Dark/Light Mode

Dana Pemulihan Ekonomi Bengkak, Core Usul Pemerintah Cetak Uang

Kamis, 4 Juni 2020 13:59 WIB
Ilustrasi pencetakan uang. (Foto: net)
Ilustrasi pencetakan uang. (Foto: net)

RM.id  Rakyat Merdeka - Center of Reform on Economics (Core) Indonesia mengusulkan Bank Indonesia (BI) untuk melakukan pencetakan uang. Hal ini dilakukan karena anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk pemulihan ekonomi nasional dari dampak virus corona melonjak naik Rp 677 triliun.

Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, pembiayaan melalui sumber-sumber dari dalam negeri melalui penerbitan surat utang oleh pemerintah sulit dilakukan karena likuiditas yang terbatas. "Kebijakan penerbitan surat utang sulit dilakukan menimbang kondisi di dalam negeri yang sedang kekeringan likuiditas. Untuk itu, kebijakan tambahan diperlukan demi pemenuhan likuiditas di dalam negeri, yaitu dengan kebijakan pencetakan uang oleh bank sentral," ujarnya di Jakarta, Kamis (4/6).

Umumnya, kata Piter, pemerintah menarik sumber pembiayaan dari dalam negeri melalui penerbitan surat utang. Namun di tengah keringnya likuiditas akibat pandemi akan sangat sulit berharap permintaan terhadap surat utang pemerintah mampu menutup kebutuhan pembiayaan.

Baca juga : Anak Buah Megawati Desak Pemerintah Lakukan Evaluasi

Karena, investor asing yang mempunyai presentase kepemilikan terbesar dalam surat utang pemerintah mengurangi porsi kepemilikannya, sementara bank masih menghadapi permasalahan likuiditas akibat tekanan NPL dan upaya restrukturisasi kredit. Di sisi lain, investor individu cenderung melakukan precautionary saving yang lazim terjadi di tengah pandemi ataupun tekanan ekonomi.

Dengan asumsi serapan SBN sampai dengan akhir Mei 2020 mencapai Rp 120 triliun, tambahan pinjaman pemerintah yang akan mencapai Rp148 triliun, dan kebutuhan pembiayaan mencapai Rp 2.426 triliun, maka pada periode Juni-Desember 2020 diperlukan tambahan likuiditas hingga Rp 1.800 triliun di surat utang pemerintah.

Hal ini menjadi tantangan karena dalam lima tahun terakhir serapan maksimal pasar pada instrumen surat utang pemerintah hanya mencapai Rp 900 triliun, yang terjadi pada tahun 2019. "Di sinilah kebutuhan likuiditas tambahan melalui kebijakan cetak uang diperlukan," ujarnya.

Baca juga : Khamenei: Pembunuhan George Floyd Ungkap Sifat dan Karakter Asli Pemerintah AS

Saat ini, kata Piter, posisi jumlah uang beredar di Indonesia saat ini relatif rendah dibandingkan negara-negara lain. Rasio uang primer terhadap PDB (M0/PDB) hanya ada di kisaran 6 persen. Padahal di Thailand dan bahkan Vietnam, M0/PDB bisa mencapai 14 persen.

"Tambahan uang kartal dengan kebijakan cetak uang baru sebesar Rp 1.000 triliun diperkirakan akan meningkatkan M0/PDB dari enam persen menjadi 15 persen, atau kurang lebih sama dengan Thailand dan Vietnam," ungkapnya.

Sementara rata-rata pertumbuhan jumlah uang beredar dalam dalam lima tahun terakhir sejak 2015 sampai 2019 sangat rendah, yaitu sekitar 11 persen (yoy). Jauh di bawah pertumbuhan semasa krisis ekonomi tahun 1998 yang mencapai 29 persen (yoy). Apalagi bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun 1963-1965 yang secara rata-rata lebih dari 200 persen (yoy) sehingga kemudian menyebabkan terjadinya hiperinflasi.

Baca juga : Banyak Yang Terdampak Covid-19, Hipmi Minta Pemerintah Perhatikan UMKM

"Jumlah uang beredar di Indonesia akan terlihat jauh lebih kecil lagi, jika diukur menggunakan rasio uang beredar dalam artian luas (M2) terhadap PDB. Saat ini rasio M2 terhadap PDB Indonesia hanya sekitar 38 persen," jelasnya.

Angka ini sangat rendah bila dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Thailand, bahkan Vietnam yang masing-masing mencapai 125 persen, 124 persen, dan 158 persen. Apalagi bila dibandingkan dengan China yang PDB-nya hampir mencapai 200 persen, atau Jepang yang di atas 200 persen.

"Dengan mempertimbangkan jumlah uang beredar yang saat ini masih sangat rendah, Indonesia sesungguhnya masih punya ruang untuk mencetak uang guna membiayai stimulus fiskal dalam rangka membantu ekonomi di tengah pandemi," ucapnya. [KPJ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.