light Mode

BI: Krisis Bank AS Dan Eropa Nggak Goyahkan Perbankan RI

Sabtu, 18 Maret 2023 18:38 WIB
Pelatihan Wartawan Ekonomi Media Massa di Yogakarta, Sabtu (18/3). (Foto: Ist)
Pelatihan Wartawan Ekonomi Media Massa di Yogakarta, Sabtu (18/3). (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Krisis perbankan yang menimpa Amerika Serikat (AS) dengan tutupnya tiga bank: Silicon Valley Bank, Silvergate Bank dan Signature Bank dinilai tidak akan bisa goyahkan perbankan dalam negeri.

Krisis bank sedang melanda AS dan Eropa. Setelah tiga bank di AS tutup, kini menyusul satu bank Eropa tutup. Bank tersebut adalah Bank Credit Suisse. Bank terbesar kedua di Swiss ini ambruk usai pemegang saham mayoritas menolak menyuntikkan lagi modal ke Bank Credit Suisse.

Bahkan krisis Bank Credit Suisse ini menyebar ke saham perbankan Eropa lainnya. Terutama ke bank-bank Prancis dan Jerman. Seperti BNP Paribas, Societe Generale, Commerzbank, dan Deutsche Bank yang sahamnya ikut turun antara 8-10 persen.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter (DKEM) BI, Firman Mochtar memastikan, dampak rambatannya tidak besar ke Indonesia. Kenapa? lantaran eksposur tidak terlalu banyak. Ditambah kekuatan internal perbankan cukup kuat tergambar dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 25,88 persen pada Januari 2023.

Baca juga : PSI Berharap Warga Yogyakarta Maafkan Unggahan RS

Kemudian risiko kredit juga terkendali, tecermin dari rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang rendah 2,59 persen (bruto) dan 0,76 persen (neto) pada Januari 2023. Likuiditas perbankan pada Februari 2023 terjaga didukung oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 8,18 persen (yoy).

“BI tetap akan mencermati dampaknya. Terutama mewaspadai pengaruh ekspetasi yang bisa mempengaruhi kegiatan ekonomi, khususnya di jalur finansial,” ucap Firman dalam Pelatihan Wartawan Ekonomi Media Massa di Yogakarta, Sabtu (18/3).

Firman menegaskan, dalam mengantisipasi hal ini juga, Pemerintah dalam hal ini Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang meliputi BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) langsung memberikan statement.

KSSK juga melakukan studi uji hingga stress test menarik seberapa kuat ketahanan ekonomi dalam negeri dari berbagai indikator, misalnya dari portofolio, liabilitas, aset hingga berbagai indikator makro.

Baca juga : Airlangga Genjot Sektor Perdagangan & Investasi

“Secara umum memang baik, bila kondisi dan keyakinannya baik. Kita memang ingin membangun ekspetasi baik sejak awal. Jika semua panik makan akan bermasalah. Semua menjadi perhatian Pemerintah dalam memitigasi impact secara berlebihan, dan penempatan dana ke negara berkembang termasuk Indonesia. Dari sisi moneter tentu terus mitigasi di pergerakan rupiah maupun pasar valas,” jelasnya.

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA), David Samual mengatakan, saat ini postur neraca perbankan dalam negeri, khususnya di Bank Umum Kategori Usaha (BUKU) IV sangat strong. “CAR perbankan trennya meningkat. Terutama di kaurtal I tahun 2022 di angka 27 persen dengan buffer likuiditas CAR yang juga kuat,” imbuhnya.

Sebelumnya, dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, bangkrutnya SVB dan beberapa bank di AS tak akan berdampak ke perbankan Indonesia. Bahkan, kasus tersebut diprediksi tak bakal terjadi terhadap bank dalam negeri.

Alasannya sambung Perry, karena bank di Indonesia tidak menaruh modal yang berkaitan dengan SVB. Perbankan di Indonesia cenderung memegang SBN model HTM dan sudah bergeser dari SBN AFS. Menurutnya, ini langkah tepat yang jadi faktor kuatnya perbankan Indonesia.

Baca juga : Mentan Gairahkan Start Up Dan Petani Milenial Majukan Pertanian Presisi

“Yang perlu diketahui, ketiga bank-bank yang ada negatif valuasi terhadap SBN sudah membentuk CKPN cadangan untuk negatif valuasi dari SBN-nya. Hal ini membuat tingkat CAR berada di posisi yang tinggi. Artinya, bisa menjadi bantalan yang cukup terhadap risiko kebangkrutan,” jelas Perry.

Ia menegaskan, stabilitas keuangan Indonesia berdaya tahan menghadapi gejolak global ini termasuk dampak dari 3 bank tadi. Justru Perry mengungkap kalau Indonesia masih perlu untuk mewaspadai berbagai dampaknya. Bukan dari dampak langsung, dari persepsi global.

"Persepsi itu jadi penting itu muncul persepsi global dan juga dampak persepsi ini kan investor global negatif kembali, kemudian terjadi outflow di Maret ada tekanan nilai tukar rupiah dan ada persepsi muncul," kata Perry.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.