Dark/Light Mode

Bursa Anjlok 5 Persen, Ini Kata OJK

Jumat, 13 Maret 2020 08:33 WIB
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Ilmi (kanan) saat memberikan paparan kinerja Pasar Modal dalam acara pelatihan Wartawan di Padang, Sumbar, Kamis (12/3). (Foto: DWI/Rakyat Merdeka)
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Ilmi (kanan) saat memberikan paparan kinerja Pasar Modal dalam acara pelatihan Wartawan di Padang, Sumbar, Kamis (12/3). (Foto: DWI/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Anjloknya perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam beberapa hari terakhir ini membuat market cukup ketar-ketir. Meski begitu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan, kondisi bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga global.

Pada perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kemarin, anjlok 5,01 persen ke level 4.895,75 pada pukul 15.33 WIB. Akibatnya, BEI pun melakukan penghentian sementara perdagangan (trading halt). Hal itu dilakukan dalam upaya penanganan perdagangan di BEI dalam kondisi darurat, sesuai dengan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor Kep-00024/BEI/03-2020 per tanggal 10 Maret 2020 perihal Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di BEI.

Diakui Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Ilmi, sepanjang Januari indeks memang mengalami tekanan. Secara year to date (ytd) sejak Januari 2020 indeks sudah turun hingga 21 persen. Sementara year on year (yoy) indeks sudah turun sebanyak 24 persen dari Maret 2019.

Baca juga : Industri Otomotif Dipatok Naik 6 Persen, Begini Caranya

"Tekanan sangat tinggi di pasar modal bukan cuma Indonesia tapi juga dunia. Indeks lain di Singapura juga turun ke level 3,48 persen. Nikkei Jepang juga turun 4,4 persen sejak sebulan terakhir," imbuhnya dalam pelatihan wartawan OJK di Padang, Sumatera Barat, kemarin.

Fakhri membeberkan, setidaknya ada beberapa penyebab mengapa pasar modal dunia mengalami tekanan cukup berat. Pertama, pasca kemarin Badan Kesehatan dunia (WHO) mengumumkan bahwa wabah virus corina merupaka  pandemi virus yang terjadi di seluruh dunia, bahkan angkanya penularan corona yang terus bergerak.

Penyebab kedua bisa terlihat dari pernyataan dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang melarang masuknya penumpang atau pengunjung dari Eropa. "Semua aspek ekonomi terkena, sehingga tidak bisa diisolasi Indonesia saja, tapi seluruh dunia," tuturnya.

Baca juga : Soal Unjuk Rasa dan Pekerja Keguguran, Ini Kata Produsen Es Krim Aice

Ketiga, lantaran adanya perang harga minyak yang turun ke level 30. Adanya persaingan dari negara-negara OPEC yang melakukan perang terbuka dengan Rusia. Keempat, kebijakan pemerintah AS yang menurukan suku bunga 1 mingu sebanyam 50 bps dalam rangka menangani virus corona, namun nyatanya tak memiliki efeknya. "Hasilnya indeks masih tertekan," ucapnya.

Sementara beberapa penyebab pasar modal di Indonesia pun juga terjadi. Fakhri bilang, secara spesifik ada juga beberapa isu yang memberatkan indeks, pertama, saat Presiden Jokowi mengumumkan dua kasus virus corona terbaru. "Pagi pasar sempat optimis, ketika pengumumanya, siangnya saham justru terjun bebas," imbuh.

Hal itu makin diperparah dengan perkembangan saat ini, di mana suspect corona di Indonesia terus bertambah, sekaligus banyak korban meninggal akibat positif corona. "Ketika kasus nomor 25 perdagangan sesi 2 naik turun 0,1-0,2 persen, begitu ada yang meninggal langsung terjun bebas lagi," katanya.

Baca juga : Banjir, Aturan Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan

Penyebab-penyebab spesifik tertekannya indeks di Indonesia adalah kasus bergulirnya kasus Jiwasraya, meskipun saat ini sudah ada titik terang. Di mana akhir Maret 2020 akan dilakukan pembayaran polis oleh BUMN, termasuk menjual salah satu aset salah Citos. "Juga holding asuransi sudah terbentuk sehingga ada skema penyelamatan," tuturnya.

Ia menekankan, awal tahun ini memang cukup berat dari awal banjir hingga permasahan ekonomi politik lainnya. "Permasalahan market kita ini yang belum dalam, harus menambah suplay demand serta pendalaman pasar," jelas Fakhri.

Saat ini sambung dia, OJK masih melihat apa yang akan terjadi ke depannya. "Kami juga nggak tahu akan ada kebijakan apa lagi ke depan, masih melihatnya. Apakah market akan lebih confidence di semester 2, kami bukan analis jadi tidak bisa melihat dan memprediksi ke depan seperti apa," kilahnya. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.