Dark/Light Mode

Dampak Social-Commerce pada UMKM: Tantangan dan Perubahan Kebijakan

Minggu, 24 Desember 2023 20:26 WIB
Social-Commerce TikTok/Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Social-Commerce TikTok/Ilustrasi (Foto: Istimewa)

Beberapa waktu yang lalu, pelaku usaha UMKM sedang diancam dengan keberadaan social-commerce yang tengah merajai pasar perdagangan di Indonesia. Social-commerce yang dimaksud adalah TikTok Shop. Penggunaan kata ‘raja’ yang ‘dinobatkan’ kepada TikTok bukanlah suatu hiperbola belaka. Menurut data yang dilansir dari Statista, induk perusahaan TikTok yaitu ByteDance telah meraup keuntungan sebesar 24,5 miliar dolar AS pada kuartal I-2023, hampir dua kali lipat dibandingkan keuntungan pada tahun sebelumnya. Lonjakan ini bisa terjadi sebagai salah satu hasil dari ekspansi masif yang dilakukan ByteDance ke berbagai negara, salah satunya adalah Indonesia.

Social-commerce sendiri adalah ketika para penjual memanfaatkan platform digital sosial media seperti TikTok, Instagram, dan lain-lain dalam penjualan berbagai produknya. Model penjualan social-commerce bersifat end-to-end, yang pelanggan dapat melakukan transaksi tanpa meninggalkan aplikasi media sosial, dan tanpa memaksa pelanggan untuk berpindah platform. Dengan berbagai benefit yang ditawarkan oleh social-commerce, bukan tidak mungkin hal tersebut dapat menggerus lebih banyak pelaku dan para pengusaha lokal di Indonesia.

Dengan adanya social-commerce seperti saat ini, daftar ancaman bagi para pelaku UMKM semakin bertambah setelah mereka mengalami kesengsaraan akibat banjirnya produk asing di Indonesia dengan harga yang sangat murah melalui platform e-commerce. Perbedaan harga yang signifikan ini disebabkan oleh tidak adanya pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPN Impor pada social-commerce (TikTok) tersebut.

Baca juga : Kesan Ammarsjah Purba Terhadap Mahfud MD: Sangat Sederhana

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyatakan bahwa data impor dari China yang tercatat sangat sedikit dibandingkan dengan data ekspor. Hal ini menunjukkan adanya penyelundupan barang impor secara ilegal melalui wilayah bea cukai untuk menghindari pembayaran PPN. Akibatnya, barang impor ilegal tersebut dapat dijual dengan harga yang sangat murah dan produk lokal mengalami kesulitan untuk bersaing. Oleh karena itu, regulasi yang jelas perlu diberlakukan untuk menyelamatkan nasib UMKM di Indonesia.

Perubahan Kebijakan

Berdasarkan adanya permasalahan tersebut, pada tanggal 26 September 2023, Kementerian Perdagangan segera melakukan revisi atau perubahan pada Permendag Nomor 50 Tahun 2020 yang kemudian menjadi Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Di dalam revisi atau perubahan pada Permendag Nomor 31 tahun 2023, didefinisikan dan juga ditetapkan syarat teknis dan standar yang lebih jelas mengenai social-commerce.

Mengenai definisi dari social-commerce, Pasal 1 angka 17 dijelaskan bahwa, “social-commerce adalah penyelenggara media sosial yang menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu yang memungkinkan Pedagang (Merchant) dapat memasang penawaran Barang dan/atau Jasa”. Lebih lanjut pada pasal 21 ayat (2) pemerintah lebih jelas mengatur bahwasannya semua social-commerce yang melakukan kegiatan perdagangannya di Indonesia dilarang untuk bertindak sebagai produsen.

Menteri Perdagangan  Zulkifli Hasan beranggapan bahwa penting bagi pemerintah untuk membatasi kegiatan yang dilakukan oleh social-commerce dikarenakan jangan sampai platform digital seperti TikTok Shop, Instagram Shop, dan masih banyak lainnya memborong semua rantai kegiatan ekonomi yang ada di pasar.

Tak hanya itu, Pemerintah melalui Pasal 21 ayat (3) juga menegaskan kepada para pelaku social-commerce untuk tidak memfasilitasi segala bentuk kegiatan pembayaran yang ada di platformnya. “Layanan social-commerce nantinya diibaratkan seperti televisi, yang mana hanya bisa mempromosikan barang atau jasa, tetapi tidak bisa melakukan transaksi perdagangan secara langsung,” ucap Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.

Baca juga : Allianz Indonesia Kupas Tantangan dan Peluang Industri Asuransi Tahun 2024

Dengan pernyataannya tersebut, Zulkifli Hasan berharap agar algoritma di platform digital tidak dikuasai oleh kegiatan jual-beli semata, lebih lagi ia juga berharap dengan adanya kebijakan tersebut dapat mencegah penyalahgunaan data pribadi dari setiap pengguna social-commerce untuk kebutuhan bisnis.

Ketentuan Perpajakan Social-commerce

Berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (3) Permendag Nomor 31 Tahun 2023, sejatinya semua layanan social-commerce tidak diperbolehkan untuk memfasilitasi segala bentuk kegiatan pembayaran atau transaksi, sehingga kegiatan pembayaran dan transaksi tersebut harus dialihkan ke e-commerce. Salah satu tujuan Pemerintah melakukan revisi atas Permendag Nomor 50 Tahun 2020 adalah untuk pemerataan perlakuan yang sama terhadap merchant online dan merchant offline pada pengenaan pajaknya. Dengan kata lain, perlakuan perpajakan pada social-commerce disamakan dengan perlakuan perpajakan pada e-commerce.

Dikarenakan keterbatasan yang diterapkan pada Permendag tersebut, per Desember 2023 ini, para pelaku social-commerce berinovasi terkait fasilitas proses transaksi dengan konsumen. Terdapat 3 nama pelaku social-commerce besar di Indonesia yang memiliki perlakuan pajak sebagai berikut:

  1. TikTok Shop

TikTok Shop merupakan salah satu social-commerce yang sebelumnya mendominasi perdagangan di Indonesia dengan menawarkan barang dengan harga lebih rendah daripada nilai pasar. Namun karena masalah legalitasnya yang dipertanyakan, TikTok Shop resmi ditutup Pemerintah pada tanggal 4 Oktober 2023. Tetapi pada tanggal 11 Desember 2023, TikTok memutuskan untuk menjadikan Tokopedia sebagai mitra resmi TikTok Shop dengan nilai investasi sebesar lebih dari 1,5 miliar dolar AS. TikTok hadir dengan inovasi untuk berkolaborasi dengan Tokopedia sebagai sarana pembayaran di TikTok Shop, yang menyebabkan perlakuan pajak yang dikenakan atas transaksi di TikTok Shop akan memiliki perlakuan yang sama dengan pengenaan pajak pada Tokopedia sebagai e-commerce.

  1. Instagram Shop

Instagram Shop merupakan salah satu fitur yang sudah lama hadir di aplikasi Instagram sebagai penyedia promosi terkait barang-barang yang dijual oleh setiap merchant. Instagram Shop tidak menyediakan fitur pembayaran langsung seperti e-commerce yang lain dan akan mengarahkan konsumen ke laman pembayaran seperti website ataupun e-commerce yang dimiliki oleh merchant. Transaksi pembayaran melalui website dan e-commerce telah diatur dalam Penjelasan Pasal 5 PMK Nomor 60 Tahun 2022 tentang PMSE. Dengan kata lain, transaksi yang dilakukan di kedua platform tersebut sudah pasti dikenakan PPN sehingga perubahan pada Permendag Nomor 50 Tahun 2020 yang kemudian menjadi Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, tidak memiliki pengaruh terhadap Instagram Shop.

  1. Facebook Marketplace

Berbeda dengan kedua platform di atas, Facebook Marketplace memilih untuk hanya benar-benar memfasilitasi promosi tanpa menyediakan fasilitas pembayaran langsung. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar merchant atau penjual yang ada di platform tersebut ialah penjual perorangan atau pribadi dan status barang yang dijual merupakan barang bekas yang akan pindah tangan kepemilikan, sehingga penjual sudah merugi dari awal dan tidak ada unsur nilai tambah yang menjadi dasar pengenaan PPN.

Baca juga : Prabowo: Petani Indonesia Adalah Pahlawan Pangan, Hidupnya Harus Makmur

Kesimpulan dan Saran

Pada dasarnya berbagai berbagai kegiatan ekonomi dalam bentuk social-commerce merupakan bentuk dari adanya globalisasi dan inovasi di dunia perekonomian. Dengan adanya hal tersebut, perekonomian di Indonesia dapat memiliki potensi pertumbuhan yang pesat. Namun, perlu diketahui bahwasannya dalam menerapkan berbagai inovasi di bidang perekonomian perlu adanya pertimbangan dan kajian terkait kebijakan yang dapat melindungi berbagai pihak dan lapisan di sektor ekonomi. Pemerintah mempunyai andil yang besar guna menciptakan pasar yang sehat di perekonomian Indonesia, khususnya bagi para pelaku UMKM dan pengusaha lokal yang tetap harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah agar perekonomian Indonesia mampu berkembang lebih jauh lagi.

Ibnu Abbas Al-Ghifari
Ibnu Abbas Al-Ghifari
Ibnu Abbas Al-Ghifari, Ghading Alfatah, Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.