Dark/Light Mode

Industri Penerbangan Non-Airline Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Kamis, 27 Juni 2024 20:39 WIB
Presiden Direktur Aviatory Indonesia Ziva Narendra Arifin
Presiden Direktur Aviatory Indonesia Ziva Narendra Arifin

RM.id  Rakyat Merdeka - Para pelaku industri penerbangan Non-Airline, mengharapkan adanya kebijakan atas fleksibilitas operasional pesawat perintis, yang memudahkan akses masyarakat di daerah.

Presiden Direktur Aviatory Indonesia Ziva Narendra Arifin mengatakan, industri ini memiliki potensial pertumbuhan sangat besar.

"Industri penerbangan itu luas, saya menyebut Indonesia airline sentric. Karena fokus pada harga avtur, tiket pesawat yang berpotensi membawa investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Karena potensi pertumbuhannya bisa sampai 300 persen," ujar Narendra, saat ditemui Rakyat Merdeka/RM.id, pada acara Asian Sky Forum: Business Aviation 2024, di Hotel ShangriLa, Jakarta, Rabu (26/6/2024).

Baca juga : CCS Bisa Teken Emisi Karbon Dan Kerek Pertumbuhan Ekonomi

Dengan angka pertumbuhan tersebut, Narendra menilai, perekonomian nasional akan moncer sehingga cita-cita Indonesia Emas pada 2045 akan menjadi makin dekat.

Lebih lanjut Narendra menerangkan, industri penerbangan Indonesia banyak bersandara pada sumber daya alam (SDA), manufaktur, perkebunan, hingga pariwisata.

Semua itu, kata Narendra membutuhkan moda transportasi, yang tidak semuanya bisa dilayani penerbangan maskapai berjadwal. Apalagi, Indonesia merupakan negara kepulauan.

Baca juga : Adopsi Tata Kelola Peternakan Austrex, Kemenkop UKM Dorong Ketahanan Pangan Nasional

"Di sinilah, private aviation, charter aviation, bisa menjadi tulang punggung dalam menunjang ekonomi di daerah tertinggal. Bayangkan, ada 17 ribu pulau di Indonesia. Jadi, demand nya sangat tinggi," katanya.

Di kesempatan yang sama, Kepala Seksi Rekayasa Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Suwito sepakat, kalau industri penerbangan di Indonesia memiliki potensi besar untuk terus tumbuh dan berkembang. Hanya saja, tantangan dan kendala yang dihadapi juga tidak kecil.

"Kita tahu, banyak faktor yang mempengaruhi industri penerbangan, tidak hanya di Indonesia. Tapi, juga di negara lain. Seperti, dampak dari pelemahan nilai rupiah, karena biaya avtur kan jadi komponen pembiayaan maskapai sampai 40 persen dan biasanya dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS)," ujar Suwito.

Baca juga : Desa Mandiri Energi Dorong Ekonomi Dusun Bondan Terus Berputar

Sebagai informasi, Asian Sky Forum yang merupakakan event kali kedua setelah tahun lalu diadakan Malaysia,  ini merupakan forum yang mewadahi para pelaku industri penerbangan non-airline.

Bukan hanya Asia, sejumlah industri penerbangan di Eropa juga terlibat aktif. Misalnya, Dassault (Perancis) ataupun Bombardier (Kanada). Di Jakarta, forum ini berlangsung dua hari, mulai Rabu (26/6/2024) hingga Kamis (27/6/2024).

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.