Dark/Light Mode

Soal Regulasi Batu Bara

Pengusaha Jangan Ngarep Bisa Seperti Di Australia

Kamis, 21 November 2019 11:46 WIB
Perwakilan pengusaha dan pemerintah berdiskusi di Forum Kata Data yang bertajuk Iklim Investasi dan Daya Saing Investasi Batu Bara di Graha Bimasena Hotel Dharmawangsa Jakarta, Rabu (20/11). (Foto : Fajar/RM)
Perwakilan pengusaha dan pemerintah berdiskusi di Forum Kata Data yang bertajuk Iklim Investasi dan Daya Saing Investasi Batu Bara di Graha Bimasena Hotel Dharmawangsa Jakarta, Rabu (20/11). (Foto : Fajar/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pelaku usaha menyebut Indonesia perlu mencontoh negara lain dalam mengelola bisnis batu bara, terutama dalam menciptakan regulasi. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan, untuk menarik minat investor, Indonesia perlu meniru negara lain yang berhasil. Dia menyebut salah satu contohnya Australia.

"Mungkin kita juga perlu melihat sesama negara produsen seperti Australia yang terdekat," kata Hendra dalam diskusi Katadata "Forum bertajuk Iklim Investasi dan Daya Saing Investasi Batu Bara Indonesia" di Graha Bimasena Hotel Dharmawangsa Jakarta, Rabu (20/11).

Menurutnya, Australia mampu membuat iklim bisnis yang bagus bagi para pelaku usaha. Regulasi yang diciptakan banyak membuat investor tergiur untuk ikut membangun bisnis batu bara disana.

Tidak ada salahnya jika Indonesia bisa meniru cara negeri Kanguru, misalnya dalam hal Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Mereka bisa lebih menjamin kepastian. Secara tarif kita juga tidak kompetitif dibandingkan dengan Australia," papar Hendra.

"PNBP ini menambah cost nah investor melihat memang di Indonesia masih terlalu tinggi sehingga kurang menarik," imbuhnya.

Baca juga : Jokowi Ingin Proyek Blok Masela Segera Dikebut

Lebih jauh Hendra meminta pemerintah mengajak pelaku usaha untuk duduk bareng sebelum menciptakan peraturan.

Sejauh ini, lanjut Hendra, pemerintah hanya mengundang saat pembahasan siap untuk disahkan. "Sebelum dibuat aturannya. Saran kami dalam berdiskusi dan konsultasi mohon kami dilibatkan dari awal. Agar tidak di finishing baru dilibatkan," pinta Hendra.

Hal ini penting karena batu bara secara aturan yang diberikan untuk industri perdagangan ataupun pasar itu mempengaruhi investasi. 

"Investasi di sini itu dipengaruhi oleh banyak faktor paling utama mengenai kesulitan pemerintah dalam mengendalikan produksi yang nantinya berpengaruh juga keharga," paparnya.

Menurutnya, bisnis batu bara di Indonesia masih banyak tertinggal dengan negara tetangga. "Lalu dengan Vietnam, investor luar lebih berminat menanamkan usahanya di sana karena kepastiannya lebih jelas, terutama masalah harga," kata Hendra.

Selain itu, upah buruh yang tidak pasti membuat kekhawatiran dari sisi lain. Kemudian risiko keadaan politik di Indonesia juga sering menjadi pertimbangan yang membuat pengusaha menahan investasi mereka.

Baca juga : Ributkan Munaslub, Para Pengusaha Importir Masih Sikut-sikutan

Harga penjualan batu bara selama bulan November 2019 dipatok pada angka 66,27 dolar AS per ton atau naik 2,27 persen dari harga batu bara acuan (HBA) Oktober 2019 sebesar 64,8 dolar AS per ton.

Ketetapan ini mengacu pada Keputusan Menteri Nomor 224 K/30/MEM/2019 yang ditandatangani oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batu bara Acuan untuk Bulan November 2019.

Direktur Jenderal Pertambangan Batu Bara dan Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariyono meminta pelaku usaha tidak membandingkan peraturan yang ada di Indonesia dengan negara lain.

Dia bilang, Indonesia tidak bisa dibandingkan iklim investasi serta bisnisnya dengan Australia karena banyak faktor.

Tiap negara punya karakter masing-masing yang tidak mungkin seragam sehingga aturan yang dibuat juga harus menyesuaikan.

"Kalau dibandingkan dengan Australia memang begitu, tapi konsep tiap negara itu berbeda-beda. Mereka punya karakter masing-masing," kata Bambang.

Baca juga : Regulasinya Belum Ada, Senayan Minta Penggunaan Skuter Listrik Dimoratorium Dulu

Ditegaskan, sejauh ini aturan seputar batu bara yang dibuat pemerintah masih dalam tahap wajar. Regulasi diciptakan untuk keadilan seluruh pihak.

"Yang penting negara tidak membuat perusahaan bangkrut," tegasnya.

Terkait minat investor menanamkan uangnya di industri diakui dia memang sangat dibutuhkan. Tapi satu sisi penerimaan negara juga dibutuhkan agar hasilnya  bisa dinikmati oleh masyarakat luas.

"Brand mark itu masing-masing ya kita memang penting untuk menarik investasi. Tapi kalau yang diterima negara terlalu rendah apakah akan memberikan hasil yang baik untuk negara. Kan belum tentu," tuturnya.

Menurutnya, perbandingan antara Indonesia dengan Australia tidaklah proporsional jika dilihat dari banyaknya sudut pandang. "Kalau perbandingan tidak bisa apple to apple begitu. Apalagi dengan Australia," tegasnya. [JAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.