Dark/Light Mode

Carbon Capture Storage Jadi Pendorong Perekonomian Indonesia

Sabtu, 23 Desember 2023 16:00 WIB
Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi. (Foto: Ist)
Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dengan komitmen kuat untuk pembangunan berkelanjutan, Pemerintah dengan bangga mengumumkan kemajuan strategis dalam penerapan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS).

Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi mengatakan, dengan kapasitas penyimpanan CO2 potensial yang mencapai 400 hingga 600 gigaton di depleted reservoir dan saline aquifer, Indonesia berdiri di garis depan era industri hijau. “Potensi ini memungkinkan penyimpanan emisi CO2 nasional selama 322 hingga 482 tahun, dengan perkiraan puncak emisi 1.2 gigaton CO2-ekuivalen pada tahun 2030,” ujarnya dalam keterangannya, Sabtu (23/12/2023).

Sebagai pelopor di ASEAN dalam penerapan regulasi CCS, dan berperingkat pertama di Asia menurut Global CCS Institute, kata dia, Indonesia telah membangun fondasi hukum yang kuat. Regulasi ini termasuk Permen ESDM 2/2023 tentang CCS di industri hulu migas, Perpres 98/2021 tentang nilai ekonomi karbon, dan Peraturan OJK 14/2023 tentang perdagangan karbon melalui IDXCarbon. 

Baca juga : Ini Peran Penegakan Hukum Mahfud MD Untuk Ekonomi Indonesia

“Kita juga menuju penyelesaian Peraturan Presiden yang akan lebih memperkuat regulasi CCS,” ujarnya.

Dalam upaya mencapai Net Zero Emission pada 2060, Indonesia berambisi mengembangkan teknologi CCS dan membentuk hub CCS. Inisiatif ini tidak hanya akan menampung CO2 domestik tetapi juga menggali kerja sama internasional. 

Ini menandakan era baru bagi Indonesia, CCS diakui sebagai 'license to invest' untuk industri rendah karbon seperti blue ammonia, blue hydrogen, dan advanced petrochemical. “Pendekatan ini akan menjadi terobosan bagi perekonomian Indonesia, dengan membuka peluang industri baru dan menciptakan pasar global untuk produk-produk rendah karbon,” ujarnya.

Baca juga : Airlangga Ungkap 3 Mesin Ekonomi Di Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia

Menurutnya, CCS memerlukan investasi besar. Nota kesepahaman antara pemerintah Indonesia dan ExxonMobil baru-baru ini mencakup investasi 15 miliar dolar AS dalam industri bebas emisi CO2. Sebagai perbandingan, proyek CCS Quest di Kanada membutuhkan 1.35 miliar dolar AS untuk kapasitas 1.2 juta ton CO2 per tahun. 

“Data ini menyoroti pentingnya alokasi penyimpanan CO2 internasional dalam memfasilitasi investasi awal yang besar untuk proyek CCS,” katanya.

Dengan negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Timor Leste, dan Australia juga bersaing berupaya menjadi pusat CCS regional. Penting bagi Indonesia untuk memanfaatkan kesempatan ini sebagai pusat strategis dan geopolitik.

Baca juga : Angkat Isu Ekonomi, Debat Cawapres Jadi Ajang Pembuktian Gibran

“Inisiatif ini diharapkan tidak hanya membantu Indonesia dalam mencapai tujuan lingkungan global, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inovatif,” ujarnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.