Dark/Light Mode

Tembus Rp 5.603 Triliun

BI: Posisi Utang Luar Negeri Masih Sehat Dan Terkendali

Selasa, 16 Juni 2020 08:06 WIB
Ilustrasi Gedung Bank Indonesia (BI). (Foto: Istimewa)
Ilustrasi Gedung Bank Indonesia (BI). (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Pada akhir April 2020, ULN terkontraksi 4,8 persen, atau lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi bulan sebelumnya 2,4 persen. Dalam kondisi ini, utang perusahaan bukan lembaga keuangan mengalami peningkatan dari periode Maret 2020 sebesar 7 persen menjadi 7,3 persen pada April 2020.

“Sektor swasta yang mempunyai utang luar negeri antara lain jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin, pertambangan dan penggalian serta industri pengolahan,” ujar Onny.

Baca juga : Utang Luar Negeri Naik, Tapi Masih Aman Terkendali

Kendati meningkat, menurut dia, pengelolaan utang luar negeri pemerintah tetap dilakukan secara hatihati dan akuntabel untuk mendukung belanja pri oritas yang fokus kepada upa ya penanganan Covid-19 dan stimu lus ekonomi.

“BI juga mencatat struktur utang luar negeri Indonesia dalam keadaan sehat yang didukung pen erapan prinsip kehati-hatian dengan rasio mencapai 36,5 persen terhadap PDB,” ujarnya.

Baca juga : Yang Nggak Pake Masker Siap-Siap Dikenai Sanksi

Struktur utang juga didominasi oleh utang luar negeri berjangka panjang dengan pangsa mencapai 88,9 persen dari total utang luar negeri. “BI dan pemerintah akan terus meningkatkan koordinasi memantau perkembangan utang luar negeri, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya,” kata Onny lagi.

Peran utang luar negeri juga terus dioptimalkan dalam menyokong pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian.

Baca juga : Posisi Pemerintah Cuma Penjamin, Bukan Pemberi

Ekonom Institute for Development of economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adinegara menyebut, peningkatan utang pemerintah harus diwas padai di masa pandemi corona. “Utang pemerintah meningkat signifikan, sedangkan pertumbuhan ekonomi dan ekspor bergerak lambat. Berbahaya jika utang meningkat sementara produktivitas rendah,” kata Bhima.

Pemerintah, kata dia, juga harus punya pertimbangan ke depan dalam menambah utang, misalnya terkait beban pembiayaan bunga utang dan defisit keseimbangan primer. Selain itu, ada juga faktor lain yang tak kalah penting untuk dipertimbangkan yakni risiko nilai tukar rupiah dan kenaikan suku bunga acuan. [NOV]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.