Dark/Light Mode

Menkop UKM Teten Masduki

Digitalisasi Usaha Rakyat Bisa Lahirkan Ekonomi Baru

Rabu, 29 November 2023 08:14 WIB
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. (Foto: Dok. Kemenkop UKM)
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. (Foto: Dok. Kemenkop UKM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menegaskan, transformasi digital mestinya tak hanya berorientasi pada distribusi, penjualan atau pembiayaan semata. Tetapi juga harus sampai ke tingkat produksi. Agar dapat melahirkan ekonomi baru.

“Kalau begitu terus, kita tidak akan melahirkan barang baru. Hanya menambah pemain baru. Pembaginya menjadi semakin banyak,” papar Teten dalam obrolan dengan tim Rakyat Merdeka: Direktur Utama/CEO RM Group Kiki Iswara Darmayana, Direktur Pemberitaan Ratna Susilowati, Pemred RM Digital Firsty Hestyarini, dan Esti Fitria Wulandari (Redaktur Eksekutif), di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Senin (27/11/2023).

Teten pun mengambil contoh China, yang menurutnya sangat memahami, bahwa teknologi digital memiliki kekuatan besar. Bahkan, bisa “meng-kolonisasi” dunia. Meski begitu, China tetap menyadari bahwa negaranya tetap harus diproteksi. “Sehingga, 90 persen revenue yang dihasilkan dari ekosistem digital di China, bisa dinikmati domestik,” ujar Teten.

Menurutnya, transformasi digital di China--dari hulu ke hilir--sudah terhitung mature. Mereka tak hanya sekadar menguasai platform global e-commerce, tetapi juga kuat di sektor produksi dengan bantuan teknologi digital. Sehingga, produk mereka lebih efisien, lebih berkualitas. Share terhadap Produk Domestik Brutto (PDB)-nya pun mencapai 41,5 persen.

Salah satu contoh karya anak bangsa yang menerapkan teknologi digital di sektor hulu produksi adalah e-fishery, startup berbasis agroteknologi besutan mahasiswa ITB Gibran Huzaifa, yang saat ini telah mengkonsolidasi atau mengagregasi sekitar 200 ribu petambak. Satu petambak, kata Teten, kira-kira memiliki 15 kolam untuk nila, udang, dan lele.

“Kegiatan produksi ini menggunakan teknologi yang mampu memberikan jawaban terhadap efisiensi. Tanpa teknologi, sulit untuk mengontrol 200 ribu petambak yang tersebar di Jawa dan Sumatera,” jelas Teten.

Baca juga : Dialog Terbuka di UMJ, Ganjar Janji Bangun Ekonomi Syariah

“Pemberian makannya, juga menggunakan teknologi, agar terkontrol dan sesuai takaran. Kalau overfeeding kan bisa menimbulkan penyakit. Kontrolnya juga menggunakan smartphone, sehingga pemberian pakan menjadi lebih efisien, produktivitasnya juga lebih bagus,” imbuhnya.

Tak cuma itu, e-fishery ternyata juga bisa menjadi jawaban di tengah mahalnya harga pakan ikan. Terbukti, e-fishery sukses menjadi agen pakan ikan terbesar di Indonesia.

“Jadi, e-fishery ini canggih karena membantu meningkatkan produktivitas, memonitor kesehatan ikan dan kualitas air. Informasi tersebut, seluruhnya ada di data center. Bahkan, e-fishery juga jadi offtaker. Mereka sudah jadi unicorn, tanpa bakar uang,” ujar Teten.

Aplikasi lain yang juga patut dibanggakan adalah Elefarm, start-up untuk tiga komoditi pertanian seperti kentang, bawang merah, dan cabe merah yang selama ini kerap menjadi sumber inflasi. Meski skalanya masih kecil, omzet startup ini sudah mencapai miliaran rupiah per bulan.

Selain itu, juga ada platform Fishlog yang mampu mendata cold storage. Sehingga, dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para nelayan.

“Teknologi digital seperti ini yang perlu diterapkan di sektor produksi. Ekonomi kita kan kecil-kecil, perlu dikonsolidasi. Kalau dilakukan secara manual kan mahal, makanya perlu teknologi. Dari sini, akan lahir ekonomi baru,” cetus Teten.

Baca juga : Bansos Makin Banyak Rakyat Bisa Tersenyum

Lantas, seperti apa perhatian yang sudah diberikan Kemenkop UKM, untuk mengoptimalkan transformasi digital di sektor produksi?

“Sejauh ini, kami sudah membina 500 startup. Kami membimbing mereka mulai dari inkubasi, pitching, dan business matching untuk mencari investor. Saat ini, sudah ada empat Kementerian Korea Selatan yang kerja sama dengan Indonesia,” paparnya.

Bisa Tiru Korsel

Teten menuturkan, dalam hal pengembangan ekonomi digital, kita bisa saja mengadopsi Korea Selatan (Korsel). Usia kemerdekaan negara ini, hanya beda dua hari dengan Indonesia. Korsel 15 Agustus 1945, Indonesia 17 Agustus 1945. Tapi pendapatan per kapita Korsel, sudah tembus 36 ribu dolar AS. Sedangkan Indonesia, masih di angka 4.500 dolar AS.

“Di Korea, ide bisnis anak muda diuji oleh asosiasi digital mereka (Inobis). Yang produknya dinyatakan layak secara komersial, akan mendapatkan sertifikat inovasi teknologi. Produk tersebut kemudian akan diuji lagi oleh tim appraisal. Kalau lolos, bisa mendapatkan insentif dari negara minimal Rp 6 miliar,” beber Teten.

“Insentif Rp 6 miliar itu diberikan untuk satu orang lho, yang ngantornya hanya memerlukan 1-2 meja saja di coworking space,” imbuhnya.

Menurut Teten, rata-rata tingkat keberhasilan inovasi bisnis di Korea terhitung tinggi. Tembus hingga 70 persen. Untuk keperluan produksi dan komersialisasinya, bisa pinjam kredit tanpa agunan ke bank.

Baca juga : Kemenkop UKM Sebut Indeks Digitalisasi BRI Jadi Tolak Ukur Pengembangan UMKM

Apakah sistem seperti itu bisa di-copy paste di Indonesia? “Bisa saja. Yang penting kan koordinasi antar lembaga dan kementeriannya. Harus terintegrasi,” ucap Teten.

Meski perdagangan dan teknologinya berkembang pesat, Korsel sadar tak punya market besar dan tak punya sumber daya. Itu sebabnya, mereka go global dalam dua hal: market dan tempat produksi. “Mereka ingin, Indonesia menjadi partner,” cetus Teten.

Artikel ini tayang di Harian Rakyat Merdeka, edisi Rabu (29/11), dengan judul "Menkop UKM Teten Masduki: Digitalisasi Usaha Rakyat Bisa Lahirkan Ekonomi Baru".

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.