Dark/Light Mode

Kebijakan HGBT Kerek Daya Saing Industri

Kemenperin: Jika Program Gas Murah Distop, Banyak Pabrik Tutup & PHK

Sabtu, 23 Maret 2024 13:01 WIB
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier. (Foto: Ist)
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menekankan pentingnya kepastian berlanjutnya program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi peningkatan daya saing industri dan masuknya investasi, serta pertumbuhan perekonomian nasional. 

Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (23/3).

Menurut Taufiek, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berharap rapat teknis segera diadakan untuk mendapat kepastian perpanjangan HGBT industri dari Menteri ESDM dan Menteri Keuangan. Ia mengatakan, rapat yang diagendakan pada Jumat (22/3), semula dijadwalkan dimulai pukul 14.30.

“Bapak Menperin siap hadir dan Kamis malam sempat diberitahukan dimajukan menjadi jam 13.30. Beliau juga siap hadir,” jelasnya.

Namun, tiba-tiba pada Jumat pagi, rapat diubah menjadi Pukul 10.00. Di waktu yang sama, Menperin sudah mempunyai Agenda melantik 11 pejabat di Kemenperin, sehingga dengan berat hati menugaskan Taufiek untuk menghadiri rapat. Tapi karena Menperin diwakilkan rapat ditunda.

Baca juga : Kerek Daya Saing Industri, Menperin Minta Kebijakan Harga Gas Murah Dilanjutkan

Dalam pertemuan dengan Menkeu dan Menteri ESDM, Taufiek menyampaikan pesan Menperin mengenai hitung-hitungan teknokratis benefit HGBT dan multiplier effect untuk tujuh sektor industri. “Kami juga meminta agar program HGBT sesuai Perpres Presiden Jokowi dilanjutkan bahkan diperluas dengan prinsip no one left behind, bukan hanya untuk tujuh sektor industri yang saat ini menerima fasilitas,” jelas Taufiek.

Dalam penjelasan singkat kepada kedua menteri, Taufiek melaporkan total nilai HGBT yang dikeluarkan termasuk untuk listrik dari 2021 hingga 2023 sebesar Rp 51,04 triliun. Sedangkan nilai tambahnya bagi perekonomian nasional sebesar Rp 157,20 yriliun, atau meningkat hampir tiga kali lipat. “Artinya, manfaat dan multiplier effect-nya sangat besar bagi ekspor, pendapatan pajak, pengurangan subsidi pupuk, dan investasi,” tegas Taufiek.

Dari tujuh sektor industri penerima HGBT, industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet berhasil meningkatkan nilai tambah ekspor pada tahun 2021-2023 sebesar Rp 84,98 triliun, dengan nilai ekspor terbesar diraih oleh sektor oleokimia sebesar Rp 48,49 triliun.

Bukan hanya ekspor, peningkatan pajak diperoleh senilai Rp 27,81 triliun.  Multiplier effect dari pemberian HGBT juga mendorong investasi baru sebesar Rp 31,06 triliun, serta penurunan subsidi pupuk sebesar Rp 13,33 triliun akibat penurunan Harga Pokok Penjualan (HPP) produksi. Sehingga logikanya, jika HGBT ditiadakan atau tidak diperpanjang, maka terdapat opportunity lost bagi industri yang berujung perekonomian akan merosot dan menurun tiga kali lipat. 

Hal ini juga menyebabkan produk kita menjadi tidak kompetitif, yang dapat berakibat pada penutupan pabrik serta PHK. Taufiek mengingatkan, industri butuh gas murah baik sebagai energi dan feedstock. 

Baca juga : Pacu Keberlanjutan Industri, RI Luncurkan Program Eco-Industrial Park

“Pelaku industri juga memperoleh gas dengan membeli,bukan gratis. Dari perspektif ini, jelas pemerintah harus hadir,” Taufiek menegaskan.

Dari portfolio penerima HGBT, di tahun 2023, industri penerima berjumlah 265 perusahaan dan kelistrikan sebesar 56 perusahaan dengan total penerima sebesar 321 perusahaan. Alokasi gas industri hanya 1222,03 BBTUD dan kelistrikan sebesar 1231,22 BBTUD. Artinya, masih lebih banyak sektor kelistrikan penerima alokasi HGBT dibandingkan industri.

“Itupun hanya diberikan 85,31 persen dan banyak persoalan di lapangan, termasuk biaya surcharge,” terangnya.

Opsi Impor Gas

Kemenperin menilai, meski terdapat berbagai kekurangan dari pelaksanaan HGBT, nilai positifnya masih lebih banyak dibanding bila program ini tidak dilanjutkan. Kepastian industri mendapatkan gas murah menjadi prioritas.

Baca juga : Menperin: VinFast Bakal Bangun Pabrik Tahun Ini

Sehingga bila memang Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, termasuk SKK Migas menyatakan tidak sanggup meneruskan program HGBT, Kemenperin meminta opsi atau plan B untuk dibuka keran impor gas dari negara-negara Teluk dengan harga yang bisa menyentuh 3 dolar AS per mmbtu untuk kebutuhan kawasan industri dengan kriteria industri berorientasi ekspor dan subtitusi impor. 

“Ini tentunya bisa mencapai enam kali lipat nilai tambah yang didapat dari HGBT gas domestik, sehingga dapat mendukung industri nasional untuk menjadi tangguh dan kuat,serta berdaya saing di tingkat ASEAN dan global, serta meningkatkan kontribusi sektor industri bagi pertumbuhan perekonomian nasional tetap tumbuh dari kontribusi sektor industri,” pinta Taufiek.

Menurut dia, selama Perpres belum dicabut, maka Program HGBT ini tetap harus jalan. Kemenperin selalu terbuka untuk berdiskusi secara komprehensif, mengingat HGBT bukan cost bagi pemerintah, tetapi investasi dalam ekonomi.

"Karena setiap pengeluaran Rp 1 untuk diskon gas, pemerintah juga mendapat Rp 3 dengan hitungan bukan di awal, tetapi satu tahun berjalan atau di akhir tahun,” pungkasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.