Dark/Light Mode

Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Bahan Dasar Pupuk untuk Mewujudkan NCE for SusAg

Selasa, 2 April 2024 14:07 WIB
Ilustrasi jerami yang dihasilkan dari pertanian. (Gambar: asean.org)
Ilustrasi jerami yang dihasilkan dari pertanian. (Gambar: asean.org)

Abstrak

Permasalahan lingkungan merupakan sebuah permasalahan yang selalu ramai dibicarakan pada forum publik. Pasalnya, permasalahan ini bersifat kompleks dan struktural yang mengganggu aktivitas manusia, salah satunya adalah permasalahan penggunaan pestisida dalam aktivitas pertanian yang berlebihan memberi dampak pada berbagai pencemaran elemen. Pengenalan metode RAW (Reusable Agricultural Waste) sebagai konsep pemupukan organik ini diharapkan menjadi sebuah terobosan dalam mengatasi permasalahan lingkungan dalam bidang pertanian. Pengaplikasian RAW ini diharapkan mampu untuk mewujudkan National Circular Economy dengan menjalankan sistem pertanian yang berkelanjutan. Metode penelitian yang digunakan berupa Systematic Literature Review (SLR) menunjukkan bahwa penggunaan jerami padi sebagai bahan utama dalam pembuatan pupuk organik pertanian telah berhasil dilakukan oleh beberapa penelitian sebelumnya, dengan kata lain hal ini sangat mungkin untuk dilakukan di Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan produksi pertanian yang masif.

Kata Kunci: jerami padi, pupuk organik, sustainable agriculture, circular economy

Pendahuluan

Indonesia merupakan sebuah negara dengan tingkat kesuburan tanah yang mumpuni untuk berbagai jenis model pertanian tropis. Dalam hal ini, pertanian dapat dijadikan sebagai andalan untuk memanfaatkan eksistensi kesuburan tanah di Indonesia. Mengenai kondisi tanah yang subur di Indonesia, komoditas pertanian yang dihasilkan juga memiliki keunggulan tersendiri dalam hal kualitas. Pada rentang Januari-September 2023 diperkirakan Indonesia dapat menghasilkan padi sebanyak 45,33 juta ton GKG yang disalurkan di seluruh penjuru negeri (BPS, 2023). Kebutuhan akan pangan yang terus meningkat di Indonesia menyebabkan pelaku pertanian yakni petani berputar otak untuk terus menghasilkan padi dalam waktu yang singkat. Keterlibatan penggunaan pupuk pestisida untuk menjamin kesehatan padi serta mempercepat proses pertumbuhannya digunakan petani untuk terobosan dalam memaksimalkan produktivitas lahan pertaniannya.

Penggunaan pestisida sebagai pupuk dalam kegiatan pertanian ini menimbulkan banyak sekali dampak negatif. Jika diamati lebih lanjut dampak negatif ini dapat diketahui setelah penggunaan pestisida yang berjalan beberapa periode dengan memperlihatkan ketidakseimbangan ekosistem yang terjadi di lingkungan sekitar. Tidak hanya itu, pertumbuhan padi yang semulanya menjadi cepat kini berubah menjadi kuantitas padi yang tidak sebanyak penanaman periode pertama. Semua ini disebabkan oleh adanya keberadaan pupuk pestisida yang mengeluarkan sejenis senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan padi. Hal ini merupakan efek domino atau multiplier effect yang berasal dari senyawa yang dikeluarkan oleh pupuk pestisida yang merusak kesuburan tanah.

Penggunaan pupuk pestisida yang masih diteruskan ini menimbulkan suatu ketidakseimbangan ekosistem yang ditunjukkan dengan pencemaran air pada irigasi sawah serta tanah yang tidak lagi subur seperti semula. Akibat dari penggunaan pupuk pestisida secara masif ini berdampak pada kuantitas padi yang dipanen setiap tahunnya menurun dikarenakan kualitas tanah yang memburuk. Penggunaan pestisida kimiawi yang berlebihan memberi dampak negatif terhadap lingkungan dan manusia. Salah satu penyebab terjadinya dampak negatif pestisida terhadap lingkungan adalah adanya residu pestisida di dalam tanah sehingga dapat meracuni organisme nontarget, terbawa sampai ke berbagai sumber air dan meracuni lingkungan setempat (Djuanedy, 2009 ; Sulistyo Putri  dkk,  2014).

 Gambar 1. Perkembangan Produksi Padi di Indonesia (juta ton GKG), 2022−2023 (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2023)

Berdasarkan data yang diambil dari Badan Pusat Statistik (2023) tersebut menunjukkan bahwa penurunan produktivitas padi di Indonesia telah terlihat. Salah satu penyebab yang paling krusial adalah penggunaan pupuk pestisida yang berlebihan. Disamping itu, manusia juga semakin merasakan dampak negatif pestisida yang semakin memprihatinkan rasa kemanusiaan dan juga rasa tanggungjawabnya terhadap kelangsungan hidup di biosfer bumi.

Bukti semakin berdatangan mengenai banyaknya korban akibat penggunaan pestisida yang terdampak disekitar kawasan pertanian, tak terkecuali manusia itu sendiri. Residu pestisida pada makanan hasil pertanian dan lingkungan semakin menakutkan bagi kehidupan manusia (Anonimous, 1993 ; Arif, 2015). Polusi air dan tanah telah jelas terlihat pada kawasan yang dijadikan sebagai lahan yang dicemari oleh kandungan pupuk pestisida. Hal ini menimbulkan suatu ketidaksesuaian hubungan antara manusia dengan lingkungan alam. Rusaknya ekosistem akibat penggunaan pestisida berlebihan telah mengubah komponen biosfer secara struktural sehingga merugikan banyak elemen yang ada didalamnya.

Baca juga : Sapa Warga Bandung, Cak Imin Ajak Pendukung Wujudkan Perubahan

Mengenai permasalahan tersebut, kami memperkenalkan metode pemupukan secara alami RAW (Reusable Agricultural Waste) dengan menggunakan jerami padi sisa pertanian. Metode ini ditujukan untuk mencapai sebuah misi Circular Economy dengan menggunakan jerami padi untuk keperluan pemupukan secara berkelanjutan (sirkular). Ketika jerami padi tersebut digunakan secara maksimal untuk keperluan pemupukan secara alami, maka hal yang terjadi adalah tidak adanya bahan yang terbuang dalam lingkup pertanian. Untuk memenuhi kriteria Circular Economy, pemanfaatan pupuk jerami padi tersebut dinilai tepat dikarenakan proses pemanfaatannya telah berlangsung secara sirkular yang membentuk sebuah rantai sirkulasi penggunaan bahan dasar dalam lingkup agrikultur.

Spesifikasi Sustainable Agriculture mengarah pada penggunaan pupuk organik yang dilakukan secara konsisten dan menghentikan penyebaran pupuk pestisida dalam bidang pertanian. Circular Economy yang telah melibatkan sisa produksi pertanian, yaitu jerami padi sebagai bahan utama dalam pembuatan pupuk organik yang ramah lingkungan menjadi momentum utama dalam mendongkrak pengadaan kegiatan pertanian yang berkelanjutan sehingga mampu menekan jumlah penggunaan pupuk pestisida.

Diketahui bahwa kebanyakan sisa hasil produksi pertanian berakhir dengan dibakar pada lahan pertanian tersebut untuk mempercepat proses pembersihan sisa produksi pertanian ini dapat mengakibatkan emisi pencemaran udara dikarenakan menimbulkan penyebaran berbagai macam partikulat polutan akibat dari proses pembakaran. Melalui pemanfaatan RAW, penyebaran emisi dari pembakaran sisa produksi pertanian juga mampu untuk ditanggulangi sekaligus menghasilkan energi terbarukan dari proses pembentukan pupuk organik tersebut. Hal ini sekaligus dapat mensukseskan misi PBB dalam SDG 7 (Affordable and Clean Energy), 12 (Responsible Consumption and Production) dan 15 (Life on Land) di Indonesia.

Pupuk organik jerami padi terbukti dapat meningkatkan tingkat kesuburan lahan pertanian, hal ini dibuktikan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang melakukan studi kasus dalam penggunaan pupuk organik berbahan dasar jerami padi. Penelitian yang dilakukan oleh Thapat Silalertruksa dan Shabbir H. Gheewala (2013) menghasilkan sebuah penemuan berupa efektivitas penggunaan bahan dasar jerami padi dalam pembuatan pupuk organik pertanian yang unggul dengan penambahan bahan bioetanol sebagai penambah unsur hara.

Dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Satu ton jerami padi kering mengandung bahan organik dan nutrisi seperti C, N, P dan K masing-masing sebanyak 383, 6, 1 serta 19 kg (Bhattacharyya dkk., 2012), yang dimana nutrisi tersebut akan bermanfaat berpotensi kembali ke tanah jika jerami dimasukkan ke dalam tanah dengan tepat. Mengacu pada sistem pemupukan berbahan dasar jerami dengan penggabungan jerami padi dan pupuk organik ke dalam tanah yang dinyatakan sebagai pilihan efektif untuk biji-bijian peningkatan hasil dan penyimpanan karbon pada tanaman padi-padian (Polthanee dkk, 2008; Bhattacharyya dkk., 2012).

Sistem ini menggunakan kombinasi jerami padi dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 (basis nitrogen) yaitu, 30 kg N/ha dari jerami padi (0,6% N) dan 30 kg N/ha dari manusia Ure (2,5% N) (Bhattacharyya dkk, 2012) atau setara dengan sekitar 5 ton jerami padi/ha dan 1,2 ton pupuk kandang/ha dimasukkan ke dalam tanah. Ini dapat digunakan untuk menggantikan sekitar 130 kg bahan kimia pupuk (urea) pada saat budidaya padi. Terlebih kuantitas hasil gabah dapat meningkat sekitar 5% (Bhattacharyya dkk, 2012).

Metode

Metode Systematic Literature Review (SLR) diaplikasikan dalam penelitian ini yang berdasarkan pada konsep penelitian pustaka. Pada pemanfaatan jerami padi sebagai pupuk organik pertanian, telah ditemukan berbagai referensi dari publikasi buku serta artikel ilmiah yang telah menunjukkan keberhasilan dalam penggunaan pupuk organik berbahan dasar jerami padi tersebut. Selanjutnya, data dari penelitian sebelumnya akan dihimpun untuk mengetahui konsep seperti apa yang akan diimplementasikan agar sampah jerami padi dapat secara efektif digunakan dalam pembuatan pupuk organik pertanian.

Hasil Penelitian

Baca juga : Pertamina Patra Niaga Layani Bahan Bakar Ramah Lingkungan untuk Kapal Pesiar

Beberapa penelitian sebelumnya telah berhasil menggunakan sampah jerami padi sebagai bahan utama pembuatan pupuk organik pertanian. Namun, pada proses pengaplikasiannya terdapat perbedaan pada masing-masing penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Zhihai Yang dkk (2021) di Tiongkok mengungkapkan bahwa jerami padi dapat digunakan untuk membuat pupuk melalui proses yang disebut pengomposan. Zhihai melakukan langkah pertama dengan mencampurkan jerami padi dengan bahan organik lain seperti sisa dapur, sampah pekarangan, dan pupuk kandang.

Campuran tersebut kemudian dibiarkan terurai seiring waktu hinggah berubah menjadi kompos kaya nutrisi yang dapat digunakan sebagai pupuk bagi tanaman. Berdasarkan hasil penelitiannya, penggunaan jerami padi sebagai pupuk dapat membantu mengontrol rasio karbon terhadap nitrogen dalam tanah, mendorong penguraian bahan organik, dan meningkatkan kualitas tanah. Hal ini sangat efektif apabila dikombinasikan dengan praktik pengelolaan lahan berkelanjutan lainnya.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Thapat Silalertruksa dan Shabbir H. Gheewala (2013) yang membahas tentang potensi penggunaan jerami padi untuk produksi bioetanol serta kelayakan lingkungan dan ekonominya. Penilaian siklus hidup berbagai sistem pemanfaatan jerami padi di Thailand telah dilakukan dan menunjukkan bahwa bio-etanol memiliki kelestarian lingkungan tertinggi. Pemanfaatan jerami padi untuk bioenergi dan produksi pupuk dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan polutan udara, dengan bioetanol menunjukkan penurunan emisi gas rumah kaca tertinggi dibandingkan dengan bensin konvensional. Untuk membuat pupuk jerami padi, campurkan jerami padi dan pupuk organik dengan perbandingan 1:1 berbasis nitrogen, dengan menggabungkan 30 kg N/ha dari jerami padi dan 30 kg N/ha dari pupuk kandang. Kombinasi ini telah terbukti meningkatkan hasil gabah dan penyimpanan karbon dalam sistem tanam padi-padian.

Pengurangan emisi gas rumah kaca dari pemanfaatan jerami padi untuk bioetanol lebih tinggi dibandingkan dengan jalur lain seperti bio-DME, listrik, dan produksi pupuk. Per ton jerami padi kering, bio-etanol jerami padi menghasilkan pengurangan bersih gas rumah kaca tertinggi, dengan sekitar 283 kg setara CO2, diikuti oleh bio-DME jerami padi, listrik, dan pupuk dengan pengurangan bersih sekitar 245, 116, dan 67 setara dengan kg CO2. Pemanfaatan jerami padi untuk produksi bio-etanol menghasilkan energi terbarukan, karena berasal dari residu pertanian dan tidak menghabiskan sumber daya bahan bakar fosil yang terbatas.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Takeshi Watanabe dkk (2013) di Delta Mekong, Vietnam, menunjukkan bahwa penggunaan kompos jerami padi secara berulang-ulang dapat meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan hasil panen padi seiring berjalannya waktu. Penelitian ini menyoroti pentingnya silikon (Si) untuk pertumbuhan padi, karena konsentrasi Si yang lebih rendah terlihat ketika jerami padi terus menerus dihilangkan. Selain itu, penelitian ini mencatat potensi toksisitas besi (Fe) di lapangan karena konsentrasi Fe yang tinggi. Berbeda dengan temuan sebelumnya, penelitian ini menekankan dampak positif penggunaan kompos jerami padi terhadap peningkatan kualitas tanah dan produktivitas padi.

Dalam penelitian ini, Watanabe dkk menyelidiki jangka panjang dampak penggunaan kompos jerami padi secara terus menerus pada status kesuburan tanah keseluruhan aluvial Delta Mekong. Mereka juga membandingkan tren hasil padi tahunan plot dipupuk dengan pupuk kimia saja dan plot yang dipupuk dengan pupuk kimia saja diolah dengan kombinasi kompos jerami padi (RSC) dan pupuk kimia. Untuk mengevaluasi efek gabungan dari RSC dan aplikasi pupuk kimia, mereka menentukan kandungan unsur hara (N, P, K, Si, Ca, Mg, Mn, Fe, Zn, dan Cu) dari jerami padi. Ketidakseimbangan nutrisi sebelumnya telah terjadi terbukti menyebabkan penurunan hasil dan mendalilk bahwa pupuk kandang dan kompos berpotensi memasok ntrisi yang dibutuhkan.

Kesimpulan

Setelah dipaparkannya penelitian sebelumnya yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan jerami padi sebagai bahan utama pembuatan pupuk organik mungkin sekali untuk dilakukan. Hal ini ditunjukkan dengan efektivitas penggunaannya yang menghasilkan suatu reaksi dengan humus yang ada dalam tanah yang menjadikan lahan pertanian menjadi subur sekaligus ramah lingkungan. Jika metode pengaplikasian RAW ini berhasil dilakukan, maka sampah hasil kegiatan pertanian mampu untuk diminimalisir sekaligus mewujudkan National Circular Economy di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Baca juga : KIP Tetapkan BI Sebagai Badan Publik Informatif 2023

Arif, A. (2015). Pengaruh Bahan Kimia Terhadap Penggunaan Pestisida Lingkungan. Jurnal Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Vol. 3 (4). pp 134-143. DOI: 10.24252/jurfar.v3i4.2218

Badan Pusat Statistik. (2023). Luas Panen dan Produksi Padi di Indonesia 2023 (Angka Sementara). No. 68/10/Th. XXVI, 16 Oktober 2023.

Ekman, A., Wallberg, O., Joelsson, E., Börjesson, P., (2013). Possibilities for sustainable Biorefineries based on agricultural residues– a case study of potential straw-based ethanol production in Sweden. Appl. Energy 102, 288–308.

Liu, Y., Ruiz-Menjivar, J., Zhang, L., Zhang, J. and Swisher, M.E. (2019), “Technical training and rice farmer’s adoption of low-carbon management practices: the case of soil testing and formulated fertilization technologies in Hubei, China”, Journal of Cleaner Production, Vol. 226, pp. 454-462, DOI:10.1016/j.jclepro.2019.04.026

Silalertruksa, T., Gheewala, S. H. (2013). A comparative LCA of rice straw utilization for fuels and fertilizer in Thailand. Bioresource Technology, Vol. 150, pp. 412-419. ISSN: 0960-8524, DOI: 10.1016/j.biortech.2013.09.015

Watanabe, T., Luu, H.M., Nguyen, N.H., Ito, O., Inubushi, K. (2013) Combined Effects of the Continual Application of Composted Rice Straw and Chemical Fertilizer on Rice Yield under a Double Rice Cropping System in the Mekong Delta, Vietnam. Japan Agricultural Research Quarterly: JARQ, Vol. 47(4), pp. 397-404, e-ISSN 2185-8896, ISSN: 0021-3551, DOI:10.6090/jarq.47.397

Yang, Z., Yin, N., Mugera, A.W. and Wang, Y. (2021), “Impact of multiple soil conservation practices on rice yields and chemical fertiliser use in China”, China Agricultural Economic Review, Vol. 13 No. 4, pp. 851-871. DOI: 10.1108/CAER-06-2020-0116

Muhammad Ilham Firmansyah
Muhammad Ilham Firmansyah
Scientific Enthusiastic/Mahasiswa

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.