Dark/Light Mode

Produksi Karet Merosot

Bos KSPSI Minta Pemerintah Lindungi Pekerja

Jumat, 17 November 2023 11:31 WIB
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea. (Foto: Istimewa)
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Produksi karet di Sumatera Selatan (Sumsel) terus menurun. Jika tidak segera ditanggulangi akan mengancam gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi para buruh karet.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea meminta Pemerintah untuk segera membantu industri karet yang saat ini mengalami kesulitan dan bisa mengakibatkan badai PHK buruh.

"Kami mendapatkan laporan dari pimpinan SPSI Sumsel tentang kondisi dan masalah yang terjadi saat ini. Langkah efisiensi memang harus dilakukan tapi jangan jadi alasan untuk mengurangi hak pekerja," kata Andi Gani kepada wartawan, Jumat (17/11/2023).

Andi Gani yang juga Presiden Konfederasi Buruh ASEAN (ATUC) ini mendorong Pemerintah untuk menyiapkan bahan baku karet yang saat ini dalam kondisi sangat sulit didapatkan.

"Pemerintah juga diharapkan membantu petani karet dengan bantuan pupuk dan juga pinjaman modal usaha dengan bunga rendah," jelasnya.

Baca juga : Presiden Sebut Prabowo Calon Pemimpin Kuat, Bentuk Dukungan Di Pilpres 2024

Ketua DPD KSPSI Sumsel Abdullah Anang mengatakan, Pemerintah harus melakukan intervensi dari hulu hingga hilir agar industri karet bisa tetap bertahan. Dengan begitu, perusahaan masih bisa tetap beroperasi.

"Intervensi yang dilakukan seperti pemberian bibit unggul hingga membuat kebijakan luar negeri yang bisa mempengaruhi harga pasar global," ujarnya.

Sementara, Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumsel Alex Kurniawan Edy menjelaskan, pada semester I-2023, produksi karet di Sumsel sebesar 405.315 ton. Angka itu turun sekitar 12 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 468.667 ton.

Penurunan ini disebabkan oleh anjloknya produktivitas karet akibat penyakit tanaman dan alih fungsi lahan.

Saat ini, kata Alex, banyak petani yang memutuskan untuk mengganti kebun karet dengan sejumlah komoditas lain. Alasannya, produksi kebun karetnya menurun.

Baca juga : Wapres Minta Lahan Pemerintah Maksimalkan Jadi Lahan Produktif

Alex mengungkapkan, tiga tahun lalu dalam satu hektar lahan karet petani bisa mendapatkan getah berkisar 70-100 kilogram (kg) per minggu per hektar, sekarang hanya sekitar 40 kg per minggu per hektar.

"Penurunan produktivitas kebun karet ini disebabkan oleh penyakit gugur daun yang kian masif sejak 2019 dan diperparah dengan sulitnya petani mendapatkan pupuk. Sebenarnya fenomena ini tidak hanya terjadi di Sumsel tapi juga secara nasional," jelasnya.

Secara nasional, produksi karet Indonesia pada 2022 hanya sekitar 2,6 juta ton yang mana 2 juta ton di antaranya untuk ekspor. Angka itu turun dibandingkan dengan 2017. Saat itu produksi karet mencapai 3,6 juta ton dengan jumlah karet yang diekspor mencapai 3,2 juta ton.

Kondisi ekspor yang menurun itu membuat posisi Indonesia tergantikan oleh Vietnam yang tahun lalu bisa mengekspor sekitar 2,1 juta ton.

"Jika penurunan terus terjadi, bukan tidak mungkin dalam 10 tahun ke depan, keberadaan karet di Indonesia punah," tegasnya.

Baca juga : Perbaiki Ekosistem, Menteri Teten Minta Segera Sahkan RUU Perkoperasian

Penurunan produksi karet akhirnya berdampak pada lesunya industri karet karena sulitnya memperoleh bahan baku.

Sejak 2017 sampai sekarang, setidaknya ada 8 pabrik yang tutup dan hanya menyisakan 18 pabrik karet yang masih beroperasi di Sumsel. "Akibatnya sekitar 2 ribu buruh pabrik harus diberhentikan," ujarnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.