Dark/Light Mode

Jubir Kemenkeu: Utang Pemerintah Rp 17.500 Triliun? Bombastis dan Menyesatkan!!

Kamis, 11 Mei 2023 18:12 WIB
Komposisi utang pemerintah Indonesia per 31 Maret 2023, berdasarkan data publikasi APBN KiTa April 2023. (Foto: Twitter @prastow)
Komposisi utang pemerintah Indonesia per 31 Maret 2023, berdasarkan data publikasi APBN KiTa April 2023. (Foto: Twitter @prastow)

RM.id  Rakyat Merdeka - Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yustinus Prastowo meluruskan pemberitaan, yang menyebut total utang pemerintah Indonesia berjumlah Rp 17.500 triliun. Melebihi 100 persen nilai Produk Domestik Brutto (PDB), yang mencapai Rp 15.600 triliun.

"Utang pemerintah sebenarnya sebesar Rp 17.500 triliun? Bombastis dan menyesatkan! Faktanya, jumlah utang pemerintah tidak sebesar itu. Pun masih sesuai dan patuh pada ketentuan peraturan perundang-undangan, serta dikelola dengan baik," kata Yustinus via akun Twitter @prastow, dengan menautkan sebuah link berita online, Kamis (11/5).

Berdasarkan data publikasi APBN KiTa per April 2023, posisi utang pemerintah per 31 Maret 2023 adalah Rp 7.879,07 triliun. Sesuai data resmi yang konsisten dipakai tahun ke tahun, rezim ke rezim.

Apakah utang pemerintah sebesar itu aman?

"Ya, indikatornya adalah rasio utang pemerintah terhadap PDB yang besarnya 39,17 persen. Jauh di bawah batas yang diperkenankan dalam Undang-undang, yang sebesar 60 persen. Karena itu, tidak benar jika dikatakan utang pemerintah lebih dari 100 persen PDB," jelas Yustinus.

Link berita yang ditautkan Yustinus, juga memaparkan kewajiban kontijensi (contingency debt) sebagai komponen perhitungan di luar utang pembiayaan APBN, yang belum dihitung dalam struktur komponen utang pemerintah. Bersama utang dana pensiun.

Baca juga : Kasus Transaksi Mencurigakan Bakal Jadi Terang Benderang

Utang BUMN yang jumlahnya disebut Rp 6.000 triliun, disebut sebagai contingency debt atau utang yang menjadi tanggung jawab negara. Sementara jumlah utang dana pensiun ASN, TNI, dan Polri disebut mencapai Rp 4.500 triliun.

"Kedua item itu, tidak pernah masuk dalam perhitungan neraca keuangan negara. Padahal secara best practices di seluruh dunia, saat menghitung neraca keuangan negara, keduanya masuk dalam hitungan government debt," demikian petikan pemberitaan link tersebut.

"Kalau poin utang pembiayaan untuk APBN, contingency debt, dan utang dana pensiun dihitung semuanya, masuk dalam neraca keuangan negara, maka total utang kita bisa mencapai 7.000+6.000+4.500=17.500 triliun," imbuh berita itu.

Terkait hal ini, Yustinus memberikan klarifikasi. Agar publik tidak terkecoh dan tersesat.

"Kewajiban kontinjensi adalah kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu, dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya suatu atau lebih peristiwa pada masa datang, yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah," terang Yustinus.

Kewajiban kontinjensi tidak disajikan di neraca pemerintah, namun cukup diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan, untuk setiap kontinjensi pada akhir pelaporan. Mengingat kewajibannya baru bersifat potensi, belum tentu akan terjadi/terealisasi.

Baca juga : Erick: Pemerintah Siapkan Rp 32,7 Triliun Untuk Perbaiki Jalan

Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), utang BUMN tidak masuk dalam kategori kewajiban kontinjensi.

Entitas lain seperti BUMN, Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN BH), Pemda, dan BUMD juga tidak termasuk dalam cakupan LKPP.

BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan menurut UU Keuangan Negara.

"Utang BUMN tentu menjadi kewajiban BUMN, bukan kewajiban Pemerintah Pusat, termasuk untuk pembayaran pokok utang dan bunganya," beber Yustinus.

Utang BUMN baru dianggap sebagai kewajiban kontinjensi pemerintah, jika utang ini mendapatkan jaminan oleh pemerintah.

Kewajiban kontinjensi itu, tidak serta merta menjadi utang pemerintah, sepanjang mitigasi risiko default/gagal bayar dijalankan (berdasarkan history, hingga saat ini zero default atas jaminan pemerintah).

Baca juga : Tanoto Foundation Kucurkan Rp 1,9 Triliun Untuk Beasiswa Dan Penanganan Stunting

"Di sisi lain, keuntungan BUMN juga tidak serta merta menjadi penerimaan pemerintah. Hanya jika BUMN membayarkan dividen sejumlah tertentu, penerimaan dividen tersebut diakui sebagai pendapatan (PNBP) oleh pemerintah," urai Yustinus.

Selain itu, persoalan kewajiban pembayaran uang pensiun oleh pemerintah, dapat dijelaskan bahwa pemberian manfaat pensiun dilakukan setiap bulan, sebagai wujud penghargaan dan komitmen pemerintah kepada para pensiunan ASN/TNI/Polri, atas dedikasi dan pengabdian selama bekerja.

Pemerintah terus berupaya memperbaiki sistem pengelolaan pensiun agar lebih baik dan memberikan manfaat yang optimal.

"Tata kelola program pensiun yang baru, akan memperhatikan pembagian tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah, secara adil dan akuntabel," pungkasnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.