Dark/Light Mode

Setelah Disemprit Presiden

Menkeu Kenakan Bea Masuk Impor Untuk Produk Tekstil

Senin, 11 November 2019 09:01 WIB
Menkeu Sri Mulyani  (Foto Rhendy/RM)
Menkeu Sri Mulyani (Foto Rhendy/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Setelah disemprit Presiden Jokowi, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani akhirnya menerapkan kebijakan tarif bea masuk baru bagi beberapa komoditas impor, khususnya untuk produk tekstil.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Kementerian Keuangan Syarif Hidayat mengatakan, kebijakan baru itu ditujukan kepada produk yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)161/ PMK.010/2019, PMK 162/ PMK.010/2019, dan PMK 163/ PMK.010/2019. 

“Kemenkeu telah menetapkan kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) untuk beberapa jenis barang impor. Kebijakan ini untuk mengamankan industri dalam negeri dan menekan impor produk tekstil, sehingga penggunaan produk domestik meningkat,” ujar Syarif di Jakarta. 

Dilanjutkan, melalui PMK 161/PMK.010/2019, Kementerian Keuangan telah menetapkan BMTPS terhadap produk benang (selain benang jahit) serta stapel sintetik dan artifisial yang diimpor mulai dari Rp 1.405/ kg. 

Baca juga : Menteri Profesional Berani Eksekusi Kebijakan Sesuai Visi Jokowi

Sementara, dalam PMK 162/ PMK.010/2019, Kementerian Keuangan juga telah menetapkan BMTPS untuk produk kain yang diimpor mulai dari Rp 1.318/meter hingga Rp 9.521/ meter serta tarif advalorem berkisar 36,30 persen hingga 67,70 persen. 

Sedangkan dalam PMK 163/ PMK.010/2019, Kementerian Keuangan juga mengenakan BMTPS terhadap produk tirai (termasuk gorden), kerai dalam, kelambu tempat tidur, dan barang perabot lainnya yang diimpor sebesar Rp 41.083/kg. 

Syarif mengungkapkan, BMTPS tersebut diterapkan terhadap beberapa pos tarif dalam buku tarif kepabeanan Indonesia (BTKI). Untuk impor produk benang (selain benang jahit) dari serat stapel sintetik dan artifisial diterapkan sebanyak 6 pos tarif. Sementara untuk produk kain sebanyak 107 pos tarif. Untuk produk tirai (termasuk gorden), kerai dalam, kelambu tempat tidur, dan barang perabot lainnya sebanyak 8 pos tarif dengan besaran tarifnya tercantum dalam PMK tersebut. 

“Ketiga aturan ini mulai diimplementasikan 9 November 2019 dan akan berlaku selama dua ratus hari,” tegas Syarif. 

Baca juga : PKB: Sertifikasi Halal Berikan Kenyamanan bagi Konsumen dan Produsen

Seperti diketahui, dalam beberapa tahun terakhir, produk tekstil impor terus membanjiri Indonesia. Kementerian Keuangan men catat sampai sekarang setidaknya ada 309 importir tekstil produk tekstil (TPT) yang telah melanggar aturan kementerian terkait. 

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, impor TPT yang terus meningkat karena daya beli masyarakat melemah.“Akhirnya pelaku bisnis TPT mencari celah produk yang lebih murah dari luar negeri. Dijual dengan harga murah juga agar konsumen tertarik beli,” ujar Ade. 

Selain pelemahan daya beli, efek perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China membuat pasar ritel dalam negeri ikut melempem. “Dari 2017-2018 terjadi gap balance di industri tekstil sebesar 800 juta dolar AS, artinya ada penambahan impor di sana,” kata Ade. 

Seperti diketahui, industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia sempat memasuki era kejayaan, bahkan pada 2007 perdagangan industri ini mencatatkan surplus hingga 7,8 miliar dolar AS. Tapi kondisi itu berbalik, surplus industri ini tercatat tinggal 3,2 miliar di 2018. [NOV]

Baca juga : Menteri dari Profesional Bisa Bekerja Total untuk Jokowi Tanpa Pikirkan Politik

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.