Dark/Light Mode

Dituntut Genjot Produktivitas

Industri Tekstil Kebanjiran Insentif

Rabu, 13 Februari 2019 09:05 WIB
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika mengunjungi UPT Tekstil di Kabupaten Majalaya, Bandung, Jawa Barat, Selasa (18/9). Dok : Humas Kemenperin
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika mengunjungi UPT Tekstil di Kabupaten Majalaya, Bandung, Jawa Barat, Selasa (18/9). Dok : Humas Kemenperin

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian  Perindustrian  (Kemenperin)  bakal menggenjot  produktivitas industri  tekstil dalam negeri.  Berbagai insentif  pun akan diberikan,  mulai dari kemudahan  impor mesin hingga  pengurangan pajak.

Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan, Kemenperin sedang  melakukan identifikasi terhadap  industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang akan meningkatkan kapasitas produksinya. Baik  untuk memenuhi kebutuhan  pasar dalam negeri sebagai substitusi impor, maupun keperluan  mengisi kancah ekspor.

Oleh karena itu, pemerintah  siap memberikan beberapa kemudahan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan tersebut.  “Fasilitas itu antara lain, kemudahan untuk impor mesinmesin dan barang modal yang  lebih cepat. Kemudian jaminan  akses terhadap ketersediaan  bahan baku,” ujarnya di Jakarta,  kemarin.

Seiring untuk menggenjot  produktivitas industri TPT, Kementerian Perindustrian juga  melakukan peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia  (SDM). Hal itu terealisasi melalui program pendidikan vokasi  yang link and match antara  Sekolah Menengah Kejuruan  (SMK) dengan industri.

“Upaya strategis itu sebagai  salah satu wujud nyata dari  komitmen pemerintah dalam  membangun SDM yang kompeten, sesuai kebutuhan dunia  industrinya saat ini dan sejalan  dengan implementasi Making  Indonesia 4.0,” paparnya.

Bahkan, Kemenperin telah  mengusulkan mengenai penerapan skema insentif fiskal berupa  super deductible tax atau pengurangan pajak di atas 100 persen.  Fasilitas ini akan diberikan kepada industri yang terlibat dalam  program pendidikan vokasi,  serta melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang)  untuk menghasilkan inovasi.

“Skema yang diusulkan adalah  pengurangan pajak bagi industri  yang terlibat dalam pelatihan  dan pendidikan vokasi sebesar  200 persen. Sedangkan, bagi industri yang melakukan kegiatan  litbang atau inovasi sebesar 300  persen,” kata Airlangga.

Baca juga : Industri Otomotif, Kebanjiran Investasi

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan terjadi peningkatan kapasitas dan daya saing industri secara nasional, termasuk  perusahaan-perusahaan TPT. 

“Kami optimistis akan terjadi  peningkatan ekspor TPT sampai  dengan 15 miliar dolar AS pada  tahun 2019,” katanya.

Kemenperin mencatat, ekspor  TPT nasional pada tahun 2018  diprediksi mencapai 13,28 miliar  dolar AS, naik 5,6 persen dibanding periode yang sama tahun  sebelumnya. Industri TPT nasional mampu memberikan share  ekspor dunia sebesar 1,6 persen.

Bahkan, industri TPT menunjukkan kinerja gemilang sepanjang  tahun 2018, dengan pertumbuhan  sebesar 8,73 persen. Angka ini melampaui pertumbuhan ekonomi  nasional sekitar 5,17 persen.

“Hingga saat ini, industri TPT  di dalam negeri telah menyerap  tenaga kerja sebanyak 3,58 juta  orang atau 21,2 persen dari total  tenaga kerja di sektor industri  manufaktur,” katanya.

//Masuk 5 Besar Dunia

Airlangga mengatakan, pemerintah membidik industri  tekstil dan produk tekstil nasional dapat masuk dalam jajaran  lima besar dunia pada 2030. 

Baca juga : Toyota: Daya Saing Otomotif Kita Naik

“Industri ini akan terus naik kinerjanya. Khusus industri sarung,  pemerintah telah memberikan  dukungan penuh terhadap produsen dalam negeri,” katanya.

Dalam hal ini, Kemenperin  akan mengembangkan potensi  sarung sebagai gaya hidup baru  bagi masyarakat Indonesia. “Pada  Maret 2019, akan diselenggarakan festival sarung. Apalagi, kita  punya keunggulan motif yang  beragam dari berbagai daerah di  Indonesia,” ujarnya.

Menperin meyakini, industri TPT dalam negeri mampu  kompetitif di kancah global  karena telah memiliki daya  saing tinggi. Hal ini didorong  struktur industrinya sudah yang  terintegrasi dari hulu sampai  hilir, dan produknya juga dikenal  memiliki kualitas yang baik di  pasar internasional.

“Pemerintah terus memacu kinerja industri TPT. Apalagi sektor  ini tergolong padat karya dan berorientasi ekspor sehingga memberikan kontribusi yang signifikan bagi  perekonomian kita,” ujarnya.

Beberapa langkah strategis juga  telah disiapkan agar industri TPT  nasional bisa memasuki era digital. Misalnya, selama tiga hingga  lima tahun ke depan, Kemenperin  fokus mendongkrak kemampuan  di sektor hulu untuk meningkat￾kan produksi serat sintetis. 

“Upaya yang dilakukan, antara  lain menjalin kerja sama atau  menarik investasi perusahaan  penghasil serat berkualitas. Ini  juga bertujuan guna mengurangi  impor,” ujarnya.

Kemudian, mendorong pemanfaatan teknologi digital seperti  3D printing, automation, dan internet of things. Transformasi ini  diyakini dapat mengoptimalkan  efisiensi dan produktivitas.

Baca juga : Kartu Uang Elektronik LRT Sumsel Dukung Program Cashless Society

“Jadi, kami akan membangun  klaster industri tekstil terintegrasi dengan terkoneksi teknologi  industri 4.0,” kata Airlangga.

Saat ini, pemerintah juga berupaya membuat perjanjian kerja  sama ekonomi yang komprehensif dengan Amerika Serikat dan  Uni Eropa untuk memperluas  pasar ekspor TPT lokal. Produk  TPT negara tetangga seperti  Vietnam bisa masuk ke pasar  Amerika dan Uni Eropa dengan  tarif bea masuk nol persen.

“Sedangkan bea masuk ekspor  produk tekstil Indonesia masih  dikenakan 5-20 persen. Untuk  itu, perlu ada bilateral agreement  tersebut,” tukasnya.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade  Sudrajat mengatakan, pihaknya  mengharapkan adanya harmonisasi industri tekstil nasional dari  hulu hingga hilir. Agar, produktivitas tekstil terus meningkat.

Menurutnya, pada 2010 surplus  perdagangan TPT sempat menembus 5 miliar dolar AS. Namun, capaian itu terus turun hingga 2018  menjadi 3,8 miliar dolar AS.

“Impor kain dan benang terus  meningkat karena harga benang  dan kain di dalam negeri tinggi  akibat Bea Masuk Anti Dumping  (BMAD) untuk produk bahan  baku benang, yakni Polyester  Staple Fiber (PSF) dari Taiwan,  China, dan India sebesar 5 hingga 28 persen,” ujar Ade. [ASI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.