Dark/Light Mode

Antisipasi Dampak Pemanasan Global

Pelaku Industri Hadirkan Produk Ramah Lingkungan

Minggu, 9 Juli 2023 09:52 WIB
Tata Metal Lestari berinovasi dengan memproduksi Baja Lapis Aluminium Seng BLAS. (Ilustrasi: Tata Metal Lestari)
Tata Metal Lestari berinovasi dengan memproduksi Baja Lapis Aluminium Seng BLAS. (Ilustrasi: Tata Metal Lestari)

 Sebelumnya 
“Solusi atas tantangan tadi adalah pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Tantangan dan solusi ini kemudian harus diimplementasikan di lapangan," ujar Nicodemus dalam keterangannya, Minggu (9/7).

Caranya menurut Nicodemus adalah dengan menerapkan pembangunan infrastruktur berbasis lingkungan dan berkelanjutan pada semua paket-paket pekerjaan PUPR.

Upaya Kementerian PUPR ini tentunya disambut baik oleh Vice President Tatalogam Group, Stephanus Koeswandi. Stephanus menyebut, masalah perubahan iklim dan pemanasan global bukan sekadar masalah pemerintah saja.

Semua elemen masyarakat harus terlibat menjaga keberlangsungan lingkungan, demi generasi yang akan datang.

“Ini bukan tanggungjawab pemerintah saja. Semuanya harus terlibat. Ancaman pemanasan global dan perubahan iklim itu nyata dan sudah bisa dirasakan sekali belakangan ini. Kami mengajak semua elemen masyarakat untuk bergabung dalam menjaga kelestarian lingkungan kita,” terang Stephanus.

Stephanus menambahkan, kolaborasi antara pelaku industri dan saling berbagi informasi adalah penting untuk memetakan emisi yang dilepaskan dalam ekosistem rantai nilai agar dapat merumuskan langkah-langkah berbasis sains untuk mengambil tindakan dekarbonisasi.

Baca juga : Dukung Pelaku Usaha Grosir Dan Supplier, Siklus Luncurkan Produk Ramah Lingkungan

Hal yang sama dilakukan Tatalogam Group bersama Pusat Industri Hijau (PIH), Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Kementerian Perindustrian. Saat ini regulasi pemberlakuan Sertifikasi Standar Industri Hijau (SIH) untuk Baja Lapis Lembaran sedang dalam proses penetapan oleh Menteri Perindustrian.

Tata Metal Lestari berperan aktif dalam perumusan SIH. Stephanus menjelaskan ada 4 pilar Tata Metal Lestasi fokuskan dalam menyusun rumusan SIH ini.

Yang pertama mengenai pembatasan penggunaan energinya. Kedua pelepasan karbon atau Gas Rumah Kaca (GRK). Ketiga bagaimana manajemen limbahnya, dan yang terakhir dan paling penting adalah batasan OEE sebagai indikator peningkatan daya saing industri.

Empat poin ini yang perlu diukur dan dimonitor secara berkelanjutan supaya kita bisa mengurangi efek dari perubahan iklim,” terang Herman Supriadi, Kepala Pusat Industri Hijau (PIH).

Lebih lanjut Stephanus menjelaskan, hal lain yang penting dilakukan adalah berinovasi. Menurutnya dengan terus berinovasi, industri dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, meningkatkan daya saing, efisiensi dan produktivitas, kualitas hidup.

Industri baja, semen dan bahan kimia diketahui merupakan tiga industri penghasil emisi teratas dan termasuk yang paling sulit untuk didekarbonisasi.

Baca juga : Ayo, Kembangkan Pangan Alternatif

Karena itu penggunaan teknologi ramah lingkungan, hingga inovasi-inovasi perlu dilakukan agar bisa mengurangi penggunaan energi serta mengontrol emisi yang ditimbulkan.

“Sebagai contoh, untuk menekan penggunaan energi dan mengurangi emisi, Tata Metal Lestari berinovasi dengan memproduksi Baja Lapis Aluminium Seng (BLAS) yang kami beri nama Super Nexalum dan Super Nexium," ujar Stephanus.

Kedua produk ini memiliki ketahanan hingga 100 tahun. Dengan begitu, baja yang seharusnya dalam beberapa tahun sudah di daur ulang dengan memakan energi yang besar, bisa kami perpanjang usia pakainya sehingga lebih tahan lama.

Kemudian ada juga inovasi Domus Fastrack. Rumah berbasis baja ringan yang dibuat sesuai kebutuhan konsumen mulai dari gambar hingga terbentuk panel-panelnya yang sudah sesuai ukuran.

Dengan teknologi terbaru ini, tidak ada limbah yang dihasilkan selayaknya proses pembangunan rumah pada umumnya. Sebagai produsen atap dan genteng metal terbesar di Tanah Air, Tatalogam Lestari juga telah berinovasi dengan menghasilkan produk-produk akhir dari baja lapis yang lebih ramah lingkungan.

Pemilihan atap yang tidak tepat dapat berdampak pada peningkatan suhu di suatu wilayah tertentu. Fenomena ini disebut dengan fenomena Urban Heat Island (UHI).

Baca juga : Manjakan Jemaah Haji, Pemerintah Saudi Hadirkan Self-Driving Bus Ramah Lingkungan

"Inovasi yang dimulai dari teknologi pelapisan di PT Tata Metal Lestari. Kami bekerjasama dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung," ujar Stephanus.

Adapun penelitian Dr. Eng Beta Paramita, mengembangkan teknologi cool roof yang dapat mengurangi panas hingga 6 derajat dan juga bisa merefleksikan sinar matahari tersebut jadi tidak terjebak di dalam kota sehingga tidak terjadi Urban Heat Island Effect.

"Urban Heat Island merupakan sebuah fenomena peningkatan suhu lingkungan suatu wilayah perkotaan yang lebih tinggi dibandingkan wilayah sekitarnya," ujar Stephanus.

Kondisi ini diakibatkan oleh banyaknya radiasi matahari yang terpantulkan dan terserap oleh lingkungan dari bidang-bidang infrastruktur sebuah wilayah, seperti permukaan jalan, permukaan dinding, dan permukaan atap sebuah bangunan.

Stephanus menjelaskan, pembangunan harus memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan dan pengguna bangunan.

"Semua elemen yang bergerak bersama untuk mengantisipasi hal-hal seperti ini, dengan cara mengetahui bagaimana memilih produk konstruksi yang berkualitas baik dan ramah lingkungan," pungkas Stephanus.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.