Dark/Light Mode

Ekonom: Jangan Tunda Lagi PP Konversi MYB TubanPetro  

Jumat, 6 September 2019 07:14 WIB
Fahmy Radhi (Foto: Istimewa)
Fahmy Radhi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah dipastikan akan menjadi pemegang saham mayoritas PT Tuban Petrochemical Industries (TubanPetro) yakni mencapai 95 persen setelah proses konversi utang Multi Years Bond/MYB menjadi saham tuntas. Saat ini, proses konversi saham terus berjalan. Tinggal menunggu Peraturan Pemerintah (PP). 

Kebijakan konversi ini telah masuk dalam UU APBN 2019. Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Isa Rachmatarwata, usai rapat di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis (22/8) menegaskan, akan sekuat tenaga mematuhi perintah Undang-Undang tersebut. 

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai, proses konversi bisa lebih cepat lagi. Pemerintah pun tak perlu ragu.  “Karena itu, diharapkan proses PP segera dituntaskan, semestinya tidak ada lagi keragu-raguan. Saya berpandangan, potensi TubanPetro harus segera dioptimalkan, utamanya untuk sektor petrokimia, juga optimalisasi aset-aset lain, seperti kilang minyak modern yang dimiliki,” tegas Fahmy.

Baca juga : Yuk, Rajut Lagi Persatuan

Fahmy menjelaskan, jika PP Konversi segera rampung, lalu dilakukan optimalisasi secepatnya, maka aset-aset TubanPetro semakin produktif. Kilang modern yang dimiliki TubanPetro bisa menghasilkan produk petrokimia. Tidak dioperasikan untuk menghasilkan BBM saja. “Sehingga bisa menekan impor petrokimia dalam jumlah besar,” tegas Fahmy. 

Ia menghitung, ada potensi untuk mampu mensubstitusi impor bahan baku kimia aromatic mencapai 2 miliar dolar AS per tahun, jika aset TubanPetro beroperasi penuh, terutama PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), difungsikan secara optimal. Apalagi desain awal memang untuk produk-produk aromatik yang mampu mendukung industri lain. 

Karena itu, kata Fahmy, PP Konversi sebagai basis hukum penambahan saham pemerintah di TubanPetro diharapkan bisa cepat tuntas. Dengan dimiliki pemerintah, maka akan lebih leluasa dalam mengembangkan bisnis dan operasional. Karena, sebagai pemilik mayoritas, pemerintah tidak perlu banyak persetujuan untuk mengambil berbagai langkah strategis. “Sehingga keputusan yang diambil akan lebih cepat, dan bagus bagi TubanPetro” ujarnya.  

Baca juga : Sesalkan Kasus Garuda, KPK: Jangan Ada Lagi Direksi BUMN yang Rugikan Negara

Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemperin, Achmad Sigit Dwiwahjono, menambahkan, TubanPetro memiliki peluang besar untuk turut berkontribusi menekan desifit. Caranya, dengan memaksimalkan semua potensi anak usaha, terutama TPPI. 

Langkah pertama, agar dibuat masterplant integrated petrochemical cluster. Dalam masterplan tersebut direncanakan di TPPI yang merupakan anak usaha TubanPetro dibangun aromatic centre dan olefin  centre. Saat ini, baru terbangun aromatic plant yang menghasilkan benzene toluene dan xylene (BTX), satu-satunya yang dimiliki Indonesia. 

“Rencana strategis Kemenperin terus mendorong agar anak perusahaan TubanPetro yakni TPPI dapat difungsikan memproduksi BTX sesuai dengan desain kapasitasnya. Karena produk-produk tersebut  masih diimpor, sehingga bisa dijadikan substitusi impor untuk menghemat devisa,” ucap Sigit. 

Baca juga : 01 Baik Banget

Ia mengingatkan, jika pengembangan TubanPetro tidak diakselerasi, maka defisit terus berulang. Pasalnya, industri petrokimia hulu-hilir berkontribusi cukup signifikan terhadap defisit neraca perdagangan. Impor terus membengkak, ketika 2018 mencapai 15 miliar dolar AS.

Oleh karena itu, Kemenperin mendorong agar TPPI dioperasikan pada moda BTX yang mempunyai nilai tambah tinggi, dibandingkan hanya untuk mengolah bahan bakar. Upaya lain yang lebih ke hulu, Sigit menambahkan, PT Pertamina bisa lebih meningkatkan investasi untuk menghasilkan naptha maupun condensate sebagai bahan baku untuk aromatic center maupun olefin centre milik TPPI.  

Menurut Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), industri manufaktur dalam negeri membutuhkan lebih dari 2 juta ton bahan baku kimia aromatik. Selama ini Indonesia masih mengimpor bahan baku kimia aromatik karena tidak tersedia di dalam negeri. Sehingga, jika kilang TPPI memproduksi aromatik, maka bisa subtitusi impor senilai 2 miliar dolar AS per tahun. Sehingga turut membantu menyehatkan devisa negara. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.