Dark/Light Mode

Realisasi Penyaluran PEN Capai 165 Persen

BUMN Ngarep Dana Tambahan Di Himbara

Senin, 10 Agustus 2020 07:50 WIB
Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo
Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo

RM.id  Rakyat Merdeka - Penyaluran dana pemerintah yang diparkir di empat bank pelat merah telah melampui 100 persen. Kementerian BUMN berharap, Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) kembali mendapat suntikan dana dari pemerintah.

Dari catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dana pemerintah yang ditempatkan di Himbara sebesar Rp 30 triliun itu, kini telah disalurkan dalam bentuk kredit untuk UMKM senilai Rp 50,15 triliun, atau telah mencapai 165 persen dengan menjangkau sekitar 620 ribuan debitor. 

Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, program ini telah memacu kredit perbankan dan mendorong pemulihan ekonomi. 

Untuk itu ia berharap, Kementerian Keuangan kembali menambah nilai penempatan dananya, jika pada Agustus nanti keempat bank BUMN mampu mencapai target yang diinginkan. 

“Kalau nanti skala leverage 3 kali seperti yang diminta Kementerian Keuangan, atau (penyaluran kredit UMKM) menjadi Rp 90 triliun tercapai, kami tentunya berharap akan ada tambahan penempatan dana lagi,” katanya pria yang akrab disapa Tiko ini dalam diskusi virtual dengan Indef di Jakarta, kemarin. 

Sebagaimana diketahui, dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 30 triliun ke Himbara pada 25 Juni 2020, BRI memperoleh Rp 10 triliun, Bank Mandiri Rp 10 triliun, serta BNI dan BTN masing-masing Rp 5 triliun. 

Baca juga : Bahas RUU Cipta Kerja, UMKM Ngarep Penyederhaan Izin Dan Kemudahan Akses Pembiayaan

Ekonom dari Institute for Development on Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, kondisi sekarang Himbara sangat selektif dalam menyalurkan kredit. 

Apalagi bank BUMN ini hanya diberi waktu tiga bulan untuk bisa menyulap dana pemerintah Rp 30 triliun menjadi kredit UMKM dengan nilai tiga kali lipatnya, atau sebesar Rp 90 triliun. 

“Jika di Juli 2020 dananya baru disalurkan ke 616.974 debitor, berarti Himbara masih hati-hati. Wajar bagi mereka untuk berpikir jangan sampai kredit ini membuat debitor gagal bayar dan menambah rasio kredit macet,” terangnya kepada Rakyat Merdeka.

 Kendati demikian, Bhima yakin, Himbara akan mampu mencapai target penyaluran dana pemerintah hingga September. 

“Kalau sesuai target realisasi, penambahan dana negara ke Himbara pun tak jadi masalah. Apalagi pemerintah juga sudah menempatkan dananya ketujuh BPD (Bank Pemerintah Daerah) senilai Rp 11,5 triliun,” ujarnya. 

Ia juga menyarankan, agar penempatan dana pemerintah di Himbara serta subsidi bunga perbankan bisa berjalan paralel dengan stimulus lainnya. 

Baca juga : Penerbangan di Bandara AP II Mulai Bergairah

“Karena skema ini nggak berbelit-belit, bahkan bisa langsung dimanfaatkan debitor dalam menjaga beban operasional di tengah pendapatan yang anjlok,” katanya. 

Terpisah, Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, penyaluran dana negara oleh Himbara betul-betul diawasi dan dimonitor regulator. 

“OJK akan memonitor dan tetap stand ready, apabila diperlukan berbagai kebijakan dukungan yang lebih, agar ini lebih cepat dan memberikan kontribusi yang optimal kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia,” imbuhnya. 

Lebih lanjut, ia merinci, realisasi kredit penempatan dana pemerintah di Himbara per Juli 2020 yaitu BRI sebesar Rp 23,64 triliun kepada 55.375 nasabah, Bank Mandiri sebesar Rp 16,24 triliun kepada 28.854 nasabah. 

Sementara, BNI merealisasikan dana sebesar Rp 6,55 triliun kepada 22.987 nasabah dan terakhir BTN sebesar Rp 3,72 triliun kepada 13.758 nasabah. 

Di saat yang bersamaan, Himbara juga melakukan proses restrukturisasi. Di mana per 20 Juli 2020, restrukturisasi kredit yang dilakukan perbankan telah mencapai Rp 784,3 triliun kepada 6,73 juta nasabah, baik individu maupun perusahaan. 

Baca juga : Bamsoet: Please, Daerah Jangan Maksa Terapkan Pola Hidup Baru

Sementara untuk perusahaan pembiayaan, kontrak permohonan restrukturisasi yang sudah disetujui sebanyak 4,10 juta dengan total nilai mencapai Rp 151,1 triliun. 

Peran restrukturisasi ini sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020, sangat besar dalam menjaga angka NPL (non performing loan/kredit macet). 

“Dan kita lihat tren NPL meningkat dari waktu ke waktu. Di Desember 2,53 persen, Maret 2,77 persen, Juni 3,11 persen. Rasio NPF (non performing financing/ pembiayaan bermasalah) sebesar 5,1 persen,” rincinya. 

Ia membeberkan, berdasarkan jenisnya, NPL tertinggi terjadi pada kredit modal kerja dengan NPL 3,69 persen, NPL kredit investasi (2,58) dan kredit konsumsi (2,2). 

Secara sektoral, NPL tertinggi di sektor perdagangan (4,59), pengolahan (4,57) dan sektor rumah tangga (2,32). Porsi ketiganya 57 persen dari total kredit. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.