Dark/Light Mode

Dualisme Bursa Komoditas Timah Kembali Disorot

Senin, 22 Juni 2020 22:23 WIB
ilustrasi transaksi komoditas timah di Indonesia meningkat.
ilustrasi transaksi komoditas timah di Indonesia meningkat.

RM.id  Rakyat Merdeka - Dualisme bursa komoditas timah di Indonesia, dikhawatirkan akan menciptakan pasar gelap karena tidak ada acuan harga yang jelas.

Hal tersebut, diungkapkan Pemerhati Kebijakan Publik, Yoga Duwarto. Menurutnya, akibat adanya dualisme bursa timah pembentukan harga jual ekspor timah bisa di bawah harga pasar dunia, atau fluktuasi harga timah Indonesia tidak terkendali. 

"Selain itu, membuat kemungkinan terjadinya manipulasi mutu timah yang diekspor, atau tidak sesuai dengan peraturan mutu yang ditetapkan pemerintah. Sering terjadi manipulasi volume timah yang diekspor," ujarnya dalam keterangan tertulis kepada Rakyat Merdeka, Senin (22/06).

Baca juga : Proyek Infrastruktur Prioritas Tetap Jalan Di Masa Corona

Diterangkannya lebih rinci, Indonesia memiliki keunggulan komparatif perdagangan timah di pasar internasional dan Indonesia sebagai ekspor timah.

Total sumber daya timah Indonesia, berdasar data Kementerian ESDM, dalam bentuk biji sebesar 3.483.785.508 ton dan logam 1.062.903 ton, sedangkan cadangan timah Indonesia dalam bentuk biji sebesar 1.592.208.743 ton dan logam 572.349 ton.

"Cadangan timah Indonesia menempati urutan kedua terbesar di dunia, setelah China," ujar Yoga.

Baca juga : Mentan SYL Lepas Ekspor 6 Komoditas Pertanian Jabar

Soal dualisme bursa timah Indonesia yang terjadi saat ini, kata dia, ternyata di negara manapun tidak ada yang memperdagangkan komoditas yang sama melalui 2 bursa, misalnya di Inggris, timah hanya diperdagangkan di bursa London Metal Exchange (LME) atau di Malaysia hanya di Kuala Lumpur Tin Market (KLTM). 

" Menjadi pertanyaan adanya gugatan seandainya dualisme bursa timah tetap menjadi kebijakan pemerintah. Terjadi ketidakpastian atau potensi kehilangan penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) atas ekspor timah murni batangan (Tin Ingot) bahkan negara berpotensi kehilangan pendapatan pajak (PPh 25) maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam bentuk royalti (3 persen)," warning Yoga.

Karenanya, dualisme bursa timah ini harus jadi perhatian serius pemerintah.  Apalagi, timah adalah komoditi ekspor unggulan Indonesia.

Baca juga : New Normal, Jasa Tirta II Kembali Buka Jatiluhur Valley Resort

Dikatakan Yoga, Indonesia adalah negara eksportir terbesar dunia dan Indonesia adalah produsen timah terbesar kedua di dunia, setelah CHina. Hampir 97 persen produksi timah Indonesia di ekspor ke berbagai negara, antara lain Amerika Serikat, Belanda, Jepang, Singapura dan India. 

"Diperkirakan kebutuhan timah dunia mencapai 200.000 ton per tahun, dan Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dunia atas timah sebesar 40 persen atau sekitar 80.000 ton per tahun," ujarnya.

Diketahui, ada Bursa Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) dan Jakarta Future Exchange (JFX). Keduanya sama sama memperdagangan komoditi timah. Dualisme akan mengganggu kedaulatan timah dan akan menciptakan pasar gelap yang akan berdampak pada pendapatan negara. [NOV] 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.