Dark/Light Mode

YLKI: Kenaikan Iuran BPJS 100 Persen Kontra Produktif

Rabu, 30 Oktober 2019 17:47 WIB
Ilustrasi BPJS Kesehatan (Foto: Rizky Syahputra/RM)
Ilustrasi BPJS Kesehatan (Foto: Rizky Syahputra/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak akan menyelesaikan masalah defisit anggarannya. Kenaikan iuran ini malah akan memicu hal yang kontra produktif bagi BPJS Kesehatan sendiri.

Hal tersebut dikatakan Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangannya, Rabu (30/10).

Menurut dia, ada dua hal yang bisa memicu fenomena kontra produktif. Pertama, akan memicu gerakan turun kelas dari para anggota BPJS Kesehatan. Misalnya dari kelas satu turun ke kelas dua dan seterusnya. 

Baca juga : SYL Tegaskan Persiapkan War Room Kostra Tani di Kementan

Kedua, kata dia, akan memicu tunggakan yang lebih masif, khususnya dari golongan mandiri, yang saat ini tunggakannya mencapai 46 persenan. “Jika kedua fenomena itu menguat, maka bisa menggegoroti finansial BPJS Kesehatan secara keseluruhan,” kata Tulus.

Seharusnya, kata Tulus, sebelum menaikkan iuran BPJS Kesehatan, pemerintah dan managemen BPJS Kesehatan melakukan langkah langkah strategis, seperti; pertama, melakukan cleansing data golongan Pemerima Bantuan Iuran (PBI). Sebab banyak peserta PBI yang salah sasaran. “Banyak orang mampu yang menjadi anggota PBI. Di lapangan, banyak anggota PBI yang diikutkan karena dekat dengan pengurus RT/RW setempat,” katanya.

Menurut dia, jika cleansing data dilakukan secara efektif, maka peserta golongan mandiri kelas III langsung bisa dimasukkan menjadi peserta PBI. Dari sisi status sosial ekonomi golongan mandiri kelas III sangat rentan terhadap kebijakan kenaikan iuran.

Baca juga : SYL: Komando Strategis Pertanian Segera Diaktifkan

Kedua, kata dia, mendorong agar semua perusahaan menjadi anggota BPJS Kesehatan, atau melakukan audit perusahaan yang memanipulasi jumlah karyawannya dalam kepesertaan BPJS Kesehatan. Sampai detik ini masih lebih banyak perusahaan yang belum mendaftarkan karyawannya sebagai anggota BPJS Kesehatan dari pada yang sudah menjadi anggota.

Ketiga, lanjutnya, mengalokasikan kenaikan cukai rokok secara langsung untuk BPJS Kesehatan. Apalagi Kementerian Keuangan baru saja menaikkan cukai rokok sebesar 25 persen. Kenaikan cukai rokok urgent dialokasikan karena dampak eksternalitas negatif rokok, karena itu seharusnya dialokasikan untuk penanggulangan aspek preventif promotif produk yang dikonsumsinya. 

“Jika ketiga point itu dilakukan maka secara ekstrim kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak perlu dilakukan. Atau setidaknya tidak perlu naik sampai 100 persen,” ujarnya. 

Baca juga : KPK Kembali Garap Sesmenpora

Pasca kenaikan iuran, YLKI meminta pemerintah dan managemen BPJS Kesehatan untuk menjamin pelayanan yang lebih prima dan handal. Tidak ada lagi diskriminasi pelayanan terhadap pasien anggota BPJS kesehatan dan non BPJS Kesehatan, tidak ada lagi fasilitas kesehatan (faskes) rujukan yang menerapkan uang muka untuk pasien opname. 

“YLKI juga mendesak pihak faskes, khususnya faskes rujukan untuk meningkatkan pelayanan, dengan cara melakukan inovasi pelayanan di semua lini, baik layanan di IGD, poliklinik dan instalasi farmasi,” tukas Tulus. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.