Dark/Light Mode

Krisis Global Perbankan Di AS & Eropa

OJK Ingatkan Jaga Prinsip Kehati-hatian

Rabu, 29 Maret 2023 06:45 WIB
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae. (Tangkapan Layar/Ist).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae. (Tangkapan Layar/Ist).

 Sebelumnya 
Prediksi kolapsnya sejumlah bank di AS dan Eropa nggak ngefek ke Indonesia berdasarkan berbagai indikator yang menunjuk­kan perbankan Indonesia dalam kondisi yang solid, dengan rata-rata rasio prudensial yang tetap di atas rata-rata perbankan global.

Menurut Dian, pada posisi Jan­uari 2023, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 25,93 persen. Dan seki­tar 85 persen komponen modal masuk dalam klasifikasi modal inti (Tier 1 capital; CET 1).

Sebagai perbandingan, rasio modal inti perbankan Amerika 13,52 persen dan Eropa sebesar 16,13 persen.

“Kinerja likuiditas perbankan Indonesia terjaga dengan baik, antara lain ditunjukkan dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) masing-masing tercatat sebesar 232,22 persen dan 134,58 persen,” kata Dian di Jakarta, kemarin.

Baca juga : Lawan Irlandia, Prancis Menang Tipis

Kondisi likuiditas tersebut juga jauh lebih baik dibandingkan dengan rasio LCR dan NSFR perbankan di Ameri­ka sebesar 120,43 persen dan 123,20 persen. Serta perbankan di Eropa sebesar 152,39 persen dan 120,21 persen.

Sebelumnya, mantan Ketua Dewan Komisioner OJK Wim­boh Santoso juga memastikan kondisi perbankan global Amerika yang sedang diterpa badai gejolak keuangan akibat SVB, tidak akan berdampak pada in­dustri perbankan nasional.

Wimboh memaparkan, belajar dari kasus SVB, meski bukan sebagai bank terbesar di AS juga harus diwaspadai.

Para regulator harus membuat berbagai kebijakan strategis di setiap persoalan. Ini penting agar kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan tidak luntur.

Baca juga : Cegah Narasi Kebencian Di Medsos, BNPT Dorong Masyarakat Hadirkan Narasi Kebangsaan

“Kalau terjadi rush, bank sebesar apapun, sekuat apapun pasti akan menjadi masalah. Karena rush ini masyarakat tak percaya dan mengambil uang­nya,” ujarnya, Senin (20/3).

Dalam pandangannya, Indo­nesia telah berpengalaman dari berbagai krisis sejak 1997-1998, 2008, hingga Covid-19.

Namun, perbankan Indonesia tetap dapat menjaga stabilitas sistem keuangan dan selalu meningkatkan sistem ketahanan melalui berbagai kebijakan. Termasuk Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Menurutnya, dampak SVB dan sejumlah bank lainnya di AS tidak akan mempengaruhi industri perbankan Indonesia. Pasalnya, perbankan Indonesia kuat dari segi permodalan dan likuiditas.

Baca juga : BNPT Ingatkan Pakai Pendekatan Humanis

“Harus kita yakinkan bahwa likuiditas kita aman. Baik dari likuiditas individu maupun dari sistem,” imbuhnya. ■  

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.