Dark/Light Mode

Selamat Datang Perovskite, Mineral Baru Sumber Energi Listrik Masa Depan

Jumat, 15 Mei 2020 09:37 WIB
Direktur Utama PT Pertamina EP, Nanang Abdul Manaf (Foto: Istimewa)
Direktur Utama PT Pertamina EP, Nanang Abdul Manaf (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Menurut International Energy Agency (IEA), tenaga surya telah menyuplai sekitar 592 Giga Watt atau hanya sekitar 2,2 persen saja, dari pemakaian tenaga listrik dunia sebesar 26,571 Giga Watt di tahun 2018.

Setelah maraknya pemasangan photo voltaic (PV), maka pemakaian tenaga surya meningkat menjadi 100 Giga Watt atau 20 persen dari pemakaian listrik dunia.

Lebih dari 90 persen pemasangan panel photo voltaic (PV) dibuat dari kristal siliko. Hal ini sejalan dengan semakin kompetitifnya rata-rata harga listrik pembangkit tenaga surya.

Baca juga : Bandara Seperti Pasar, Masjid Seperti Kuburan

Berdasarkan laporan International Renewable Energy Agency (IRENA), pembangkit tenaga surya sudah sangat kompetitif dibandingkan pembangkit dari energi fosil, seperti dari minyak, gas dan batubara, dengan rata-rata harga listrik turun sekitar 75 persen atau di bawah 10 cent dolar AS/KWh.

"Hal ini merupakan babak baru kehidupan manusia, yang mulai meninggalkan sumber energi fosil, yang selama ini digunakan lebih dari satu abad. Selamat datang Perovskite," tegas Nanang.

Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menjelaskan, potensi pengembangan energi surya di Indonesia sangat besar. Tercatat, Indonesia memiliki potensi energi surya sebesar 207,8 Giga Watt Peak (GWp) dengan realisasi mencapai 0,15 GWp.

Baca juga : Tekan Jumlah Perokok, Indonesia Perlu Tiru Amerika Dan Swedia

Pada tahun 2020, tambahan kapasitas pembangkit EBT ditargetkan menjadi 933 MW dengan PLTS 78 MW. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya mendorong pemanfaatan energi surya secara optimal, dengan melibatkan seluruh stakeholder.

"Penggunaan energi surya sebagai green energy menggunakan clean technology harus menjadi pilihan dan prioritas bagi kita untuk mendukung sustainability," kata Agung.

Sebagai informasi, perovskite masuk sebagai rare earth elements (REE), yang senyawa kimianya disebut Kalsium Titanium Oksida dengan rumus kimia CaTiO3.

Baca juga : AWR dan Kostratani Dianggap Sebagai Perangkat Pertanian Masa Depan

Mineral ini pertama kali ditemukan ditemukan di sekitar Pegunungan Urals, Rusia, oleh Gustav Rose pada tahun 1839, yang kemudian dilakukan penelitian lanjut oleh Victor Goldschmidt pada tahun 1926. [HES]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.