Dark/Light Mode

Anggaran Pemulihan Ekonomi 589 Triliun

Awas, Garong BLBI - Century Bangkit Lagi

Rabu, 10 Juni 2020 06:12 WIB
Ilustrasi kasus Bank Century. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi kasus Bank Century. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pandemi virus corona bikin ekonomi kita jatuh sakit. Agar tak makin terpuruk, pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar Rp 589 triliun dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Namun, anggaran besar tersebut membuat banyak pihak khawatir. Takut garong seperti di kasus BLBI atau Bank Century bangkit lagi.

Anggaran PEN tersebut masuk dalam alokasi Rp 677 triliun untuk menangani pandemi virus corona. Secara garis besar, anggaran PEN akan dialokasikan ke 10 instrumen kebijakan. Sebanyak Rp 205,20 triliun untuk memperbaiki sisi supply, dan Rp 384,45 triliun sebagian lagi memperbaiki sisi demand. Dari sisi demand, pemerintah akan merangsang konsumsi dari program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan sembako, bansos, dan sebagainya. Sedangkan dari sisi supply, pemerintah akan memberikan subsidi bunga untuk UMKM, insentif pengusaha, dan dukungan terhadap BUMN serta perbankan.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melihat anggaran sebesar ini sangat rentan disalahgunakan. Soalnya, sebagian besar anggaran itu digunakan membantu likuiditas. Kebijakan ini mirip-mirip bailout atau dana talangan yang rentan disalahgunakan seperti kasus BLBI dan Bank Century.

Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono mengaku sudah minta Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang dipimpin Menkeu Sri Mulyani agar cermat dalam membuat kebijakan. Jangan sampai kasus BLBI dan Century terulang lagi. Apalagi melihat anggaran untuk PEN terus meningkat. "Ini karena tidak memitigasi dulu besarannya sebelum membuat kebijakan. Tapi kami sudah berikan warning kepada pemerintah," kata Agus, kemarin.

Baca juga : Gojek Sumringah Bisa Angkut Penumpang Lagi

Anggaran PEN memang terus meningkat. Dari Rp 300 triliun menjadi Rp 600 triliun. Menurut dia, hal ini terjadi lantaran pemerintah tidak memitigasi dulu besarannya sebelum membuat kebijakan.

Jika tidak dimitigasi dengan baik, dia khawatir akan menyebabkan kondisi seperti kasus BLBI dan Bank Century. Agus lalu menceritakan soal kasus BLBI pada krismon 98. Saat itu, pemerintah tidak mengetahui berapa sebenarnya jumlah utang atau jumlah beban yang dibutuhkan untuk melakukan bailout. Padahal, itu sangat penting.

Pada saat itu, ada 48 bank sekarat yang mendapat guyuran dana Rp 144,5 triliun. Belakangan, terungkap banyak bank melakukan praktik lancung pemberian kredit yang ikut menimbulkan krisis moneter. Alih-alih mendapat sanksi karena melanggar batas maksimum pemberian kredit, para bank-bank itu malah menikmati kucuran duit negara, dan mayoritas gagal bayar.

Menurut Agus, masalah serupa juga terjadi pada kasus Century. Dari hasil pemeriksaan BPK, saat itu, KSSK tidak mengetahui pasti nilai untuk melakukan bailout di Bank Century. "Sehingga pada saat Menkeu menandatangani, pada saat itu 2009, kebutuhan itu hanya Rp 670 miliar. Tetapi, pada saat dilaksanakan, kebutuhan itu berubah menjadi Rp 7 triliun," beber Agus.

Baca juga : Muhaimin Cs Tidak Ingin Skandal BLBI Terulang Lagi

Lebih lanjut Agus mengungkap, aset-aset BLBI dan Bank Century masih menimbulkan jejak persoalan dan membekas di laporan keuangan pemerintah pusat. "Padahal (BLBI) kejadiannya sudah terjadi dari 1998. Dengan bekal pengetahuan ini, maka kita mitigasi risiko agar pemerintah tidak mengulangi kesalahan yang sama," kata Agus.

Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, memberi penjelasan soal alokasi dana Rp 589,65 triliun untuk PEN. Rinciannya, Rp 203,9 triliun (35 persen) untuk perlindungan sosial, Rp 123,46 triliun (21 persen) untuk UMKM, Rp 120,61 triliun (20 persen) untuk insentif usaha, Rp 97,11 triliun (16 persen) untuk sektoral dan Pemda, dan Rp 44,57 T (8 persen) untuk pembiayaan korporasi.

Jika dirinci, kata Prastowo, pembiayaan korporasi sebesar 8 persen. Itu pun ujung-ujungnya demi kepentingan rakyat. Sebab, alokasi dana ini bertujuan untuk menekan angka pengangguran akibat pandemi dan mendorong geliat ekonomi yang bersinggungan dengan para pelaku UMKM.

Di sisi lain, Prastowo menyebut, ada juga dana untuk BUMN sebesar Rp 52,57 triliun atau sekitar 8,8 persen dari anggaran pemulihan ekonomi ini. Dana tersebut hasil campuran, sebagian dari pos pembiayaan korporasi dan sebagian dari perlindungan sosial.

Baca juga : Dana Pemulihan Ekonomi Bengkak, Core Usul Pemerintah Cetak Uang

Ada pun rinciannya, yaitu subsidi listrik Rp 6,9 triliun; bantuan sosial logistik, pangan, sembako sebesar Rp 10 triliun, Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk empat BUMN sebesar Rp 15,5 triliun, dan talangan (investasi) untuk modal kerja bagi lima BUMN total sebesar Rp 19,65 triliun. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.